Cahaya pagi mulai tampak. Berlarik-larik memecah gelapnya embun pagi. Menyekakan rasa hangat untuk kulit manusia di tengah dinginnya hawa pagi. Tak ada angin. Suasana begitu tenang mendamaikan hati semua insan. Sedamai hati Jaka. Kini ia yang biasanya datang terlambat dia justru berangkat pagi sekali. Sengaja. Dia ingin menjemput Arum di gang rumahnya.
Sekali lagi tanpa di undang. Jaka sudah bertengger di atas motornya menunggu Arum yang tak kunjung keluar dari gangnya. Sekitar 15 menit jaka menunggu diam mematung berharap apa yang dia tunggu muncul dengan cepat. Berselang kemudian.
Arum muncul dengan seragam putih abu-abunya yang rapi. Berbeda dengan Jaka, meski rapi tak terlewatkan dari lindasan setrika arang. Tetap saja bajunya tidak pernah masuk dengan sempurna.
Melihat Jaka bertengger di atas motornya. Arum terjekut.
"Jaka, kamu ngapain di sini?" tanya Arum.
"Emmm... nunggu siapa ya? Bidadari kali...."
"Jakaaaa...." Arum melirik.
"Nunggu bidadari yang nyasar jatuh ke bumi. Sekarang bidadarinya ada di depanku. Tuh, lagi lihatin aku."
Mendengar itu Arum tersenyum.
"Kenapa kamu tiba-tiba datang."
"Sudah aku bilang aku ingin memacarimu. Tapi nanti. Gak sekarang."
Arum lagi-lagi tersenyum.
"Yakin?"
"Katanya. Keyakinan mempengaruhi hasil yang akan di dapat. Jadi, aku yakin berhasil."
"Kamu gila jak," kata Arum seraya melemparkan senyum merekah dan juga tatapan mata yang penuh binar.
"Jangan diam saja. Keburu malam. Naiklah."
Arum terus tersenyum mendengar kalimat yang di ucapkan jaka. Jelas-jelas masih pagi dan datangnya malam masih harus melewati beberapa jam lagi. Tanpa penolakan Arum mau berangkat sekolah diantar Jaka.
"Kamu tahu kenapa aku tertarik padamu?"
"Kenapa?" tanya Arum.
"Karena kamu cantik."
"Lalu kalau aku tua dan keriput. Gak suka lagi dong."
"Emmmm....gak tau ya, lihat saja nanti. Kalau aku masih hidup."
Tentu saja kalau orang sudah mati gak akan bisa mencintai.
"Dasar Jaka."
Mereka berdua tertawa.
Sekitar 10 menit. Mereka sampai di sekolah Arum. Semua anak melihat Arum dengan tatapan entahlah. Iri, cemburu, aneh dan lain-lain. Secara seorang Arum, gadis biasa di sekolahnya tiba-tiba dekat dan diantar cowok tampan, dengan sepeda motor yang notabennya hanya di miliki oleh orang-orang dari kalangan atas pada zamannya itu.
"Sekolah yang rajin," celetuk Jaka.
"Memangnya kenapa?"
"Biar jadi orang sukses."
"Terus kalau sukses."
"Tentu kamu senang dong rum jadi orang sukses."
Arum tersenyum tipis. Tentu saja siapa yang tidak mau jadi orang sukses.
"Eits...jangan lupa," kata Jaka.
"Lupa apa?"
"Lupa ingatan. Bahaya kalau lupa ingatan, nanti pas aku jemput kamu sepulang sekolah. Lupa gi sama aku. Padahal aku gak mau kamu lupa sama aku."
"Jaka...." Arum lagi-lagi hanya tersenyum.
"Aku berangkat dulu. Nanti siang aku jemput." Jaka pamit.
Mereka berpisah sementara karena harus sekolah di tempat mereka masing-masing.
°°°°°
Siang kembali datang. Membawa sinar terik matahari. Arum yang ingat kalimat Jaka jika dia akan menjemputnya sepulang sekolah akhirnya memilih menunggu. Entah mengapa, tiba-tiba Arum merasa ingin lagi bertemu dengan Jaka. Melihat senyuman jaka, gayanya berseloroh dengan kata-katanya. Entahlah, Arum mulai merasa senang bertemu Jaka atau sekedar bercakap-cakap dengannya.
Hanya sebentar Jaka sudah sampai tepat di depan sekolah Arum. Yang lebih aneh, jaka membawa sesuatu di tangannya.
"Ini untukmu," kata Jaka.
Arum terkejut tatkala di dalam kardus itu adalah sepesang burung merpati.
"Apa ini Jak," Arum bingung.
"Burung merpati."
"Iya tau. Maksdunya buat apa?"
"Jaga dia, rawat dia. Bawa dia pulang ke rumahmu sampai kenal dengan rumahmu . Setelahnya aku akan mengambilnya."
"Lalu...."
"Biar dia bisa selalu menyampaikan kerinduanku padamu."
Maklum. Telefon saat itu sangat jarang. Hanya orang-orang tertentu yang memasang telefon.
"Jak, kita baru kenal. Kenapa harus rindu."
"Sebenarnya aku juga gak mau. Tapi aku tidak bisa mengusirnya."
"Heh...dasar Jaka."
"Jangan diam. Naiklah, keburu ganti tahun."
"Masih lama," balas Arum kesal dengan candaan Jaka sembari menaiki motor jaka. Secara masih bulan Mei untuk menuju desember harus melewati beberapa bulan lagi.
Hari itu berubah. Jaka yang biasanya dingin dan brutal menjadi selembut sutera. Dia lupa akan perjanjian di komunitasnya. Bahwa di larang jatuh cinta selama masih bergabung dengan komunitasnya. Bahkan, dia sendiri yang membuat perjanjian itu.
Jaka tidak pernah mengira dia bisa jatuh cinta. Awalnya dia memandang dunia lebih asyik di nikmati bersama teman daripada menghabiskan waktu bersama wanita. Lah....dogma itu berubah. Kabur bersama perasaan yang sekarang ada.
"Rum, itu hadiah dariku untukmu."
"Aku gak ulang tahun."
"Memang kapan ulang tahunmu?"
"31 desember," jawab Arum.
"Yes, akhirnya aku tahu ulang tahunmu." Kata jaka girang.
"Kamu mengecohku," kata Arum.
Jaka tersenyum.
Itulah proses Jaka mendekati Arum dan lupa akan janji-janjinya sendiri. Jaka telah terbuai dengan perasaan yang sudah menjalari tubuhnya. Mengalir bersama darahnya. Melewati jantungnya, menggetarkan seluruh venanya dan berubah menjadi perasaan gila tidak karuan. Arum mungkin masih biasa. Tapi dia mulai merasa nyaman berbincang dengan Jaka. Meski Arum tidak tahu Jaka memiliki latar belakang seperti apa. Anehnya, arum tak berusaha ingin tahu. Dia tidak pernah bertanya sesuatu tentang Jaka. Atau mungkin Arum hanya menganggap apa yang di lakukan jaka hanya musiman yang suatu saat dia akan bosan dan berubah menjadi tidak peduli padanya seperti cowok-cowok pada umumnya yang hanya bertahan 2-6 bulan menyukai ceweknya. Apapun itu. Burung merpati itu menjadi surprise untuknya. Arum berjanji menjaga dan melatihnya.