Pertemuan itu masih menjadi bayangan untuk Jaka. Dalam hatinya sungguh sangat ingin bertemu Arum. Namun, keadaan memaksanya untuk tidak bertemu dengan Arum di kondisi yang sedang kacau saat itu. Orang sipil dan Abri saling menyalahkan. Jakapun mengalami kebimbangan. Seolah jalan yang dia ambil untuk menunjukkan keapda orang-orang bahwa dia adalah orang yang berguna kini telah salah. Terutama Arum yang menganggapnya begitu. Arum sangat membenci Jaka dengan alasan Jaka adalah Rezim. Oh itu mengerikan. Sementara Jaka hanya melakukan apa yang harus di lakukan.
Hingga tibalah saatnya Soeharto bemar-benar turun. Semua mahasiswa saat itu bersorak gembira riuh atas turunnya soeharto. Tahun demi tahun berlalu. Keadaan sudah lebih baik. Tidak adalagi orasi dari mahasiswa yang memenuhi jalanan.
Jaka tetap pada tugasnya. Dia adalah seorang tentara. Mengingat keadaan sudah membaik. Dia berusaha mencari Arum kembali ke kampus tempat Arum kuliah. Sesampainya disana ternyata Arum sudah sejak lama lulus dan meneruskan kuliah untuk keluar negeri.
Saat itu Jaka berkesempatan menjadi salah satu prajurit yang dikirim ke Kongo. Sebelum keberangkatan Jaka Kongo sempat dia mencari info dimana Arum meneruskan kuliah S2nya dengan beasiswa.
Pada tahun 2003 Jaka pergi ke Kongo dan saat mendapat cuti dia pergi untuk mencari Arum.
Berangkatlah Jaka ke Belanda,Netherlands. Dimana tempat Arum meneruskan gelar Magisternya. Jaka sudah mencatat lengkap alamat Arum tinggal. Tanpa banyak tanya dja segera meluncur ke tempat Arum tinggal.
Arum tinggal di sebuah kota dekat dengan kampusnya yang berada di Groningen. Sesampainya di tempat Arum tinggal Jaka segera mengetuk pintu. Arum tinggal di sebuah Apartement kecil yang biasanya di tempati para Mahasiswa dari luar negeri netherlands.
Jaka memencet bell. Beberapa saat keluarlah seorang gadis bule.
“Hi....” kata Jaka.
“Can i help you?” tanya gadis bule itu.
“I looking some one. She is one of student from indonesia. ”
“Oh...Who is that? ”
“Arum.”
“Oh... Arum. Yes, i know Arum.”
Mendengar itu jaka benar-benar merasa lega luar biasa. Tak sia-sia usahanya mencari Arum ke Netherlands di masa cutinya yang terbatas itu.
“Would you take me to meet him?”
“Oh. Of course.”
Jaka diajak gadis itu untuk menemui Arum. Jaka masuk ke dalam apartement tersebut menuju kamar Arum.
“This is Arum's room.”
“Thank you.”
Jaka memandang gadis itu sebelum pergi.
“What's your name?” tanya jaka pada gadis itu.
“Maria.”
“Thank you Maria.” jaka tersenyum manis.
“You're welcome.”
Dengan mengambil nafas panjang Jaka mengetuk kamar Arum.
Tok...tok...
“Yes, wait.” teriak suara Arum terdengar dari dalam.
Cklek....
Melihat siapa yang ada di depan pintu. Arum terkejut setangah mati. Pria dari masa lalunya berdiri tegak melihatnya. Suasana benar-benar berubah seketika seperti reruntuhan salju membekukan mereka berdua. Mereka hanya saling lempar pandang sampai beberapa detik berlalu.
“Kau, jak....” kata Arum lirih.
Jaka hanya tersenyum.
“Untuk apa kau kesini?” tanya Arum dengan nada ketus.
“Aku mencarimu.”
“Dari indonesia?”
“Dari Kongo.”
“Dalam rangka apa ke Kongo.”
“Tentu saja dalam rangka penugasan.” Jaka masih berdiri di depan. “Apa kau tidak ingin mengizinkanku masuk.”
“Oh....masuklah.”
“Kuliah di sini?” tanya Jaka.
“Enggak.”
“trus ngapain?”
“Jadi artis.” jawab Arum ketus.
“Wah ketemu artis dong aku.”
Arum hanya diam sembari menyiapkan minum untuk Jaka.
“Kau masih mengingatku?” tanya Arum.
“Dunia mungkin boleh berubah, umurku juga semakin bertambah. Tapi aku tidak pernah bisa melupakanmu. You're my golden memorie.”
“I don't believe.”
“Kau boleh tidak percaya. Tapi biarkan malaikat yang mencatat”
Arum melirik.
“Kalau aku berbohong aku bakal....” kata Jaka menggantung.
“Bakal apa?”
“Bakal jadi pinokio.”
“Ya kali hidungmu dari dulu panjang.” celetuk Arum melirik Jaka.
Jaka menyentuh hidungnya yang mancung.
“Ya kamu pesek.” balas Jaka tersenyum melengkung sempurna.
“Gak apa-apa yang penting manis.”
“Ya udahlah berarti match. Saling melengkapi.”
“Siapa....?”
“Gak tau siapa. Pak haji sama bu haji kali.”
“Gak berubah.” gerutu Arum.
“Sama.”
“Apanya?”
“Perasaanku ke kamu.”
Arum sudah tidak bisa menahan senyumnya lagi mendengar celotehan Jaka.
“Sejak kapan kau punya cita-cita jadi tentara.”
“Sejak belum lahir. Sudah di tulis di lahul mahfuz.”
“Tetep aja. Itu sudah pasti. Jawab yang lainnya.”
“Gara-gara kamu.”
“Kurang jelas. Ada jawaban lain.”
“Supaya bisa hidupin kamu.”
“Hidupku karena Allah bukan karena kamu.”
Jaka tersenyum.
“Ya kan aku di ciptain Allah buat perantara supaya hidupin kamu.”
“Hidupin apanya? Kalau aku gak hidup, sekarang udah mati.”
“Nafkahin kamu rum.” jawab Jaka lembut seraya memandang tajam Arum dengan tatapan penuh ketulusan.
“Oh.. .” Arumpun terhenti sampai di situ. “Tidur dimana kamu nanti?”
“Mudah, nanti di masjid.”
“Hah...di sini gak ada masjid dong dong. Adanya gereja.”
“Ya udah tidur di gereja.”
“Dasar orang aneh.”
“Sejak lama aku jadi orang aneh.”
“Memang.”
“Tapi kamu suka.”
“Enggak.”
“Kamu udah punya cowok?” tanya Jaka penasaran. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu.
Arumpun diam membisu.
“Jangan bilang kamu sudah punya cowok rum.” Jaka sempat merasa terpukul dengan asumsinya sendiri melihat ekspresi Arum yang hanya diam seolah enggan menjawab.
“Kamu sudah makan?” Arum mengalihkan. “Kamu bisa tidur di sini nanti malam daripada di hotel. Tapi tidur di bawah. Awas kalau macem-macem.”
Jakapun hanya diam. Karena dia masih terhanyut dalam asumsinya sendiri. Arum seolah menggantungkan harapan Jaka.
######
Malampun sudah tiba. Saat itu belanda memasuki musim dingin. Salju sudah mulai turun walau tidak lebat. Suasana semakin membeku, begitu juga hati Jaka. Diamnya arum akan pertanyaan Jaka siang tadi membuat perasaan Jaka menjadi beku dan dingin.
Jaka hanya duduk memandangi taman di luar dari balik jendela kamar Arum. Sementara Arum membuatkan masakan untuk Jaka dan juga jahe hangat utuk menghangatkan tubuh Jaka.
“Apakah jahe hangat cukup membuatmu hangat atau minta yang lainnya? ” pertanyaan Arum mengagetkan Jaka yang sejak tadi melamun saja.
“koktail.” jawab Jaka singkat.
“Tentu saja miras lebih menyenangkan untukmu. Kau sejak dulu memang sudah kenal minuman itu.”
“Semua pemuda pernah nakal tapi aku berbeda.”
“Bedanya?”
“Aku masih ingat sholat.”
Arum tersenyum tipis.
“Meski setahun dua kali. Pas lebaran idul fitri dan idul adha haha.. .” Jaka tertawa.
“Dasar sinting.” Respon pendek Arum jengkel.
“Apa kau tidak mau mengajakku mengenali belanda lebih jauh lagi. Kau tega membiarkan pemuda tampan sepertiku membeku di sini.”
“Di luar dingin. Apa kau kuat?”
“Aku kan lahir di london.”
“Sejak kapan?” Arum terus memancing perkataan Jaka. Karena pasti jawabannya menarik dan menjengkelkan.
“Sejak aku katakan tadi.”
“Kau itu benar-benar menjengkelkan.”
“Lebih tepatnya cerdik.” Jaka tersenyum tipis seraya menyeruput jahe hangat buatan Arum.
“Ini makan dulu.” Arum menyodorkan sepiring nasi goreng untuk Jaka dan dia juga membawa sepiring lagi untuk dia makan sendiri.
“Gak makan di luar?” Jaka menawarkan untuk makan di luar agar mereka punya Q-time.
“Simpan saja uangmu untuk pulang. Makan di luar mahal. Orang Belanda jarang makan di luar jika tidak sedang ada acara party.”
“Aku ingin party sama kamu.”
“Jak....makan dulu.”
#####
Usai sudah makan malam bersama di apartemen Arum. Jaka terus mengajaknya keluar karena benar-benar ingin berjalan di luar melihat tumpukan salju yang menghiasi jalanan.
Meski agak merasa canggung setelah sekian lama tidak bertemu. Arum mencoba biasa saja. Sejujurnya dia juga sangat rindu akan kehadiran Jaka selama ini. Sejak menghilangnya Jaka waktu itu.
Menyisiri jalanan yang bersalju dengan sepeda membuat suasana sedikit menghangat. Jaka menbonceng Arum di tengah dinginnya salju untuk menepis kecanggungan yang ada dia terus memulai pembicaraan di saat Arum mulai diam.
“Inilah yang indah dari Belanda. Bisa bersepeda dengan seseorang yang istimewa.”
“Kenapa dulu kamu pergi tanpa pamit?” Arum mencoba menguak segala luka masa lalu yang terpendam.
Jakapun diam.
“Jak kenapa?” nada suara Arum meninggi.
“Aku tahu. Kalaupun aku menjelaskan sesuatu kau tetap akan membenciku. Kalaupun aku berusaha menemuimu lagi, kau akan tetap mengusirku.”
“Jadi....kau lebih memilih menjauh dariku dan menghilang begitu saja.”
Jaka diam.
“Berhenti.” kata Arum.
Jakapun menghentikan sepedanya. Arum turun dan berjalan menuju sebuah taman kecil pinggiran jalan kemudian duduk di kursi taman tersebut. Jakapun mengikuti langkah Arum untuk duduk di kursi tersebut.
Setelah duduk. Jakapun tetap diam seraya memandangi sekitar. Sementara Arum melihat Jaka yang tidak melihat wajahnya.
“Jak.....” panggil Arum. Jakapun menoleh seraya mengangkat alisnya.
“Kenapa kau dulu meninggalkanku?” Arum mengulangi pertanyaan yang sama.
“Aku sudah jelaskan tadi.”
Jaka mengambil surat yang pernah di kirim Arum melalui burung merpatinya.
“Ini.....” Jaka menunjukkan pada Arum.
Arumpun hanya diam.
“Maaf ya rum. Aku sudah membuat kesalahan besar dengan membohongimu. Aku memang bukan pemuda yang baik saat itu. Tapi, aku juga tidak punya keberanian untuk menunjukkan siapa diriku sebenarnya. Karena, aku tahu kau tidak akan mau mengenalku jika kau tahu aku adalah pemuda bajingan di kota kita. Pelopor preman dan pembuat onar.”
“Padahal andai kau jujur aku bisa memahami itu. Cinta tidak peduli darimana dan siapa orang itu. Bagiku cinta sudah cukup untuk menjelaskan kejujuran hati.”
“Maafkan aku rum. Aku terlalu kalut saat itu.”
“Aku pikir justru kau yang marah padaku atas perkataanku saat itu.” Arum menunduk seraya memejamkan mata.
“Untuk apa marah padamu. Aku sedikitpun tak bisa marah padamu.”
“Jak kau tulus?” tanya Arum.
“Untuk apa aku jauh-jauh kesini jika bukan untuk menemuimu.”
“Kau tidak punya cewek?” tanya Arumpun juga penasaran.
“Sejak saat itu, aku sudah lama tidak pacaran. Banyak sih yang mau, tapi aku tidak mau. Mereka semua tidak ada yang cocok denganku. ”
“Sombong.” Arum tersenyum.
Beberapa saat kemudian ada seorang pria bule datang menemui Arum.
“What are you doing?” tanya pria bule itu.
Melihat kedatangan pria bule itu. Jaka terkejut. Pun arum juga sama terkejut. Ekspresi muka arum agak gugup.
“William....” eskrepesi wajah Arum mendadak pucat pasi.
Pria bule itu memandang Jaka.
“Who is he?” tanya William itu.
“He is my friend.” jawab Arum.
Mendengar itu. Asumsi Jaka yang sejak tadi di apartement Arum kembali mencuat. Dia berfikir jika pria bule itu adalah kekasih Arum di Belanda.
Jaka menyodorkan tangannya. Lalu William menerimanya.
“Jaka.” kata Jaka.
“William.” sebaliknya balas William.
“Ok. I will come back. Please don't to late.”
William meminta Arum jangan terlarut malam untuk segera pulang.
“Oke....”
“Bye....schat.” pria bule itu membelai lembut rambut Arum dan pergi.
“Schat....apa itu?” tanya Jaka.
Arum diam sembari menarik nafas panjang untuk menjawab itu.
“Darling.” jawab Arum dingin.
Jakapun menghela nafas panjang pertanda kecewa. Jaka mengatupkan kedua tangannya mengusap wajahnya berkali-kali seolah ingin menahan tetesan air matanya yang hampir saja menetes.
Mendengar perkataan Arum Jaka merasakan hatinya terhujam pisau lalu terobek-robek hingga terluka berat. Bagaimana tidak, Seseorang yang dia pikirkan selama ini sudah menjadi kekasih orang lain. Sebagai seorang cowok sejati, dia tidak ingin merusak hubungan orang lain.
“Selamat. Semoga kau bahagia.”
Kata Jaka lalu dia bediri dan beranjak pergi.