Suara lonceng sekolah telah berbunyi untuk dua kali . Pertanda jam istirahat telah tiba. Seperti biasa di jam istirahat Jaka selalu mengawali menuju kantin belakang sekolahnya untuk berkumpul bersama para gengsternya. Dia duduk seraya merokok. Memang kantin belakang sekolah selalu luput dari sorotan guru-guru. Banyak anak yang datang kesana sekedar mengisap rokok dan menikmati secangkir kopi. Bukan remaja SMA namanya kalau tidak pernah melanggar aturan.
"Bos,musuh kita kemarin banyak yang KO." kata Joni.
Jaka diam sejenak. Masih fokus menikmati rokoknya.
"Asal bukan kalian yang memulai membuat masalah. Jangan pernah takut." respon Jaka berwibawa.
Joni mengambilkan secangkir kopi yang sudah di pesan Jaka. Lalu meletakkannya di atas meja.
"Bos. Ada masalah lagi."
"Apa....?"
"Si Ferdi anak kelas 2 IPA 1 dia mulai melanggar peraturan."
"Peraturan apa?" Jaka penasaran.
"Beberapa minggu lalu dia deket sama cewek sekolah lain. Gara-gara itu dia selalu absen saat kumpul. Terlebih sudah mulai menjauh dari komunitas kita. Pasti gara-gara cewek itu yang memintanya untuk berhenti bergabung dengan geng kita. Asli, aku paling gak suka sama cewek yang ngatur hidup kita."
"Biarkan saja. Jika mau keluar dari geng kita. Masih banyak anggota lain."
"Boss...gak salah," Joni mulai merasa Ketua gengnya menjadi aneh. Biasanya dia akan segera bertindak jika ada gengnya yang mulai keluar dari komunitasnya.
Joni semakin curiga. Misi Jaka selama ini ingin membangun gengnya yang akan di kenal sepanjang masa mengapa jadi berubah. Tak ada semangat lagi dalam diri Jaka untuk mengibarkan bendera panji komunitasnya setinggi langit.
Merasa di tatap joni dengan pandangan menekan. Jaka berdiri dan pergi meninggalkan Joni.
Sesaat Jaka berdiri dan keluar dari Kantin. Tiba-tiba Guru BK bernama Pak Heri datang. Tanpa satu pertanyaan yang jelas dia menampar Jaka.
Ceplakkk....
Bekas telapak tangan pak Heri tersemat jelas di pipi kanan Jaka. Mendapat sikap tidak enak Jaka masih diam saja. Karena Jaka masih menghargainya sebagai seroang guru.
"Ikut aku," katanya sembari menyeret baju Jaka.
Jaka semakin emosi. Dia menarik tangan pak Heri dengan kasar.
"Bapak bisa bersikap lebih sopan. Meski saya seorang murid. Tetap saya manusia dan perlu di hargai." tandas Jaka memandang murka pak Heri.
Melihat itu. Pak Heri melepaskan tangannya dari mencengkeram kerah baju Jaka. Sementara Jaka terus mengikuti pak Heri masuk keruang BK. Tampak seorang anak cowok berseragam SMA babak belur dengan wajah robek-robek seperti bekas luka pukulan bersama seorang ibu dan bapaknya lebih terlihat seperti kedua orang tuanya.
Jaka terdiam memandangi cowok itu. Dia sungguh tidak mengerti ada masalah apa dia di bawa ke ruangan BK.
"Kau kenal dia?" pak Heri bertanya.
Jaka yang sedang duduk di kursi BK terus mengamati cowok itu dari ujung kepala hingga kaki. Jaka sungguh tidak kenal dengan cowok itu. Bahkan Jaka sangat mengenali satu persatu musuhnya.
Jaka menggeleng menjawab pertanyaan pak Heri.
"Jangan bohong," paka Heri berteriak keras sampai suaranya mengaung di ruangan BK.
"Kalau saya bilang gak kenal berarti memang saya gak kenal. Jangan memaksa saya untuk mengiyakan apa yang tidak saya ketahui." balas Jaka tetap tenang dan dingin.
"Dia membuat laporan jika kau yang telah memukulinya tadi pagi. Orang tuanya datang menuntutmu. Kau selalu saja membuat masalah Jak." ujar pak Heri dengan air muka meraung.
"Saya tidak merasa memukulinya." Jaka tetap mengelak.
Pak heri kembali menanyai cowok itu.
"Benarkah dia yang sudah memukulimu?"
Cowok remaja SMA itu mengangguk.
Tiba-tiba satu tamparan lagi meluncur ke pipi kiri Jaka. Pak Heri dengan kasar terus membuat sakit hati Jaka.
Jaka sekejap berdiri dan membalas memukul pak Heri yang sejak tadi berbuat kasar padanya.
"Saya sudah bilang. Hormati muridmu. Jika memang bapak ingin di hormati. Jika bapak kasar saya juga bisa kasar," Jaka terus berseru di ruangan BK. Hingga semua murid datang melihat kerusuhan itu.
"Kau selalu membuat masalah jak." teriak pak Heri.
"Kalau saya bilang tidak, berarti itu tidak."
Pak Heri kembali mencengkeram kerah baju Jaka. Beberapa guru turut datang dan memisahkan mereka berdua. Tanpa penjelasan Jaka keluar. Dia sungguh merasa tidak di hormati sebagai seorang murid. Semua guru hanya terdiam melihat jaka keluar. Beberapa guru memang tahu pak Heri selalu kasar dengan murid-muridnya bahkan terkadang tanpa alasan yang jelas.
°°°°°
Jaka bergegas mengumpulkan seluruh anggota gengnya di kantin belakang sekolah. Setelah kejadian rusuh di ruang BK itu. Jaka mengira ada salah satu anggotanya yang mengkhianatinya dengan membuat masalah dengan sekolah lain.
"Jon, kumpulin semua anak."
Joni segera meminta beberapa anak untuk memanggil anggota yang lain. Hanya hitungan beberapa detik. Semua sudah berada di dalam kantin.
Jaka duduk di atas meja dengan wajah wibawanya.
"Siapa yang sudah berkhianat?" Jaka berbicara seraya menundukkan kepalanya.
"Aku sudah bilang. Jangan memulai buat masalah dengan sekolah lain jika kalian tidak di salahi."
Suasana menjadi hening. Beberapa anggota terdiam dan saling lempar pandang.
"Siapa?" Jaka beranjak berdiri.
"Kau," Jaka mencengkeram baju salah satu anggotanya yang berada di dekatnya.
"Apa kau?" Jaka menuding anggota yang lain.
Semua terdiam.
"Jon, panggil cowok yang di BK tadi." Bergegas Joni memohon izin pada pak Heri untuk membawa cowok remaja SMA itu untuk datang ke kantin.
Pak heripun mengekor di belakangnya. Setibanya di Kantin. Semua anggota geng Jaka memandang cowok SMA yang melapor sudah di pukuli Jaka.
Jaka berjalan menghampiri cowok itu. "Coba ingat-ingat siapa yang memukulimu. Apa ada di antara mereka? Jangan takut," kata Jaka penuh wibawa.
Sesaat cowok itu memandang seluruh anggota jaka yang sekitar 20 orang itu. Dia perlahan berjalan melihat satu persatu memastikan orang yang sudah memukulinya.
Cowok itu ingat ketika di pukuli dalam keadaan setengah sadar dan anak yang memukulinya menyebutkan namanya Jaka. Cowok itu sungguh tidak tahu wajahnya dengan jelas karena dia memakai topi. Tapi cowok itu ingat gelang yang di pakai oleh anak yang sudah memukulinya. Saat itu cowok remaja yang babak belur itu di hajar dan dipukuli tanpa alasan jelas. Lalu di palak dengan paksa. Jaka sangat melarang perbuatan seperti itu di komunitasnya.
Perlahan dia berhenti di dekat seorang anak yang bernama Ferdi.
"Dia.... Ya dia yang sudah memukuliku," cowok itu berseru seraya menuding-nudingkan jarinya.
"Kau yakin?" Jaka mengulanginya. "Iya dia," serunya lagi.
Bergegas Jaka melangkahkan kakinya. Hentakannya begitu keras. Amarahnya telah meledak saat mengetahui anggotanya berkhianat dengan melakukan kejahatan atas namanya. Sementara dia melarang keras adanya anggota yang memulai dulu berbuat kejahatan.
Jaka memukuli ferdi berulang kali. Ferdi sempat membalas pukulan Jaka, dia juga sempat menendang Jaka hingga terdorong mundur dan jatuh.
Prakkk....
Tubuh Jaka dipukul oleh Ferdi menggunakan kursi duduk hingga kayu kursi duduk itu patah.
Jaka semakin berang. Dia kembali membalas dengan memukul perut ferdi berkali-kali sampai dia merasa sakit dan terakhir Jaka menendang Ferdi sampai dia jatuh tersuruk ke lantai.
Ferdi sudah babak belur. Jaka kemudian menyeret Ferdi ke hadapan pak Heri.
"Urus dia. Bukan saya pelakunya. Ingat pak, hargai muridmu jika bapak ingin dihormati juga. Jangan mentang-mentang bapak guru dan kami hanya seorang murid lantas bapak bisa berbuat kasar kepada kami. Kami akan diam jika memang kami salah, kami akan diam jika bapak memukul kami karena memang kami benar-benar terbukti bersalah. Jangan sembarangan membuat tuduhan tanpa bukti lalu berbuat kasar kepada kami. Saya, Jaka meski selalu berbuat onar. Tapi bukan saya yang memulainya. Kami hanya melakukan hukum aksi reaksi. Jika mereka yang memulai maka kami akan membalas."
Jaka mulai tenang. Bahwa dia sudah menunjukkan jika gengnya bukanlah anak-anak yang memulai membuat masalah kecuali orang lainlah yang lebih dulu membuat masalah dengan mereka. Ferdi telah mendapat hukuman langsung dari Jaka karena dia telah membuat kesalahan. Jaka benar-benar sudah menunjukkan komitmennya sebagai pemimpin geng yaitu untuk melindungi bukan untuk memukuli. Dia sangat tidak suka jika ada anggotanya yang memulai berbuat kesalahan dengan sengaja.
Jaka memandang tajam pak Heri. " Bawa dia," Jaka menunjuk Joni agar membawa Ferdi ke ruang BK.
Sesaat itu jaka tahu ada banyak anggotanya yang sudah mulai berkhianat dan melanggar perjanjian khusus yang sudah di buat sejak lama mulai dari untuk tidak jatuh cinta dan tetap memprioritaskan kepentingan geng dan juga tidak memulai membuat masalah lebih dulu.
Meski dia tahu. Dia sendiri telah melanggar janjinya sendiri untuk tidak jatuh cinta dengan seorang cewek sebelum dia lulus SMA. Jaka mulai lagi memikirkan Arum seorang cewek remaja SMA yang sudah membuatnya merasakan debar tidak karuan. Dia bahkan berfikir untuk menemuinya lagi secara diam-diam.