Suara motor Jaka meraung dengan kerasnya. Menyisiri jalanan kota malang dengan kecepatan tinggi. Lalu lintas tak jadi aturan sekarang. Dia seenaknya menerobos lampu merah demi segera sampai di tempat Joni. Polisi sempat mengejarnya namun Jaka bisa lolos dari kejaran polisi dengan masuk melewati gang-gang kecil.
Peluh mulai berjatuhan dari dahinya. Jaka memang tidak biasa menjadi cowok yang panik dalam menghadapi masalah. Dia selama ini terkenal cowok tenang, tegas dan dijamin selesai dalam menghadapi masalah. Namun, sekarang lain. Dia tidak setenang dahulu, rasa cemasnya sudah menggelayuti pikirannya. Yang ada dalam pikirannya sekarang hanya Arum, Arum dan Arum.
Setelah beberapa menit dia sampai di rumah Joni. Alangkah sialnya, Joni malah belum sampai di rumah. Dia tahu, Joni pasti nongkrong di warung kopi yang biasanya dia nongki sama-sama. “Warung Kopi Cak Inung.”
Bergegas Jaka menuju warung kopi cak inung. Setibanya di sana. Joni benar-benar sedang ngopi dan santai bersama beberapa teman-temannya di masa lalu. Yaitu Irfan dan Abdul.
“Eh kau....” Joni tersentak. Dia berdiri menyambut Jaka.
“Jon,tolong bantu aku.” suara Jaka parau. Terdengar jelas rasa kepanikannya.
“Ada apa bos?” tanya Joni.
“Zaki buat masalah.”
“Kenapa bos panik. Biasanya kan bos bisa ngatasi sendiri.”
“Arum jon. Dia di culik Zaki.”
“Brengsek si Zaki beraninya sama cewek.” Joni terdengar marah.
“Ayo kita pergi.” ajak Jaka.
“Kita ajak mereka?” tanya Joni.
Terlihat Irfan memandangi Jaka.
“Kalau mau.” Jaka melirik sinis. Karena dia tahu Irfan merasa terkhianati sebagai anak buah Jaka selama ini. Bos yang di percayainya ternyata berkhianat dan lebih memilih seorang cewek daripada persabahatan antar gengnya.
“Kenapa tidak.” balas Irfan. Lalu Abdul turut ikut Jaka.
“Sepedaku bos?” tanya Joni yang memang dia membawa motor.
“Tinggal sini.” jawab Jaka.
“Kalau hilang?”
“Aku ganti.”
“Serius bos?” tanya Joni ulang.
“Aku beliin sekalian sama tokonya.”
“Waaah... Tuhan semoga motorku hilang.” jawab Joni.
Jaka hanya diam panik menanggapi guyonan Joni.
Mereka segera bergegas mencari markas Zaki. Jaka tidak tahu pasti namun dia tahu jika Zaki punya markas di sebuah komplek di daerah kota. Tanpa pikir panjang Jaka segera menuju alamat yang dia tahu itu.
Setibanya di sana. Terlihat sepi. Hanya satu anggota Zaki yang tampak berjaga di luar. Dia masih memakai seragam putih abu-abu sama seperti Jaka dan yang lainnya. Melihat anggota Zaki, Jaka turun dan melakukan tindakan tegas.
“Kau tahu dimana Zaki sekarang?” sentaknya keras pada seorang siswa cowok itu.
“Ada urusan apa?” balasnya bertanya dengan sedikit menyeringai.
Tanpa banyak tanya lagi. Jaka melirik pada joni,irfan dan Abdul dengan kode agar mereka masuk ke dalam markas Zaki.
Jaka berada di depan sendiri. Siswa yang berjaga di depan itu berteriak keras mencegah Jaka agar tidak masuk. Jaka tak peduli. Lalu siswa cowok itu lari dan menendang Jaka. Mendapat tendangan Jaka tetap tidak peduli. Dia hanya ingin masuk dan menemukan Arum.
Sampai di dalam. Jaka tidak menemukan siapapun. Hanya sebuah surat kecil di atas meja. Mereka mengecoh, sengaja membuat permainan ala sinetron.
Surat tersebut berisi alamat tempat dimana Arum di sebunyikan. Dia meminta Jaka datang sendiri tanpa siapapun bahkan polisi. Jika tidak, maka dia akan menganiaya Arum.
Jaka segera pergi. Dia mencegah Joni dan teman-temannya agar tidak ikut.
“Jon, jangan ikut. Cukup sampai di sini terimakasih sudah menemaniku.” Jaka berbicara dengan nada dingin pada Joni.
“Bos. Kenapa? Aku bisa bantu bos Jaka.”
“Aku bukan lagi bosmu jon. Panggil aku Jaka.”
“Tapi....”
“Sudah aku pergi. Terimakasih.”
Jaka bergegas menancapkan gas motornya menuju tempat yang sudah di atur oleh zaki.
####
Suasana mencekam. Arum di sekap di sebuah gudang. Dia terdiam sembari menitihkan air mata ketakutan. Dia tidak tahu apa kesalahannya hingga ada orang yang berusaha mencelakainya.
Arum jelas bisa melihat mereka masih SMA juga seusianya.
“Apa maumu?” teriak Arum.
“Kau manis juga.” Zaki melipat kedua tangannya seraya memandangi Arum.
“Kau siapa?” Arum terus bertanya.
Zaki malah tertawa.
“Kau brengsek. Berani sama perempuan.”
“Tentu kau bukan lawanku. Kau umpan yang cukup manjur.”
“Apa maksudmu?”
“Kau pacar Jaka. Benar?”
Arum diam dan membisu. Memikirkan apa semua ini ada hubungannya dengan Jaka.
“Kau terlalu baik. Gadis sepertimu tak layak bersamanya.”
Arum terus diam seraya memandang tajam Zaki yang berdiri diahadapannya. Sementara Arum di ikat tangan dan kakinya diatas kursi.
“Kau pasti tidak tahu siapa dia?”
“Aku gak paham apa maksudmu?”
“Dia tidak sebaik yang kau lihat. Dia cowok pembuat onar. Dia yang sudah mencelakai teman-temanku selama ini hingga ada yang tewas karenannya.”
“Apa maksudmu?” Arum menggeleng tidak mengerti.
“Jaka adalah ketua preman-preman dari kalangan SMA semalang. Yang selalu bikin rusuh di sana sini. Yang membuat macet jalanan akibat penyerangan yang dia lakukan. Yang suka malaki orang-orang yang tidak berdaya dan mencelakai orang lain.”
“Aku tidak percaya apa katamu.”
“Terserah.” zaki menyeringai. “Jika kau masih berhubungan dengannya maka kau akan selalu mendapat celaka. Musuhnya Jaka ada dimana-mana. Dia pembunuh.” teriak zaki keras.
Mendengar itu. Hati Arum terasa di patahkan. Jaka telah banyak menyembunyikan kebohongan-kebohongan dibelakangnya. Hubungan tanpa kejujuran akan menjadi malapateka. Itu menurut Arum.
Zaki yang tadi berdiri di depan Arum kini mengambil sebuah kursi dan duduk tepat di hadapan Arum. Seketika hati Arum mulai kacau rasa cinta dan bencinya pada Jaka berperang, bergemuruh bak badai lautan menerjang-nerjang kepercayaannya.
“A..a... Apa benar Jaka itu ketua preman seluruh SMA malang? Yang suka bikin gaduh, yang kegaduhannya sering kali mencelakai orang lain? Apa itu benar?”
Mendengar Pertanyaan panjang lebar itu Zaki tersenyum menyeringai keji.
“Kau tak percaya?”
Arum menggeleng.
“Lihat.. ..” zaki menunjuk seorang cowok remaja yang menggunakan egrang.
Arum mengikuti petunjuk Zaki. Dia sempat bingung dan bertanya-tanya. Apa hubungannya?
“Dia adalah seorang temanku yang di celakai Jaka. Dia sampai harus mengalami cacat kaki. Padahal kau tahu apa cita-citanya?”
Arum menggeleng.
“Jadi tentara. Kau tahu betapa kejinya Jaka bisa menghancurkan masa depan seseorang. ”
“Apa betul?” Arum bertanya kembali dengan mata mendarat pada cowok remaja pincang tersebut.
Cowok remaja pincang tersebut mengangguk tanpa banyak kata.
“Arum...arum.... Kau terlalu lugu jadi cewek. Harusnya kau secerdas otakmu dalam menilai seseorang.”
Arum terdiam merenung. Iris matanya nanar menatap bingung ke sekitar. Dia mulai terguncang akibat apa yang dia lihat.
Betapa kecewanya Arum mendengar segala yang telah di sembunyikan Jaka darinya selama ini. Kepercayaan yang awalnya ada seketika retak,hancur berkeping-keping. Tak disangka Jaka yang dianggapnya orang yang bertanggung jawab, tegas, keren, baik, mengagumkan adalah pembuat onar di kota malang. Terlebih Jaka adalah pelopor para pemuda yang melakukan mabuk-mabukan dan merokok di usia SMA. Itulah yang di dengar Arum dari Zaki.
Zaki punya kekuakatan hebat dalam mempengaruhi Arum yang sebenarnya dia termasuk orang-orang yang tidak mudah terpengaruh. Cara zaki menyampaikan kalimat per kalimat begitu meyakinkan Arum. Karena Zaki tahu Arum adalah kelemahan Jaka.
Membuat Arum benci pada Jaka adalah misi pertama kali Zaki untuk membalas dendam pada Jaka. Jika Arum sanggup membenci Jaka itu permulaan hancurnya Jaka. Pikir Zaki.
Beberapa saat kemudian Jaka datang sendirian tanpa siapapun. Sementara Zaki bersama lima orang anggota gengnya.
Brak.....
Suara dobrakan pintu oleh Jaka.
“Arum....” teriak Jaka memandang Arum yang sudah berdiri bahkan tanpa sekapan apapun.
Jaka heran. Ada apa ini? Pikirnya. Apa mungkin Arum bersekongkol ingin menjatuhkannya.
“Kau tak apa Arum?” tanya Jaka.
tak ada jawaban. Arum hanya memandangnya sinis seolah itu adalah tatapan sebuah kebencian.
Zaki tersenyum menyeringai melihat Arum sudah terpengaruh olehnya.
“Jika kau berani jangan libatkan Arum dalam urusan kita. ” Jaka berkata dengan nada geram.
“Oke. Dia sudah tidak berguna. Bawa dia keluar.” perintah Zaki pada salah satu anggota gengnya.
Arumpun di bawa keluar melewati Jaka yang memang masih berdiri di depan pintu.
“Rum....” Jaka memanggilnya lirih.
Tak ada respon. Bahkan mata indah itupun tak sudi melihat Jaka.
Sesampainya Arum keluar pintu. Anggota yang lain mengunci pintu gudang tersebut. Gudang yang kotor dan pengap terletak di belakang sekolah Zaki daerah malang sekitar gedung Ken Arok.
Ceprak.. ..
Tanpa aba-aba Zaki memukul Jaka lebih dulu. Jakapun diam. Satu pukulan tak membuatnya jatuh dengan cepat.
“Apa maumu? Urusan kita sudah selesai.” kata Jaka seraya memandang Zaki penuh ketegasan.
“Apa? Selesai? ” Zaki malah tertawa. “Urusan kita belum selesai.” Zaki menambah lagi pukulan mengarah pada perut Jaka.
Jaka tak melawan sama sekali. Dia hanya diam mendapat pukulan-pukulan itu. Karena memang Jaka sudah berubah. Dia bukan lagi Jaka yang dulu dengan semboyan Penguasa kota malang.
“Segini aja kekuatan Jaka. Mana tunjukkan kekuatanmu.” Zaki menantang dengan tawa mencibir.
Hal itu tak membuat Jaka terpancing. Jaka tetap diam meski dia tersungkur di lantai kotor penuh debu itu.
“Ternyata nyalimu sudah mati. Apa gara-gara cewek itu. Hei....dia saja sudah berkhianat. Kau masih memikirkannya.”
Jaka diam.
“Dia cewek luar biasa. Pandai berakting hingga bisa membawamu sampai kepadaku.”
Batin Jaka terkejut. Dia setengah tidak percaya jika Arum benar-benar bersekongkol dengan Zaki. Sejauh itukah drama yang di atur oleh Zaki sebagai musuh bebuyutannya.
“Aku yakin kau tidak akan percaya dan akan masih menganggapnya cewek baik-baik. Aku sudah membayarnya untuk ini. Luar biasa kan. Cewek semiskin dia itu gila uang. Apa yang kau berikan tak lebih mahal dari uang yang aku tawarkan. Itulah kenapa dia lebih memihakku.”
Mendengar Zaki menghina Arum dengan sebutan cewek miskin. Hatinya teriris, menjadikan Jaka benar-benar marah.
“Sekali lagi kau mengatainya cewek miskin. Aku robek mulutmu.” Jaka geram.
“Siapa yang takut denganmu.” balasnya menyeringai.
Kaki Zaki menendang Jaka yang sudah tersungkur. Beberapa teman Zaki memegangi Jaka dari tangan hingga menjambak rambut Jaka.
Prakkk.... Pukulan telak kembali melubcur ke perut Jaka.
“Ini untuk kekalahanku yang pertama.” kata Zaki.
Kekalahan pertama itu terjadi saat bertarung atas perebutan wilayah kekuasaan. Jaka bisa menguasai beberapa tempat di wilayah malang kota untuk kegiatan nongkrongnya bersama anggotanya.
Ceprakkk.. .lagi lagi Zaki memukul wajah Jaka.
“Ini untuk temanku yang sudah pernah kau hajar.”
Teman Zaki pernah dihajar Jaka karena telah memalak salah satu anggota Jaka.
“Dan ini untuk kekalahanku yang kedua.” kata Zaki lagi.
Dukkk.. .
Jaka di tendang di perut sampai Jatuh karena kesakitan.
Zaki mengambil sebuah kursi bekas.
“Dan ini untuk yang terakhir kali. Kukirim kau ke neraka.” zaki mengangkat kursi itu dan akan memukulkan pada Jaka.
Brak.. ..
Suara tendangan pintu memecah suasana mencekam di dalam gudang. Beberapa teman Jaka datang dan menyerang.
Melihat itu. jaka berdiri. Dia menghampiri Zaki.
“Kau lihat. Seberapa setia mereka padaku.”
Bahkan beberapa dianatara yang datang adalah mantan anggota geng milik Zaki.
“Bos biar aku yang urus.” kata Joni. “Bos kejar Arum.” imbuhnya lagi.
“Thank you.” kata Jaka dan dia berlari keluar mencari Arum.
######
Arum berjalan lemah memasuki angkot menuju rumahnya. Dia duduk termenung memikirkan kata-kata Zaki. Antara percaya dan tidak. Akan tetapi banyak hal yang membuatnya percaya.
Penyerangan di sekolah Arum waktu itu adalah kelompok geng milik Jaka. Zaki sempat mengatakan itu.
“Tak kusangka kau seperti itu jak. Pantas aku pernah merasakan sentuhan tangan itu. Aku pernah mencium aroma parfummu yang bahkan jarang orang yang memilikinya.” Arum menggumam sendiri.
“Kau menyakitiku jak dengan semua kebohongan itu.” kata Arum lagi lirih. Dia mencakupkan kedua tangannya itu untuk menutupi wajahnya yang sedang menahan tangis.
Beberapa saat kemudian Arum sampai di rumah. Arum berjalan memasuki gang dengan berjuta kecewa dan pikirna-pikiran melayang di rongga kepalanya.
Dan....
Setibanya di depan rumahnya. Jaka sudah berdiri dengan wajah babak belur. Ada rasa tidak tega dalam hati Arum. Akan tetapi rasa kecewanya karena Jaka sudah berbohong membuatnya diam membisu dan berdrama tidak peduli pada Jaka.
“Rum kau tak apa?” tanya Jaka.
Arum hanya diam dan menggeleng pertanda dia baik-baik saja.
“Rum maafkan aku. Aku.. ..”
Arum memotong saat Jaka belum selesai berbicara.
“Aku sudah tahu semuanya Jak. Kau sudah membohongiku selama ini.”
“Maafkan aku rum. Aku tidak bermaksud membohongimu. Aku hanya takut kau tidak akan mau mengenalku setelah tahu aku bukan cowok baik-baik yang alim dan tidak bikin onar.”
“Harusnya kau jujur Jak.”
“Maafkan aku. Harusnya aku bisa jujur padamu.”
“Aku maafkan.” kata Arum bernada dingin.
“Aku menyayangimu rum.”
“Sayang.. .”
“Tentu.” balas Jaka tegas.
“Sayang padaku tapi kau berusaha mencelakaiku berkali-kali. Kau kan yang buat keonaran di sana sini yang membuatku ngeri dan ketakutan setengah mati. Kau pura-pura menolongku. Sok jadi pahlawan. Padahal itu ulahmu kan. Kau membuat resah masyarakat Jak. Aku benci orang-orang pembuat onar. Apa bedanya kau dengan preman. Menjinikkan. “ kata Arum pedas.
“Aku sudah berubah Rum.”
“Kau gak akan pernah berubah. Aku yakin kau akan terus membuat kejahatan. Satu penyakit kritis akan menjalar terus sampai mati.” bagi Arum penyakit kenakalan Jaka kategori penyakit kritis yang tak bisa di sembuhkan.
“Akan kubuktikan padamu. Aku bukan lagi pembuat onar tapi aku akan menjadi orang yang berguna untuk orang lain. Bahkan untuk negeri ini.” kata Jaka berjanji.
Lalu Jaka pergi meninggalkan Arum. Sementara Arum menangis tersedu seolah menyesal atas perbuatannya yang berkata kasar pada Jaka.