35
"Udah, lupain aja yang lalu, anggap aja nggak pernah terjadi apa-apa," ujar Kenand setelah aku sempat hampir bertengkar dengan Tata karena ia yang terus saja mengungkit soal apa yang pernah terjadi antara aku dan Kenand, entah darimana dia bisa mengetahui hal itu.
Aku tak menjawab dan memilih membenamkan wajah pada lipatan tanganku diatas meja.
"Mau makan apa? Atau mau minuman? Aku mau ke kantin."
"Roti bakar aja satu, coklat kacang," jawabku tanpa mengangkat wajah.
"Oke, tunggu ya."
Yang membuatku marah sekali terhadap Tata beberapa saat lalu adalah karena malu. Malu lah dibahas lagi soal aku marah ke Kenand karena dia dekatnya sama aku jadiannya sama yang lain.
Hampir aku tertidur dalam posisi seperti ini kalau saja Kenand tidak datang membawakan pesananku.
"Hei, bangun, ini roti coklat kacangnya."
"Ah iya, makasih." Aku menerimanya dengan senang hati dan memakannya perlahan.
"Pokoknya, jangan pikirin omongan orang dan jangan tengok ke belakang, oke?"
Aku mengangguk mengerti dan ia tersenyum padaku, manis sekali.
.
Karena sudah tidak ada pelajaran dan kami hanya datang ke sekolah untuk kegiatan class meeting saja maka kami diperbolehkan pulang lebih awal jika sudah tidak berkepentingan. Kenand mengajakku pulang saja karena kelas kami tidak mengikuti pertandingan apapun yang dijadwalkan hari ini.
"Nggak mau jadi supporter buat dia?" tanyaku memastikan, pasalnya kekasih barunya akan beteranding sesaat lagi dan ia tentu mengharapkan dukungan dari Kenand.
"Siapa?"
"Anu."
Kami sudah berjalan menyusuri lorong jalan menuju ke lapangan parkir namun aku tak keberatan jika Kenand berubah pikiran dan harus kembali.
"Siapa?"
"Pacar kamu."
"Nggak punya pacar."
"Jangan gitu, ntar jadi nggak punya beneran."
"Memang nggak punya."
Jadi sudah putuskah mereka? Apakah Kenand berbubah kembali karena itu? Aku sangat ingin tahu namun berusaha menahan diri untuk tidak bertanya lebih lanjut dan menjadi serba ingin tahu.
"Aku udah putus."
"Kenapa?" Akhirnya tanpa sadar aku bertanya juga.
"Banyak faktor, salah satunya dan yang paling utama karena nilai-nilaiku menurun drastis. Aku jadi malas belajar, keasyikan main Hago bareng dia, hahaha..." Kenand mengakhiri kalimatnya dengan tertawa.
"Hago?" Rasanya beberapa kali aku pernah mendengarnya tapi tetap tak tahu apakah itu.
"Hago, aplikasi main game yang kamu bisa main sama teman. Asyik deh, ayo mabar."
"Ayo."
"Eh, nggak jadi, sama aja dong kalau aku mabar sama kamu nggak belajar juga jadinya."
"Selama liburan, setelah liburan uninstall gimana?" usulku.
"Nah, itu yang aku suka dari kamu!"
.
Benar saja, dari sore hingga tengah malam kami mencoba berbagai macam permainan yang ada di aplikasi yang dikenalkan Kenand tadi, saking asyiknya hingga aku lupa mandi. Terlebih lagi kami sambi bertelepon.
"Curang ih," protesku karena tiga kali berturut-turut dalam satu permainan yang sama.
"Kamunya yang payah."
"Udah ah, udah malam, ngantuk."
"Yaudah, sambung besok. Ingat, skornya delapan satu ya."
"Iya, iya." Aku keluar dari aplikasi dan bersiap memutus sambungan telepon. "Matiin ya?"
"Tunggu..," cegahnya.
"Kenapa?"
"Eum... Aduh, nggak enak ngomong di telepon."
"Yaudah besok aja."
"Nggak bisa tidur nih kalau belum ngomong."
"Mau ngomong apaan sih?"
"Eum, gini."
Aku menunggu dengan tidak sabar, penasarna juga kan.
"Aku nyaman sama kamu. Sama kamu tuh bisa ngobrol, bercanda, main bareng, belajar juga..."
Kurasa aku tahu kemana arah pembicaraan ini selanjutnya, jika aku tidak salah duga.
"Tapi aku nggak mau pacaran. Aku udah janji nggak mau pacaran dulu, aku mau fokus sekolah sama kaya kamu."
"Lalu?"
"Gimana kalau kita bikin perjanjian? Kita begini aja, sahabatan aja terus, supaya nggak ada yang berubah juga kitanya, karena kalau udah pacaran pasti beda sama masih waktu sahabatan."
"Hmm..."
"Perjanjiannya kita sama-sama nggak pacaran sampai lulus, gimana?"
Jadi, semacam booking begitu kah? Aku masih belum bisa mencerna kalimat Kenand sepenuhnya.
"Aku janji, nggak akan jadian sama yang lain. Percaya sama aku, kamu bisa tanya sama teman-teman lamaku juga gimana aku."
"Aku percaya kamu."
"Jadi?" tagihnya dengan nada yang sedikit berbeda.
"Oke."
***