Benci merupakan perasaan terburuk dalam diri seseorang. Sebuah rasa sebusuk bangkai tak berupa. Sudah sejak lama kebencian dalam diri Akbar menyala-nyala saat kepergian neneknya akibat celaka saat bermain dengan Jaka.
Dulu ibu indri adalah wanita Karir yang selalu meninggalkan rumah. Kedua anaknya di titipkan pada neneknya. Yaitu ibu dari ayahnya. Sejak Akbar masih bayi dia sudah dekat dengan neneknya. Makan, minum susu, mandi bahkan tidurpun selalu dengan neneknya. Kasih sayang akbar kepada neneknya sangat luar biasa seperti nenek itu adalah ibunya sendiri.
Dulu Akbar dan Jaka seperti saudara yang lain. Saling sayang dan saling memperhatikan satu sama lain. Jikalau bertengkar itu hanya karena masalah sepele semisal rebutan mainan atau makanan. Seusainya mereka kembali berbaik seperti semula.
Akbar bahkan tidak pernah merindukan ibunya sendiri. Sedikitpun akbar juga tidak pernah menanyakan kabar ibunya pulang atau tidak pulang. Sudah pegi lagi atau belum pergi. Baginya ibunya tidak begitu penting karena akbar memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang sesungguhnya dari seorang ibu.
Waktu itu usia Akbar sekitar 11 tahun sementara Jaka masih 8 tahun. Pada hari minggu. Suasana rumah terbilang tenang. Di saat libur seperti itu mereka bermain bersama di depan rumah.
Sebuah rumah kuno dengan design jaman belanda yang masih melekat kuat. Rumah itu tinggi ada sedikit tangga sebelum sampai di teras rumah sekitar satu meter tingginya.
Nenek sedang duduk membuat jaket rajutan untuk mereka berdua.
Jaka dan Akbar bermain kejar-kejaran. Mereka berdua berebut mainan motor-motoran.
"Dek pinjam sebentar," kata Akbar.
"Gak mau, ini kan punyaku. Mas sudah punya mainan sendiri."
"Dasar pelit," kata Akbar. Lantas dia merebut mainan itu dan membantingnya.
Jaka berlari sembari menangis dan mencoba mengadu pada neneknya.
"Nek, mas nakal."
"Akbar gak boleh nakal sama adek. Harus ngalah ya."
Akbar merengut. Dia kesal, Jaka selalu di bela dan sebagai kakak dia harus mengalah tanpa dia mau. Dia terkadang membenci jaka karena sudah lahir di dunia. Jaka selalu mengambil perhatian neneknya dan membuatnya di anggap bersalah tatkala Jaka menangis dan mengadu.
Saat masih kecil. Jaka adalah anak cengeng. Sekalinya menangis dia tidak akan pernah berhenti.
Nenek saat itu masih meneruskan rajutannya. Dia memberikan jaka sebuah mainan yang lain. Tapi Jaka masih terus menangis. Dia kembali menemui neneknya dan mengajak neneknya bermain.
"Nek, ayo main."
"Nenek masih buat jaket untuk kamu sama masmu. Kamu main sendiri ya Jak."
"Enggak mau. Pengennya sama nenek."
"Sebentar," neneknya baru mencoba berdiri.
Tapi jaka justru berlari menggoda neneknya dengan mencabut kaca mata milik neneknya yang sejak tadi terpasang di kedua mata neneknya.
"Nek kejar aku," kata Jaka.
"Nenek gak bisa lihat Jak," neneknya berjalan tertatih.
Jaka berlari naik turun tangga. Sampai pada saat neneknya mencoba mengejar. Dia jatuh terpeleset. Kepala neneknya terhantam keras di lantai sampai darah mengucur deras. Membuat neneknya kehabisan darah dan meninggal dunia.
Sejak saat itu. Akbar membenci Jaka. Dia menganggap kematian neneknya adalah karena Jaka yang sudah mencelakainya.
Sementara itu. Ibunya belum bisa pulang dan malah sibuk dengan urusan pekerjaannya. Ibunya datang saat setelah neneknya di makamkan.
Setelah itu. Ibunya masih bisa pergi untuk meneruskan pekerjaannya. Akbar menganggap ibunya seorang pelacur yang selalu pergi dan jarang pulang. Akbar membenci Ibunya yang tidak pernah memberikan kasih sayang padanya sebagai seorang ibu.
Melihat kebencian Akbar. Tepat saat akbar sudah masuk SMA. Ibunya memilih untuk keluar dari pekerjaannya dan mengurus rumah tangganya kembali ke kodrat asalnya menjadi seorang ibu.
Meski telah berusaha berkorban. Tetap saja, waktu tidak akan pernah kembali. Masa-masa akbar membutuhkan kasih sayang seorang ibu sudah terlewatkan. Dia tetap membenci ibunya.
Sementara Jaka berusaha menghargai pengorbanan ibunya yang rela bersusah-susah mengurus pekerjaan rumah tangga yang begitu melelahkan di banding bekerja menjadi seorang wanita karir. Karena Jaka mendukung ibunya. Akbar semakin membenci Jaka lebih dari dia membenci jaka atas kematian neneknya.