Part 4. I Got a Crush
“This is fuckin' awesome! You really no need to do this, Charlie!" ucapku setengah mewek saat Charlie tiba-tiba datang ke rumah sambil membawa cake berbentuk cover buku, bertuliskan "Please comeback, Aluna."
Laki-laki setinggi 180 cm itu hanya memelukku erat sambil tertawa renyah. Berwajah mirip Milles Teller, dengan tato di lengan kanannya-yang aku sendiri tidak pernah jelas apa gambarnya. Kue itu tidak berlilin, karena ini memang bukan acara tiup lilin ulang tahun. Dua minggu lagi kontrakanku habis, novel yang kugarap juga sudah selesai, tinggal dibaca ulang dan finishing. Si Ibu pemilik kontrakan sudah menelepon kemarin, menanyakan apakah aku akan memperpanjang kontrakannya atau tidak. Dan aku sudah menjawab tidak.
Kami berdua lalu duduk di ruang tamu. Dengan kehadiran laki-laki itu, membuat ruang tamuku yang hanya berukuran 3x3 selalu terasa penuh. Bagi Charlie, Bali mungkin selalu terlalu panas, karena malam-malam seperti ini pun dia mengenakan celana pendek dan kaos tanpa lengan.
"Ini enak banget!" Gumamku sambil mulut penuh mengunyah.
"Glad to hear it! Charlie tersenyum manis.
"Mmh... Luna, mmh... look, do you know..." Charlie berhenti menamatkan kalimatnya, terlihat memikirkan sesuatu yang tertahan untuk diucapkan.
"Ya?" kataku.
Dia menundukan kepalanya, menaikan matanya ke arahku. Aku agak bingung juga ya, memang apa yang sebenarnya sedang dia tunda ucapkan. Lalu kepalanya kembali naik, tubuhnya mendekat ke arahku. Ragu menebak apa yang akan dia lakukan, membuat tubuhku malah tidak bergerak sama sekali. Seketika jemarinya yang luas terasa hangat di pipi dan leherku. Dugaanku makin terarah. Wajahnya perlahan bergerak mendekati wajahku. Jemarinya mendorong tengkukku ke arah wajahnya. Sempat terpikir mau menarik mundur kepalaku. Tapi sedetik kemudian, kurasakan bibirku tertarik, hangat, pelan... dan berirama. Di tengah degup jantungku, aku malah membalas irama itu. Aku tidak tahu apa arti ini semua, yang pasti aku mendadak menikmatinya.
Menerima iramanya berbalas, jemarinya naik ke rambutku, membelai poni sampingku yang jatuh mengenai pipinya. Sekali lagi, jemarinya lalu sampai di belakang kepalaku dan mendorong tengkukku. This is my first kissed since for about a year. And I did it with Charlie. Nothing feel special. But it tasted sweet, like as always his cake. Sesaat kemudian, dia kemudian menarik mundur kepalanya, perlahan... menjauh dari wajahku. Meninggalkan mataku yang masih terpejam dan bibirku yang setengah terbuka.
Aku sontak membuka mata. Mengatur nafas yang tadi sempat berantakan.
"I'm sorry, I should tell you from the first." katanya bernada gugup. Dia kembali menunduk. Buat Bule, mungkin lebih gampang maen cium aje kali ya, kelar! Ketimbang ribet-ribet nyusun puisi romantis yang bahkan mungkin nggak bisa terucap saat aktualisasinya. Tapi bentar deh, dasarnya apa ini Bule maen cium-cium gue.
Aku diam. Masih mengatur degup jantungku. Tapi, kenapa jantungku berdegup?
"I got a crush on you, Luna. I don't know, I just... felt it since the first time we met. Terus sekarang kamu akan pergi gitu aja. It makes me feel like a coward!"
Aku masih diam. Berpikir.
"Talk something, Lun."
Aku masih diam.
"Are you mad?" Bola matanya membesar, ada lipatan di dahinya.
Aku masih tetap diam.
"Wajar kalau kamu marah. Maafkan aku. Aku hanya... aku nggak tahu ca-"
"I got a crush on you too, Charlie."
***