Tiga bulan telah berlalu. Masa-masa Jaka pindah sekolah berjalan dengan baik. Jaka juga tak lagi menunjukkan sikap nakalnya ataupun pembangkangnya. Dia sedikit lebih kondusif dan teratur. Ayahnya cukup senang atas kepindahan Jaka di sekolah barunya. Perubahan Jaka tak lain bukan hanya karena niatan hatinya saja tapi juga ada motivasi lain. Arumlah motivasinya yang merubah menjadi yang lebih baik. Arumlah yang menggugah dia untuk bisa lebih punya rasa daripada emosinya.
Arum, nama itu selalu terngiang-ngiang di telinga jaka. Arum, wajahnya sudah semakin menghantui mata Jaka. Ilusi tentangnya selalu muncul kala Jaka sendiri. Arum, gadis beruntung yang sudah mampu menaklukan hati Jaka. Sementara di luar sana banyak gadis-gadis yang bertekuk lutut bahkan hanya untuk jadi pacar seharinya.
Pagi ini Jaka kembali pergi ke sekolah. Tepat di hari senin dan dia menjadi petugas upacara.
Dia menjadi pemimpin upacara si hadapan ratusan murid. Terlihat Cocok sekali. Suaranya yang lantang menggelegar seperti panglima perang mampu memecah keheningan alam semesta.
Jaka berdiri di tengah lapangan. Tubuh gagah dan tingginya semakin membuatnya mantap menjadi seorang pemimpin upacara.
Arum,memandang Jaka dengan rasa yang semakin berbeda. Perasaan kagum dan bangga pada bergelenyar membuat Arum perlahan jatuh hati. Selama ini dia hanya menganggap Jaka seorang teman. Baginya jaka hanya teman yang asyik dan seru dan hanya sama dari kebanyakan laki-laki yang suka ngegombalinnya.
sejauh ini. Jaka tidak pernah menampakkan perubahan sikap. Dia tetap sama. Selalu ada untuk Arum. Menggelitik ujung-ujung bibir Arum untuk selalu tersenyum. Memberi kejutan-kejutan aneh yang menjadikan Arum memiliki moment berharga tersendiri saat mengenal Jaka.
Sesaat setelah upacara selesai. Jaka yang masih berdiri bersama teman-temannya melihat Arum berjalan melintasinya. Jakapun berlari mengejar Arum.
“Hai, selamat pagi nona.” sapa Jaka.
“Nona apa?” Arum menoleh.
“Nyonya deh kalau gitu.”
“Nyonya siapa!?”
“Nyonya Jaka.” ujarJaka.
“Jaka siapa?” balas Arum. Lagi-lagi memancing jaka.
“Jaka Harum Bintoro.”
Itu nama Jaka sesungguhnya.
Arum hanya tersenyum. Pun Jaka juga mengumbar senyum manisnya.
“Arum.” panggil Jaka lagi.
Arum terus melangkah menuju kelasnya.
“Apa,”
“Kau terlihat berbeda.”
“Beda gimana?”
“Ada sesuatu di pikiranmu.”
“Ada apa?”
“Ada aku.” kata jaka.
Arum tersenyum. “Kau bukan dukun Jak. ”
Jaka tertawa. “Ah siapa tahu itu betul.”
“Kau mau?” kata Arum.
“Mau apa?” Jaka penasaran.
“Entahlah.” Arum pergi meninggalkan jaka dengan meninggalkan pula rasa penasaran pada Jaka.
Jaka hanya terdiam memandang Arum yang mulai pergi meninggalkannya.
Arum tak tahu harus berkata apa. Dia mulai gelisah dengan apa yang dia rasa. Sangat dan sangat ingin dia memulai untuk mengatakannya. Tapi apalah daya Wanita selalu punya gengsi yang tinggi walau hanya sekedar mengatakan sesuatu yang jujur.
Saat menuju kelas. Arum bertemu gadis. Rambut panjangnya bergoyang mebiak angin. Aroma parfumnya menguar menusuk hidung Arum. Jujur,Arum ingin muntah. Parfumnya seolah 2 liter telah tertempel di tubuhnya.
“Kau makin dekat aja sama Jaka.”
“Ya.”
“Sepertinya kau sudah lama kenal sama dia. Rasanya tiga bulan tak akan cukup membuat dia sedekat itu denganmu. Aku saja di cuekin. Padahal aku secantik ini.”
“Ah masa.” Arum mengulum senyum.
Ya. Betul. Gadis itu cantik. Tapi caranya berpakaian membuat bulu kuduk cowok remaja berdiri. Bukan hanya cowok. Cewek seperti Arum saja merasa merinding melihat penampilan seronok Gadis. Dijamin 99% yang mau sama dia adalah cowok-cowok pecinta cewek bersolek. Kalau cowok seperti Jaka sudah pasti dia akan kabur lebih dulu. Seolah melihat kuntilanak.
“Jaka itu sombong.” celetuk Gadis.
“Iya dia memang sombong.” Arum turut menanggapi.
“Emh....kamu juga menilainya sama.”
Arum mengangguk.
“Supaya apa sih dia sombong?”
“Dia sombongnya cuma sama cewek. Kalau cowok sih enggak. Malah semuanya deket sama dia.”
“Iya alasannya kenapa?” Gadis penasaran sendiri.
“Katanya dia terlalu tampan. Khawatir cewek yang deket sama dia bisa over dosis.”
Arum tertawa sendiri setelah mengatakan itu.
“Sombong kali dia.”
“Iya. Sombong dia.”
“Tapi bener juga. Aku sudah hampir ketagihan. Entah, mukanya itu lo bikin aku meleleh.”
Arum kembali tertawa.
“Kau beruntung bisa deket sama dia.” imbuh Gadis.
Dalam hati Arum mengatakan. “Anjay....beruntung. emmm iya sih betul. Haha”
“Kau gak over dosis?” tanya Gadis.
“Mungkin lama-lama iya. Bisa KO aku.”
Mereka berdua tertawa seraya masuk ke dalam kelas.
###
Siang datang, namun masih saja sejuk. Pada tahun itu Matahari tak terasa begitu terik. Panasnya biasa saja. Terlebih malang selalu menghembuskan hawa dingin menusuk tulang. Tak peduli pagi, siang atau malam. Suasana selalu sama. Dingin sekali.
Jam istirahat sekolah berbunyi keras. Semua siswa berhamburan keluar menyerbu Kantin. Jakapun sama. Dia nongkrong bersama teman-temannya. Arum yang sedang menuju kantin melintasinya.
Jaka memanggilnya.
“Hai....mau makan.”
“Salah...yeee.” Jawab Arum.
“Trus..... ”
“Lewat doang.”
“Aku mau mentraktirmu. ” kata Jaka.
“Oh ya. thank you. Sekarang? ”
“Gak, tahun depan. Ya iyalah rum sekarang.”
“Ok.”
Selama beberapa bulan. Rumor antara Arum dan Jaka telah berpacaran sudah menyebar sampai ke sudut-sudut sekolahan bahkan sampai ke lubang semut sekalipun. Seru sekali. Cicak-cicak di dinding ikut bersorak riuh mendengarnya. Tapi sayang, belom jadian.
Banyak yang iri dengan dekatnya Jaka bersama Arum. Terlebih mantan kekasih Arum. Si Herman, telinganya terasa panas,otaknya serasa mau meledak dan ingin memborbardir seluruh sekolah biar gak ada satupun yang bisa miliki Arum. Ya, Arum memang gak hits seperti cewek-cewek yang lain. Tapi kecerdasannya membuat Herman obsesi ingin memanfaatkannya untuk bisa juga mendapat nilai baik. Oh. Memang, orang jahat tak akan pernah menang.
Jaka dan Arum makan berdua di kantin sekolah. Gadis yang teramat ngefans dengan Jaka dan obsesi ingin jadi pacar Jaka melintasi mereka berdua.
“Aduh yang lagi kasmaran.” celetuknya.
“Mau?” tanya Jaka.
“Mau apa?”
“Ikut Kasamaran.”
“Hah.”
“Kok Hah.” tanggap Jaka.
“Kamu mau bikin aku ngerasain kasmaran Jak. Serius. Gak apa-apa deh aku jadi yang kedua.” tawar Gadis menggoda Jaka. Dia tersenyum.
“Ya sini gabung. Biar kamu ikut ngerasain apa yang kita rasain. Kan kalau kata orang ‘Ora melu mangan nongko tapi jibrat pulute.’ jadi kalau kamu duduk sini ikut deh rasanya apa yang kita berdua rasa.”
Pepatah jawa itu artinya. Gak ikut makan nangka tapi kena getahnya.
“Itu namanya bukan kasmaran tapi kaspirin..”
“Aspirin.” celetuk Arum menanggapi.
“Oh salah ya.” kata Gadis.
Arum tertawa. Jakapun tertawa lalu Gadis juga tertawa.
“Ya sudah selamat berenjoy saja. Aku go dulu.”
“Kemana?” tanya Jaka.
“Ya pergi sana.” Gadis menunjuk kursi kosong.
“Oooh kirain.”
“Kirain apa Jak?”
“Kirain go internasional.”
Gadis tertawa. “Adanya go pasar comboran.”
Pasar comboran adalah pasar loak.
Jaka tertawa. Pun Arum dan Gadis melambaikan tangannya untuk pamit pergi.
“Gosip tentang kita jauh ya. Udah sampai kemana-mana.”
“Emmmm....rasanya harus di wujudin deh.” balas Jaka.
“Mau kau Jak.”
“Situ gak mau?”
“Belum kepikiran Jak.”
“Ok ditunggu.”
“Sampai kapan mau nunggu?”
“Sampai janur kuning belum melengkung.”
“Kalo udah melengkung gimana?” kata Arum.
“Mudah. Di lurusin aja biar gak melengkung.”
“Ah kau ini. Bisa saja. Kalau tetap gak bisa di lurusin.”
“Di bakar biar rame.”
Arum tertawa. “Anarkis.” balasnya.
#####
Bel bunyi pulang sekolah berbunyi. Semua siswa mulai berhamburan keluar untuk pulang kerumahnya masing-masing. Sementara Jaka masih nongkrong di dekat pos satpam untuk menunggu Arum keluar.
“Waduh sudah jadian nih kayaknya.” goda si satpam.
“Emmm belum sih.”
“Tapi kalian bareng terus.”
“Bareng kan belum tentu pacaran pak. Tu Salim sama Idris berdua terus tapi gak pacaran. Kecuali mereka homo.” Jaka menunjuk dua temannya yang sedang berjalan keluar bersama. Salim dan Idris memang terlihat sering bersama kemana-kemana.
“Haha....Ya udah di pacarin aja. ” tawa satpam meledak.
“Sayanya mau pak tapi sananya belum mau.”
“Yah... cewek begitu namanya sok jual mahal.”
“Ya harus mahal pak dari pada murahan. Kan yang mahal itu lebih berkualitas.”
“Belum tentu.” balas pak satpam. “Nih sepatu mahal tapi ternyata bentar doang sudah rusak. Gak kualitas.”
“Ya bapak pakainya gak hati-hati. Coba kalau hati-hati pasti awet.”
“Ya sama sih cewek gayanya sok jual mahal eh ternyata berbeda.”
“Ya kan tinggal cowoknya pak. Kalau bawanya hati-hati trus di junjung tinggi tetep aja mahal. Kalo bawanya di bikin sembrono ya hancur pak. Bagaimanapun cewek kan lentur hatinya. Dia luwes.”
“Bahasamu jak. Kayak orang udah tau rasanya jatuh bangun.”
Jaka tertawa. “Oke bapak memang pengalaman tapi kan saya juga belajar dari orang lain pak.”
“Nyerah deh jak. Kalah ngomong sama kau.”
Jaka tersenyum.
“Tu dah dateng.” pak Satpam melirik ke arah arum yang sedang keluar gerbang.
“Pak pergi dulu ya.” pamit Jaka.
Pun Arum juga menaiki motor Jaka.
Rasanya hari itu semakin berbeda. Jalanan seolah menjadi altar mengiringi langkah mereka menuju singgasana. Rasa nyaman, tenang, damai saling menyergap satu sama lain. Rasa itu seperti tangan yang memeluk erat keduanya. Membuat Arum semakin dekat dengan Jaka.
Pun Jaka merasakan hembus nafas Arum. Aroma parfum Jaka pun menembus hidung Arum. Lagi-lagi Arum merasa mengenal parfum itu.
Arum sempat berfikir ulang dan ingin bertanya namun urung. Dia terbuai merasakan kenyamanan bersama Jaka.
Waktu terasa cepat. Jalanan lengang di tahun itu mempercepat laju motor Jaka. Tak banyak kata selama di perjalanan. Jaka memarkir motornya di dekat gang. Lalu dia turun untuk mengantarkan Arum sampai kerumahnya.
Sampai dirumah Arum. Terlihat pemandangan yang menyedihkan. Ayah Arum duduk dengan keadaan setengah teler akibat miras. Jaka terdiam mengekor di belakang Arum.
Ayah Arum berdiri menghampiri Arum. Lalu menarik tas Arum.
“Bapak jangan.” Arum memohon.
Ayahnya tak peduli. Dia mengambil dompet Arum yang berisikan uang hasil dia ngelesi si Jaka.
“Besok kau cari lagi.” katanya.
“Bapak jahat. Gak tau malu.” Arum menjerit.
“Pak tolong jangan seperti ini.” Jaka berusaha membela.
“Kau gak usah ikut campur urusan keluargaku.” katanya angkuh.
“Bagaimanapun saya teman Arum dan saya wajib membantu Arum.”
“Ah kau ini.” desah ayah Arum. Alih hendak pergi. Namun, jaka mencegahnya
Saat mencegahnya dengan memegang lengan ayah Arum. Ternyata Jaka malah mendapat pukulan telak dari ayah Arum.
Praaak.....
Tepat mengenai wajahnya. Lalu si Ayah Arum menambah lagi pukulan di perut Jaka.
Arum menjerit.
“Bapak hentikan.”
Seketika ayah Arum berhenti. Tanpa dosa dia pergi meninggalkan Jaka beserta Arum.
“Jak kau tak apa.”
Arum menyentuh pipi Jaka yang memar. Sementara Jaka memegangi perutnya yang sakit akibat di pukul Ayah Arum. Jaka memang sengaja tak melawan. Karena dia tidak ingin dianggap berani terhadap orang tua. Terlebih dia adalah orang tua Arum.
“Kau terluka Jak.” Arum mengambil sapu tangannya dan membersihkan pelipis Jaka yang robek akibat pukulan keras dari Ayahnya Arum.
Jaka hanya diam. Merasa prihatin Arum hidup dengan ayah yang keji dan gak tahu diri. Pandangan mata Jaka nanar. Dia ikut merasa sakit hati melihat Arum tersakiti.
“Jak kenapa kau diam?”
Jaka tersentak. Dia menoleh melihat wajah Arum yang terlihat tegar tanpa meneteskan air mata sekalipun. Entah mungkin air matanya sudah habis menangisi kelakuan ayahnya selama ini.
“Aku hanya senang kau memperhatikanku. Sepertinya aku harus terluka dulu. Baru kau akan mempedulikanku.” jawab jaka berusaha mengalihkan.
“Kau ini Jak. Dalam keadaan begini masih bisa bercanda.”
“Sebentar.” Arum masuk mengambil kotak p3Knya.
“Gak usah panik. Aku sudah biasa kayak gini.” Jaka keceplosan.
“Biasa..... ” Arum tercengung.
“Emmm maksudnya aku biasa berantem sama kakakku. ” jawab Jaka gagap.
Arum memicingkan matanya merasa curiga. Jakapun membuang muka tak melihat Arum. Takut ketahuan sejarah masa lalunya. Secara Arum bukan cewek bego yang akan diam jika mengetahui sesuatu.
“Sakit?” tanya Arum sembari membersihkan luka Jaka dengan revanol.
Jaka mendesah. Dia merasakan perih. Jaka memegang tangan Arum. Seketika mereka terdiam. Ini adalah pertama kalinya mereka benar-benar dekat dan Jaka pertama kalinya menyentuh tangan Arum. Selama ini meski sering bersama. Sungguh Jaka tak pernah kontak fisik dengan Arum selain saat menolong Arum ketika Jaka berantem di depan sekolah Arum. Sementara Arum saat itu tidak mengetahui bahwa itu Jaka. Arum hanya kenal aroma parfum dan sentuhan tangan itu.
Arumpun terdiam. Dia merasa pernah merasakan sentuhan itu.
“Arum. Biarkan aku menjagamu.”
“Kau tak bisa menjagaku. Tuhanlah yang menjagaku.” balas Arum.
“Setidaknya aku adalah utusan Tuhan untuk menjagamu.”
“Utusan.” arum tersenyum. “Kau bukan Nabi Jak.”
“jadi....biar aku jadi pacarmu saja.” celetuk Jaka.
“Pacar?” Arum tersenyum.
“Jika aku jadi pacarmu aku punya wewenang menjagamu.”
“Emang pemerintah punya wewenang.”
“Ya kau negaraku dan aku pemerintahnya. Jadi, aku punya wewenang atasmu. Tapi tenang aku tak akan mengaturmu cukup menjagamu saja.”
Arum kembali tersenyum.
“Kau pandai Jak. Sungguh pandai membuat aku takjub dengan pemikiranmu. ”
“Bagaimana? Sepakat?”
Jaka mengambil bolpoin dari dalam saku celananya. Jaka tidak pernah bawa tas. Di jaman itu pada tahun 1997. Anak SMA sangat hits dengan membawa satu buku yang di lipat dalam saku celana dan satu bolpoin saja. Mereka sangat sombong. Dipikir satu buku cukup buat 10 pelajaran.
Setelah mengambil bolpoin itu. Jaka menggambarkan sebuah cin-cin di jemari Arum.
“Eh apaan ini?” Arum terkejut
“Sementara ini dulu sebagai tanda cintaku padamu. Aku belum bisa beli yang asli. Nanti saja kalau sudah kerja.”
Arum tertawa. “Sinting.”
“Ini berliannya. ” Jaka menggambar segi empat. “Ini emas 25 karat.” kata Jaka setelah selesai menggambar.
“Paling banyak 24 karat.” celetuk Arum membenarkan.
“Kan sudah umum. Aku maunya yang gak umum.”
“Dasar sinting.” Arum tertawa.
“Deal. kau mau jadi pacarku?” tanya ulang Jaka.
Arum mengangguk. Jaka tesenyum dengan tatapan mata yang tegas.
“Catat Hari ini kita jadian.”
Saat itu tanggal 9 September tahun 1997 mereka resmi berpacaran.
Arum menerimanya berdasarkan apa yang dia rasa. Berbulan-bulan dekat si Arum semakin merasakan nyaman luar biasa. Secara diam-diam Arumpun merasakan sesuatu yang luar biasa. Yaitu Rindu. Sungguh rindu bukanlah siksaan. Namun perasaan manis yang dirasakan oleh seorang yang sedang jatuh cinta seperti mereka.
sejak hari itu. Jaka dan Arum semakin serinh bersama untuk melakukan banyak hal. Mulai dari tertawa lepas,saling memperhatikan satu sama lain. Belajar bersama, lari-lari bersama, bernyanyi bersama. Hari-hari mereka menjadi hari remaja penuh perasaan berbeda dari sebelumnya saat mereka belum bertemu dan itu adalah pengalaman pertama Jaka jatuh hati pada seorang perempuan.