Asap mengepul dari cangkir teh di atas meja. Kyna berulang kali mendengus kesal. Andini dan Adam saling lirik. Mereka berada di teras belakang toko bunga Kyna. Adam menyuguhkan secangkir teh hijau untuk Kyna agar gadis itu bisa tenang.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Adam pelan.
Andini mengambil inisiatif untuk menceritakan semuanya. Adam mengangguk-anggukan kepala.
“Ky, maaf ya, harusnya tugas gue buat nganter-nganter gitu. Lo jadi kena masalah deh.”
Kyna menggeleng. “Emang cowok itu yang enggak tahu diri! Sok-sok pakai jas, kelakuakan cuek, tapi sikapnya sangat rendah. Kusumpahin….”
Kyna mengerang. Kata-kata kasar selalu ingin meluncur dari mulutnya. Tapi hati nurani Kyna berusaha untuk menahannya. Akhirnya emosinya yang jadi korbannya. Kyna meremas tangannya sendiri menahan gemas.
“Sudah, sudah, Kyna. Jangan dipikirkan. Bukan Kyna namanya kalau suka mikir ucapan orang,” hibur Adam.
Kyna melengos. Dia mengambil cangkir teh dihadapannya dan meneguknya habis. Tidak peduli rasa panas yang membakar lidahnya, perasaan kesal yang menyelimuti hatinya jauh lebih besar. Kyna berdiri.
“Mau ke mana?” tanya Andini.
Kyna hanya mengangkat tangan sambil tetap berlalu pergi. Dia menghilang di balik ruangan pribadi miliknya yang terpisah halaman teras dengan toko bungnya.
“Biarkan dia. Dia mungkin ingin menulis.”
***
Kenzie menatap jalanan Jakarta yang penuh sesak dengan mobil yang berdesak-desakan. Hampir satu jam dia terjebak macet. Angka speedometer-nya bahkan tak bisa menyentuh angka 40. Tapi lebih dari itu, entah mengapa ucapan gadis itu tadi terngingang dibenaknya.
“Anda berpenampilan seperti seseorang yang berpendidikan dan berkelas. Tapi sikap Anda sama sekali tidak mencerminkan hal itu. Saya sangat terhina merasa bersalah pada orang seperti Anda!”
Kenzie menghela napas panjang. Akal sehatnya benar-benar dikuasai emosi. Kenzie tersenyum miris. Mungkin gadis itu benar. Dia selalu bersikap baik didepan ayah, kakek, dan semua keluarga besar dari ayahnya. Tapi di luar itu, dia sendiri selalu bersikap seenaknya saja. Dia tidak peduli. Toh orang-orang itu tidak akan andil dalam kisah hidupnya. Jadi buat apa dia memikirkan perasaan orang-orang itu?
Kenzie meraih ponselnya. Dia membuka aplikasi kotak hijau dan menemukan teman-temannnya sedang menggila digrup.
Ajiejie : Bro! Pacaran yuk! Gue bosen di rumah gak ada kerjaan
Javas Jelek (JJ) : Jijik lo! Engga ada bahasa yang bagusan dikit napa? Pacar gue kalau lihat bisa disangka aneh-aneh gue.
Ajiejie : Yeee…derita lo punya cewek
Fabian : Sst! Masih siang jangan banyak tingkah
Ajiejie : Aduh mas ustad jgn mulai ceramah
Javas Jelek (JJ) : Njir…lo harus dirukyah kayaknya Jie, dengerin ceramah kok enggak mau
Ajijie : SADAR, BRO! Yang hobi nonton video XXX sapa, hah?
Fabian : Wkwkwkw…dasar kalian! Bapak liat chat kalian sambil geleng-geleng kepala, tuh. Kok yang read ada empat.
Ajijie : Oiya! Eh, suaminya Barbie! Muncul dong, emang kita koran apa?
Kenzie tersenyum. Teman-temannya itu memang sungguh gila. Berbeda dengan dirinya yang serius dan tidak suka bercanda. Tapi bersama mereka, Kenzie merasa senang. Dalam seumur hidupnya mugkin hanya kegilaan teman-temannya yang bisa dia tolerir.
Ada Ajie, sahabatnya dari SMA. Memang sangat aneh seorang anak remaja yang hobinya berpacaran dengan buku pelajaran bisa berteman dengan seorang remaja tengil yang suka ngelantur kalau jawab pertanyaan dari guru. Tapi begitulah kenyatannya. Awalnya Kenzie memang risi ketika Ajie mengajaknya mengobrol. Namun hanya Ajie yang mau berteman dengannya. Ketika kerja kelompok dan tugas-tugas kelompok lainnya, Ajie sangat sering membantunya, seorang remaja yang sangat anti pergaulan.
Fabian dan Javas—yang dipanggil mereka Jeje—juga sudah berteman lebih dulu. Kenzie dan Ajie sering bertemu Fabian dan Javas dalam satu tempat gym. Bukan Ajie namanya kalau suka ceplas-ceplos mengajak orang kenalan. Semenjak saat itu mereka sering nongkrong berempat. Diantara mereka bertiga, Fabian yang paling mending menurut Kenzie. Fabian sering sejalan dengan Kenzie disaat Javas dan Ajie kehabisan obat pereda kumatnya.
Kenzie : Hi
Ajijie : WANJAY! SUAMI BARBIE MUNCUL BRO!
Siapa suami berbie? Ken! Ken untuk Kenzie.
Kenzie terkekeh. Dia mengetik sesuatu di sana.
Kenzie : Nongkrong yuk.
Javas Jelek (JJ) : HAH?! Gila! Tanda-tanda kiamat, Bro! Kenzie ngajak nongkrong!
Fabian : Yuk, yuk! Gue tahu kafe bagus buat nongkrong.
Kenzie : Di mana?
Fabian : Gue lupa. Nanti gue kasih tau kalau udah inget. Gimana?
Kenzie : Boleh. Gue besok enggak ada kerjaan.
Ajijie : Lah, bukannya besok Jalapeno ada kencan?
Javas Jelek (JJ) : Gue barusan batalin. Ini perlu dilestarikan seorang Kenzie yang ngajak nongkrong
Kenzie geleng-geleng kepala. Suara klakson memutuskan pandangannya dari ponsel. Kenzie segera mematikan ponselnya dan kembali melajukan mobilnya.
Setidaknya bersama teman-temannya, Kenzie bisa menjadi seorang Kenzie yang sebenarnya.
Next kak
Comment on chapter Chapter 5