Hari-hari yang terasa cerah selama berbulan-bulan berubah menjadi kayu yang terbakar, hangus, hancur, tinggallah arang. Keadaan itu tidak hanya membuat Jaka merasa bersalah telah melibatkan Arum dalam maslaahnya, akan tetapi perasaan yang sama juga menimpa Arum yang telah memberikan penilaian baik namun fakta yang berbed yang di sembunyikan jaka berbulan-bulan terkuak sudah.
Perjalananan jaka tak mulus. Saat pulang kerumah. Tiba-tiba Zaki kembali menghadangnya.
"Ada urusan apa lagi?" Tanya Jaka.
"Aku belum kalah darimu."
Padahal tentu saja Zaki kalah jauh dari jaka. Teman-teman yang dipercayanya justru berpihak pada Jaka dan mengkhianatinya tanpa dia sadari sebelumnya.
Tubuhnya telah babak belur bak terkoyak serigala buas. Wajahnyapun sudah tak berbentuk. Kucuran darah di pipi dan pelipisnya menetes membasahi baju putih abu-abunya.
"Aku akan balas dendam padamu." Kata Zaki lagi.
Mendengar itu. Jaka tak peduli dan berusaha menginggalkan Zaki yang berdiri di hadapannya.
Sreetttt...
Tangan Zaki menarik lengan baju Jaka. Tanpa perlawanan Jaka di hajar oleh Zaki berulang-ulang. Kaki Zaki menendang-nendang tubuh Jaka seperti kekuatan kuda yang menerjang-nerjang bebatuan. Meski hatinya ingin membalas, namun Jaka tetap diam saja. Dalam batinnya tsrus beristighfar demi memupuk kesabarannya. Jaka terus melawan emosinya yang semakin memuncak. Itulah yang dia usahakan selama beberapa bulan yaitu menahan dan melawan emosinya sendiri. Meskipun hati, pikiran dan ego saling bertentangan dan berperenang.
Merasa aneh dengan sikap Jaka. Pada akhirnya Zaki berhenti memukuli Jaka.
Jaka melirik ke arah Zaki yang sejak tadi berdiri memukulinya. Tubuh Jaka yang tersungkur di hadapan Zaki, masih tetap kuat. Dia diam tanpa banyak bicara.
"Kenapa kau diam?" Tanya Zaki.
“Sudah puas? Ini kan yang kamu inginkan selama ini. ”Suara Jaka Dingin dan parau.
"Tapi aku tidak suka jika musuhku mengalah."
Jaka tersenyum sinis. "Jika aku tak mengalah kau yang akan kalah."
"Kau selalu menjadi orang sombong."
Jaka kemudian berdiri sedikit terseyok namun tetap kuat.
"Aku akan terus membuat perhitungan denganmu." Teriak Zaki dari balik punggung Jaka.
Jaka melambaikan tangan dan itu semakin membuat Zaki terus jengkel.
######
3 hari berlalu. Tidak ada yang aneh dari kegiatan sekolah. Gosip-gosip murahan tentang Arumpun masih saja berterbangan kesana kemari masuk ketelinga satu dengan yang lainnya. Gosip-gosip itu tidak lain soal Jaka dengannya. Sudah 3 hari pula Jaka tidak masuk sekolah. Ketidakhadiran Jaka dikait-kaitkan tentang pengkhianatan Arum terhadap Jaka. Tentang kasus penculikan yang telah menyebar luas ke arah sudut-sudut sekolah bahkan gurupun tak terlewatkan dengarkan cerita itu, yang mana itu lebih menyudutkan Arum jika semua kejadian itu sudah dalam skenario yang sulit mencelakai Jaka.
Arum hanya duduk sendirian di gasebo sekolah. Memikirkan tentang apa yang telah dia lakukan pada Jaka itu sungguh menyakitkan. Antara perasaan benci, bersalah, rindu, sayang, saling bersahut-sahutan.
Di dalam ksesendiriannya suara guru BPnya membuyarkan semua lamunan-lamunannya.
“Arum, tolong ke ruang BP sebentar.”
Arum hanya diam dan mengangguk.
Sesampainya di ruang BP arum duduk tepat di hadapan gurunya.
“Ajaib baru kali ini kamu masuk ke ruang ini.”
Arum hanya memandang saja.
"Kamu pastinya sudah tahu kenapa saya memangilmu kesini."
Arum tetap diam sih sih dia sudah tahu.
"Apa diam-diam kamu bergabung dengan gengster anarkis di luar sana?"
Arum menggeleng.
“Lalu kenapa kamu berusaha mencelakai Jaka. Kamu tahu siapa Jaka itu? Dia adalah anak orang kaya orang lain yang bisa menuntut kamu dari kejadian ini. Orang tuanya adalah donatur terbesar di sekolah ini. Kamu tahu itu? ”
“Saya tidak tahu apa-apa bu.” Jawab Arum lirih.
“Bagaimana tidak tahu. Kamu yang ada di sana untuk memancing Jaka agar menemuimu dan beberapa anak SMA lain menghajarnya. ”
Arum tetap diampun dia tahu kejadiannya. Harga diri Jaka juga menjadi harga dirinya. Membuka masalah ini bisa membuat Jaka di benci banyak orang karena Jaka adalah ketua geng SMA kota pembuat onar di malang.
“Saya benar-benar tidak tahu apa-apa.” Arum terus menggeleng.
“Untung saja Jaka bisa memaafkanmu.”
“Ini memang bukan kesalahan Jaka. Ini adalah kesalahan saya. "Kata Arum.
“Apa?” Guru BPnya terkejut.
“Iya bu. Saya harusnya menolongnya tapi saya justru lupa diri di sana dan tidak meminta tolong orang lain. Hingga dia terluka. "
"Kenapa?"
"Ibu tidak perlu tahu."
"Kamu ngelunjak ya rum sekarang."
“Ada hal yang tidak semua orang harus tahu. Setiap orang punya rahasia masing-masing dan saya punya rahasia. ”
Arum beranjak berdiri.
“Permisi.” Imbuh arum lalu keluar.
"Hah ....." guru BP itu menghembuskan nafas jengkel.
#######
Suasana malam semakin menghimpit. Kenangan-kenangan manis bersama jaka masih lalang di pikiran Arum. Pertanyaan demi pertanyaan melintas. Sejak 1 minggu Jaka tidak masuk sekolah tanpa surat izin jelas kecuali sakit.
Arum yang terduduk sendiri di teras. Cara itu dia bisa menyampaikan rindunya pada Jaka dan maaf dan sesalnya telah mengatakan hal keji pada Jaka.
Arum lupa jika tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang memiliki kisahnya masing-masing. Jaka memang memiliki banyak judul tetapi Jaka juga telah banyak berbuat baik.
Ditemani lentera remang-remang, angin dingin pun tak luput membuat perasaan Arum semakin menjadi-jadi. Dia merasakan manisnya rindu pada Jaka.
“Apa yang harus aku lakukan?” Gumamnya lirih.
Dia mulai melihat ke arah luar. Terlihat burung pemberian jaka yang masih berada dikandangnya. Arum perlahan berjalan mendekati kandang itu. Dibukanya pelan-pelan dan di belainya lembut burung merpati itu. Satu-persatu ingatan tentang jaka semakin bergentayangan.
Arum mengembalikan burung tersebut dan kembali masuk untuk mengambil sebuah kertas.
Tiada rasa semanis rindu. Jika aku di takdirkan bertemu denganmu maka aku harus bersiap untuk berpisah. Bersiap merasakan rindu yang menyayat hati dan dengan kekuatan aku akan menjadikan rindu itu rasa yang manis.
Maaf jika mulutku menjadi pedang yang melukaimu.
Pesan itu dikirimkan oleh Arum untuk Jaka di malam yang hening itu.