44. Album Foto Itu
44 // Album Foto Itu
"Sampai jumpa," kata Clara sedih, "sampai bertemu lagi. Hati-hati."
Ara melambaikan tangannya.
"Nanti hubungi kalau sudah sampai," kata Fabian.
"Aku akan hubungi. Tapi aku akan mengganti nomor teleponku. Semua kontak kalian akan kuhapus juga. Aku ingin memulai hidup yang baru." Ara tersenyum melihat wajah kecewa teman-temannya.
Clara tertegun sejenak lalu menepuk bahu Ara. "Semoga berhasil. Kami yang di sini terus mendukungmu."
Ara memeluk Clara. "Baru pertama kalinya aku melihat sahabatku menangis." Clara menangis tersedu-sedu. Ara adalah satu-satunya sahabat perempuannya. Karena Ara, dia ingin pergi ke sekolah dan bersosialisasi dengan orang lain. Sebab itulah, Clara sangat sedih.
"Dasar cengeng," cibir adik Fabian.
Ara melepas pelukan itu dan meninggalkan ketiga orang itu.
????????????
Tengah hari. Terik matahari membakar tubuh Clara yang sedang terkapar di ruang tamu. Ada rasa tidak rela melepaskan Ara. "Apa dia sanggup? Tempat itu asing untuknya. Bagaimana jika dia dirampok? Dia tidak punya apa-apa lagi."
Ervin masuk ke dalam rumah Clara bersama Fabian. "Hai, Clara. Ada apa denganmu?"
"Seperti induk ayam yang kehilangan anaknya," ejek Fabian. Clara memasang tampang garang.
"Di mana Ara?" tanya Ervin. Fabian dan Clara baru teringat kalau Ervin tidak ikut mengantar Ara.
"Ara pergi," kata Clara.
"Apa? Ke mana?"
"Bern. Tadi pagi kami mengantarnya." Fabian menatap Ervin dengan tatapan aku minta maaf.
"Wah, kalian jahat sekali tidak memberitahuku." Ervin terlihat kecewa. "Dia bahkan belum menjawab pertanyaanku."
"Kamu menembaknya?"
Ervin mengangguk.
Fabian menepuk bahu Ervin dengan kuat. "Ternyata kamu berani juga. Aku pikir kamu pengecut."
"Apa katamu?"
Fabian menutup mulutnya sambil menggeleng.
"Aku ingin menelpon sebentar." Ervin ke luar dan menelpon seseorang. Bahasa yang digunakannya bukanlah bahasa Indonesia.
Fabian dan Clara saling bertatapan. "Apa dia marah?"
????????????
Ara sampai di Bern dengan badan yang pegal. Walau begitu, hatinya tetap gembira. Sambil menghirup udara segar, dia melangkahkan kakinya keluar dari bandara, hendak pergi ke kampusnya.
"Nak Ara?" tanya seorang ibu yang sedang memegang papan nama. Ibu itu terlihat muda. Mungkin umurnya 40 tahun ke bawah.
Ara menatapnya bingung.
"Oh, benar. Kamu sama persis dengan yang di foto." Orang itu berbicara dalam bahasa Indonesia dengan pelafalan yang cukup baik. "Saya Andrea Müller. Seseorang meminta saya untuk mengatur hidup Nak Ara."
"Eh?"
"Jangan sungkan. Saya selalu ingin seorang anak perempuan. Dengan Nak Ara di rumah saya, keinginan saya dapat terpenuhi." Ibu itu tersenyum ramah pada Ara.
Ara mengikuti ibu itu dengan pasrah.
"Rumahku dekat dengan University of Bern. Itu tempat Nak Ara sekolah, kan? Bukan, apa kata yang tepat... kuliah? Itu tempat Nak Ara kuliah, kan?" Ibu itu memasuki sebuah mobil berwarna hitam dan mengendarainya.
Ara mengangguk mengiyakan.
"Kamu masih sangat muda tapi sudah kuliah. Großartig!"
Ara menatap ibu itu bingung.
"Oh, itu bahasa Jerman dari hebat. Nanti saya akan mengajarkannya pada Nak Ara. Bahasa Jerman mudah, pasti cepat dikuasai." Ibu itu menghentikan mobilnya ke sebuah rumah dua tingkat yang cantik. "Herzlich willkommen! Das ist mein Haus."
Ara menatap rumah itu dengan mata berbinar-binar. "Cantik sekali."
Ibu itu tersenyum dan menarik tangan Ara memasuki rumah itu. Lantai pertama digunakan sebagai toko bunga. Karena itulah aroma bunga menyambut indera penciuman Ara saat memasuki rumah itu.
"Ayo, kamarmu di lantai dua."
????????????
Fabian berkutat dengan album foto, mencoba membukanya.
"Masih belum bisa?" tanya Clara. Ervin ikut memperhatikan.
Cklek
"Berhasil," serunya. Album foto itu akhirnya terbuka. Ervin dan Clara mendekat untuk melihat isi album foto itu.
"Ara lucu sekali saat kecil," seru Ervin gemas, "apalagi saat sedang makan es krim."
"Di foto ini Ara sangat dekat dengan Bella." Fabian menunjuk sebuah foto.
Clara terdiam.
"Sekarang aku tahu siapa laki-laki yang menyuruh Ara pergi ke Bern," ucapnya. Ervin dan Fabian menatapnya. Clara menunjuk sebuah foto.
"GERALD?!"
"Kamu ingat pernah menyebutkan rumahmu di Bern, Vin? Saat itu Gerald ingin pergi ke sana." Clara menjelaskan. "Beberapa waktu yang lalu, Ara menceritakan mimpinya. Dia bertemu dengan seorang laki-laki. Laki-laki itu adalah Gerald."
"Astaga, ini tidak bisa dipercaya. Ternyata selama ini Ara adalah adik Ervin," seru Fabian.
Ervin berjalan keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa sambil menelpon seseorang. "Apa dia sudah bersamamu?"
????????????
@silviagina makasih sudah mampir dan baca ceritaku ini :)
Comment on chapter 1. Ara & Bella