Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

Sehari setelah pengunguman kemenangan Jerish dalam kompetisi di Praha, Jerish Consta menduduki head news di berbagai surat kabar Austria. Mengaggumkan. Tak hanya berita soal kemenangan di kompetisi bergengsi, kabar-kabar burung pun ikut menjadi bayang-bayang tak terpisahkan dari surat kabar manapun.

Tentu jadi hal wajar apabila gosip tak penting pun dipermasalahkan bagi kehidupan keluarga yang berpengaruh pada dunia politik, seni, dan ekonomi dunia. Media apapun, tujuan jurnalistik hanya mencuri perhatian masyarakat. Sebaliknya, bagi fans sejati orang yang beritanya diangkat di media massa itu jadi hal yang membangkitkan emosi. Begitu pula gadis yang satu ini termasuk orang yang dibangkitkan emosinya. Meskipun dalam maksud tertentu.

“Kau ini sinting atau apa sih!?" seru Kenan.

Jerish yang duduk di kamarnya sambil melihat buku score dengan santai melompat kaget melihat Kenan yang tiba-tiba muncul di rumahnya, di depan pintu kamarnya. Terlebih lagi dengan jeritan yang memekakan telinga.

“Kenapa tiba-tiba kau datang kemari? Lagipula, kau tahu darimana aku ada di Dornbach–pinggiran kota Vienna, jauh dari keramaian kota?? Ini minor house[1] pribadiku...”

 “Townhouse-ku juga ada di Vienna! Kenapa kepalamu. Tak habis pikir aku kira kau hanya memainkan lagu itu saja, nyatanya kau malah –“

“Mengucapkan selamat ulang tahun? Ada yang salah dengan itu?”

Kenan bersandar pada pintu yang tadi terbuka dengan cara terbanting keras. Tangannya menutupi wajahnya karena frustasi.

“Aku sungguh tak paham dirimu, Jerish.” Kenan menghela nafas. “Pertama, aku tak mengerti kenapa kau tak menyukai perempuan lain saja. Kenapa malah aku yang seperti es batu ini? Apa bagusnya aku sehingga kau keras kepala terhadapku?? Kedua, aku tidak mengerti kenapa aku malah diantarkan pelayanmu ke kamarmu waktu aku datang?? Ketiga, kenapa kau ada dimana-mana?? Keempat, aku benar-benar tak mengerti mengapa kau bisa mempersilahkan dirimu jadi bahan gosip berhari-hari dengan mengatakan hal itu di depan umum. Untungnya aku akhirnya bisa ke rumahmu untuk mengomelimu meskipun harus menunggu delapan hari.” Kenan terdiam sejenak untuk mempersiapkan diri. “Kau itu seperti laki-laki yang sedang –“

“Melamarmu?” kata Jerish dengan senyuman menggodanya. Mendengar ucapan Jerish yang santai membuat wajah Kenan panas. “Ya, syukurlah kau mau datang menemuiku. Apa aku sudah mengganggu pikiranmu terus?”

“Otakmu masih saja korslet!!” jeritnya.

Perasaan Kenan campur aduk. Karena tak tahu lagi yang mana yang bisa diekspresikan, Kenan memilih lari. Sayangnya, kaki Jerish lebih panjang untuk mengejar langkah mungil Kenan. Sebelum sampai ke pintu depan, Jerish menangkap tangannya dan secara keseluruhan menghentikan langkahnya.

“Jangan lari lagi. Sampai kapan kau mau lari?” Jerish serius. “Lihat aku.”

Kenan menunduk dan terus menunduk. Ia tak mampu mengangkat wajahnya yang merah padam. Bukannya malu pada orang lain–karena semua pelayan tahu diri dan segera menyingkir dari sana–tapi pada Jerish yang tak kunjung mengedip.

“Aku serius sekarang. Aku bersedia menunggumu selamanya tapi aku tak mau kau lari terus. Lari dari apapun, Kenan,” sergah Jerish yang mempererat genggaman tangannya. “Jangan lari dariku juga.”

“Kenapa aku lari darimu?”

“Berbaliklah. Katakan, katakan dengan jujur. Apa kau masih membenciku seperti dulu? Apa perasaanmu padaku masih belum berubah? Apa sama sekali tidak ada tempat di hatimu untukku?”

Jantung Kenan seakan-akan hendak loncat mendengar pertanyaan tepat sasaran dari Jerish. Kenan mengunci mulutnya supaya semuanya tidak akan terbongkar.

“Kalau memang iya, sepertinya aku memang harus menunggumu seumur hidupku ya –“

“Kenapa kau tidak pergi ke lain hati saja, Jerish? Masih banyak perempuan lain yang lebih cocok untuk bersanding denganmu! Tentu bukan –“

“Itu tidak menjawab pertanyaanku, Kenan Grace!”

Gigi Kenan gemelatukan. “Aku, aku –“

“Aku hanya senang karena kukira kau sudah membuka hatimu,” tangan Jerish melemas sehingga pegangannya terlepas, “karena kau sudah melihat mataku dan tidak memanggilku Consta[2] lagi.”

Tangan Kenan menutupi mulutnya lagi dengan erat. Seerat yang ia bisa untuk menahan dirinya untuk menjerit.

“Kau tidak punya pengganti bagiku, Kenan.” Secara spontan Jerish memeluk Kenan dari belakang. “Aku tak peduli apa kata orang. Yang kulihat hanya kau. Kau yang mengomel melawan keisenganku, kau yang serius memperjuangkan temanmu, kau yang tertawa demi sahabatmu, kau yang memukau ketika bermain violin, kau yang menangis karena merasa kehilangan. Bahkan kau yang merona ketika malu.”

Sejenak ruang tengah menjadi hening. Kedua orang itu tidak bergeming meskipun jarum jam terus berdetik. Jerish terhanyut perasaan sehingga tak melepas pelukannya, sementara Kenan mematung karena menyerah.

“Ah, maaf.” Jerish yang baru tersadar menyentakkan tubuh Kenan untuk menjauh darinya. “Perkataan dan perbuatanku pastinya sudah keterlaluan. Maaf.”

Jerish membalikkan badannya dengan siratan ekspresi pedih.

“… kau mau meninggalkanku juga, Jerish?” tanya Kenan tiba-tiba membuat langkah Jerish terhenti. “Setelah datang lalu pergi seperti ibu dan ayahku, serta Lena?”

Jerish menoleh ke arah Kenan. “Aku tak akan –“

“Aku sendiri tak mengerti dengan diriku. Aku tak tahu alasanku hidup. Aku tak tahu alasanku hidup memisahkan diri dari keluarga Challysto yang perhatian. Lama kelamaan aku juga tak tahu tujuanku bermain biola lagi. Aku menganggap semuanya telah berakhir.” Kenan terdiam sejenak. “Aku hanya tak mengerti kenapa kau bisa menerima perempuan macam ini.”

Jerish menghadapkan dirinya pada Kenan lagi. “Memangnya kau perlu alasan apa untuk menerimaku dalam hidupmu, Kenan Grace Challysto?”

Kenan lagi-lagi hanya bisa menutupi seluruh wajahnya dengan tangannya yang gemetaran. Kepalanya menggeleng-geleng lemah.

“Sudahlah. Aku tak tahu harus bicara apa lagi.”

Jerish mengangkat alisnya ketika melihat Kenan berjalan pergi ke pintu depan tanpa sekalipun menoleh lagi kebelakang. Mulutnya terkatup erat ketika melihat kaki yang berjalan dengan goyang itu meninggalkannya seorang diri.

 

 

“Ei, ei, Ken. Hali ini kenapa datangnya syole syekali? Apa kau akhilnya belmain biola di syekolahmu?” tanya Lena dengan wajah ceria.

Kenan menggeleng. “Tidak. Aku sudah mengatakannya berkali-kali. Aku hanya bermain violin untukmu saja, Lena.”

Lena menghela nafas. “Padahal syemua olang akan syenang kalau mendengalmu belmain, Kenan.”

“Cukup kau saja yang senang.”

Lena menelengkan kepalanya. “Ya syudahlah. Kelas kepala syelalu. Ah, Kenan mau main lagu itu untukku, tidak?”

“Lagu apa?”

“Cyello concelto nada b atau d apa itu ya dari boche, boche –“

“Boccherini?

“Iya itu!”

Alis Kenan berkerut. “Kau kan tahu aku hanya bisa bermain violin. Nadanya terlalu berat untuk violinku.”

“Jadi tidak bisya ya? Syayang syekali.”

“Maaf kali ini aku benar-benar tak bisa bermain lagu yang sangat ingin kau dengar.”

 

 “Maaf, Lena,” sergah Kenan putus asa ketika mengingat saat itu bersama Lena.

“Kau di sini?” tanya seseorang tiba-tiba. “Kenapa kau diperbolehkan masuk kemari terus, ya? Yah, semua staf kesehatan di sini memang baik sih.”

“Kau sendiri, kenapa ada di sini, Ryan? Kau menyusulku kemari?”

Ryan mengangkat tangannya. “Lama tak bicara berdua saja ya.” Dengan santai Ryan duduk di sebelah Kenan. “Kalau boleh jujur, waktu mom bilang kau kemari untuk libur sejenak, aku ingin menyusulmu. Tahu tidak, akhir-akhir ini aku teringat dengan kelakuanmu dulu. Kau sungguh lucu ketika mengerjaiku kebakaran di toko musik, di bandara, dan ketika memilihkanmu rumah.” Kenan menoleh. “Lalu bagaimana kau di Brokeveth dan ketika pesta dan lainnya lagi.”

“Katakan saja kenapa kau ada di sini, Ryan.”

Tanpa mempedulikan atap rumah sakit yang kotor karena debu, Ryan tidur terlentang. Matanya melihat ke arah awan Inggris yang cerah.

“Tak terasa waktu cepat sekali berputar. Dulu di toko musik kecil itu kau dengan lucunya belajar violin dariku. Banyak kejadian pahit dan manis yang terjadi–tetapi lebih banyak pahitnya–dan tiba-tiba saja aku sudah kembali lagi ke Inggris, ke Brokeveth. Bahkan aku membawamu ikut serta dengan Lena juga. Bahkan yang takkan pernah kulupakan untuk seumur hidupku kalau tempat ini berhasil menjadi lokasi tempat jantungku berkali-kali hampir berhenti karena kalian berdua.”

Ryan menghela nafas. “Tanpa pernah bisa kurenungkan lagi, tanpa sadar kita semua sudah dewasa ya. Kau bukan lagi jadi adik kecilku yang polos. Kau bisa berubah jadi sosok yang yang tak kukenal karena keadaan. Sampai detik ini, kau orang paling luar biasa yang pernah kulihat. Bisa hidup tanpa menggenggam apa pun. Sekarang kau bahkan sudah 25 tahun, hidup di Inggris serta Austria tanpa campur tangan Challysto sama sekali. Aku heran mengapa masih ada orang yang bisa menyakitimu dengan perkataan yang setajam silet.”

“Kau menghiburku?”

Ryan terbangun dari posisi terlentangnya. “Kau ini bodoh ya?” Ryan berpikir sejenak, “Bocah 13 tahun menganggung segalanya sendirian selama 12 tahun. Kau itu… kau itu kenapa tak mau berbagi denganku? Aku selalu jadi kakakmu. Jangan lupakan darah Challystomu karena hanya itu yang mengikatku menjadi kakakmu, Kenan yang bercahaya bagai Pernambucco?”

“Hentikan itu, bodoh.” Itu membuatku sedih betapa jahatnya aku padamu.

“Tapi ketika semuanya lepas, bebas, kau malah jadi kanak-kanak yang suka lari sana lari sini seakan-akan 12 tahun itu tak pernah ada.”

Kenan memunggungi pundak Ryan dan bersandar di sana. Senyum kecil yang tenang merekah di sana.

“Daripada memikirkanku, lebih baik kau pikirkan saja kapan mau melamar Stella Cadénte, Ryan. Kau sendiri sudah mau kepala tiga masih saja seperti anak kecil.”

Ryan tersentak karena malu. Kenan yang bersandar jatuh ke lantai.

“Ke, kenapa dia –“

“Kau selalu memikirkan urusan orang lain, Ryan sampai kau tak sempat memikirkan urusan pribadimu. Kau memang kakakku tapi kau itu sebenarnya hanya sister-complex. Jadi, cepatlah menikah dan jaga putrimu sendiri. Jangan aku terus.”

Dahi Ryan berkerut-kerut. Selain karena marah, sebenarnya Ryan malu untuk mengiyakannya.

“Kau juga, bodoh,” Ryan memunggungi Kenan dan bersandar di sana. “sampai kapan mau menghindar dari Jerish Consta? Jelas-jelas kau yang duluan dilamar olehnya dari bulan lalu.”

Bibir Kenan manyun. “Kenapa kau ikut-ikutan mencampuri urusan pribadiku?”

“Urusan pribadi apanya. Jerish saja melamarmu di depan orang.”

“Kau mau kujatuhkan ke lantai satu ya?”

“Keluar lagi deh judesnya. Jelas kau lupa seperti apa kau dulu ya; pemurung, jutek, payah, egois, bagusnya hanya pintar violin dan cerdas IQ,” Ryan berdiri dengan segera, “sampai aku tak tahu harus melakukan apa padamu tapi Jerish Consta yang kutahu ternyata anak bandel di Brokeveth dulu dan kalian seru bertarung malah bisa membuatmu jadi normal lagi. Aku kagum padanya.”

“Diam kau. Kau menyebalkan.”

 

 

“Kenan!?” pekik Jerish. Perhatian orang-orang tercuri pada mereka.

“Boleh aku bicara denganmu saja?”

Kenan tiba-tiba muncul di belakang panggung opera dimana Jerish konser. Jerish mengangguk meskipun belum mengerti keadaannya.

Setelah Kenan melabrak Jerish ke rumahnya, ia menghilang begitu saja dari hadapan Jerish. Tak ada resital ataupun kompetisi yang Kenan ikuti dalam sebulan. Lenyap tanpa jejak–Jerish tidak tahu sama sekali kalau Kenan menenangkan diri di rumah keluarga Challysto di Inggris . Sesuatu yang jelas Kenan lakukan untuk menghindar dari Jerish.

“Kupikir kau benar-benar hendak menghilang dari hadapanku,” ucap Jerish memulai begitu mereka tiba di atap.

Kenan menggeleng. “Sepertinya aku hanya butuh waktu untuk berpikir.”

Jerish yang tadinya lesu tiba-tiba merasakan ada sedikit cercahan harapan yang membuatnya kembali bersemangat.

“Waktu untuk apa?”

Kenan menyilangkan tangannya. “Beberapa saat yang lalu aku mengobrol dengan Ryan. Tak kukira dia yang dulu kekanak-kanankan juga bisa memberikan nasihat yang berguna. Berkatnya aku jadi tahu apa yang harus kukatakan hari ini.”

“Apa?”

“Mungkin benar dan nyatanya memang benar kalau aku sendiri sudah berubah dan aku merasakannya sendiri. Sekarang aku sudah ingat bagaimana dulu aku bisa tertawa bersama Lena dan Ryan. Aku ingat bagaimana tante Merry menyayangiku menggantikan ibuku. Aku ingat bagaimana bibi Vani seperti pengganti ibuku yang lain. Aku ingat bagaimana aku bisa merasakan emosi yang wajar lagi.”

“Lantas?”

“Aku berterima kasih padamu, Jerish.”

“Hanya itu?” Jerish merasakan semangatnya memudar lagi.

Lagi-lagi Kenan menggeleng. “Tidak. Aku pikir aku tahu jawabannya sekarang. Pertanyaanmu waktu itu.” Mata Jerish terbuka lebar. “Dulu kau memang menyebalkan dan rasanya tanganku masih ingin memukulmu. Rupanya sampai sekarang kau masih menyebalkan dan akan tetap menyebalkan, Jerish. Perasaanku tidak berubah.”

Jerish terpaku. Terkejut mendengar jawaban yang Kenan lontarkan untuknya. Rasanya hatinya hancur berantakan mendengar perkataan itu.

“Perasaanku tidak berubah... tetap benci pada diriku yang tidak mau mengakui kalau kasihmu menambal hati bekasku menjadi baru,” Kenan tersenyum kecil, “lalu dipenuhi oleh kehadiranmu.”

Wajah Jerish yang meringis melongo mendengar kelanjutan perkataan Kenan.

Kenan membalikkan diri. “Loh, kau kenapa, Jerish?”

My Black Lady the Violinist.”

Tanpa pikir panjang, Jerish lari menerjang Kenan dan memeluknya. ?

? End ?

 

[1] Minor house, kurang lebih artinya rumah berukuran kecil, sementara manor house adalah rumah utama yang ukurannya besar dan biasanya letaknya jauh dari pusat kota.

Townhouse, rumah elit di tengah kota

[2] Di luar negeri (yang penting bukan di Indonesia), orang-orang dipanggil dengan nama belakangnya (nama keluarga). Memanggil dengan nama depan menunjukkan hubungan keakraban

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
DEVANO
710      436     1     
Romance
Deva tidak pernah menyangka jika pertemuannya dengan Mega bisa begitu berpengaruh untuk hidupnya. Dan untuk pertama kalinya setelah hari itu, Dio-mantan sahabatnya, ikut campur dalam urusannya. Padahal, biasanya cowok itu akan bersikap masa bodo. Tidak peduli pada semua yang Deva lakukan. Ternyata, pertemuan itu bukan hanya milik Deva. Tapi juga Dio di hari yang sama. Bedanya Deva lebih berun...
Parloha
10681      2536     3     
Humor
Darmawan Purba harus menghapus jejak mayat yang kepalanya pecah berantakan di kedai, dalam waktu kurang dari tujuh jam.
When I Found You
3171      1056     3     
Romance
"Jika ada makhluk yang bertolak belakang dan kontras dengan laki-laki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan." Andra Samudra sudah meyakinkan dirinya tidak akan pernah tertarik dengan Caitlin Zhefania, Perempuan yang sangat menyebalkan bahkan di saat mereka belum saling mengenal. Namun ketidak tertarikan anta...
déessertarian
6205      1904     4     
Romance
(SEDANG DIREVISI) Tidak semua kue itu rasanya manis. Ada beberapa yang memiliki rasa masam. Sama seperti kehidupan remaja. Tidak selamanya menjadi masa paling indah seperti yang disenandungkan banyak orang. Di mana masalah terbesar hanya berkisar antara ujian matematika atau jerawat besar yang muncul di dahi. Sama seperti kebanyakan orang dewasa, remaja juga mengalami dilema. Ada galau di ant...
Lovesick
451      330     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you can’t even love yourself?
The World Between Us
2382      1030     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
My Soulmate Is My Idol
2666      1017     0     
Romance
Adeeva Afshen Myesha gadis cantik yang tak pernah mengenal cinta sampai dia menyukai salah satu penyanyi bernama Gafa Aileen, sebenarnya sebelum Gafa menjadi penyanyi terkenal Adeeva sudah menyukainya. "Gafa itu punya suara yang lembut, dia pembawa warna baru di hidup gue. Meskipun sekarang gue tau Gafa ga suka Gue tapi Gue yakin bakal bisa bikin Gafa jatuh cinta sama gue" ~Adeeva Af...
Come Rain, Come Shine
1948      900     0     
Inspirational
Meninggalkan sekolah adalah keputusan terbaik yang diambil Risa setelah sahabatnya pergi, tapi kemudian wali kelasnya datang dengan berbagai hadiah kekanakan yang membuat Risa berpikir ulang.
seutas benang merah
2187      876     3     
Romance
Awalnya,hidupku seperti mobil yang lalu lalang dijalan.'Biasa' seperti yang dialami manusia dimuka bumi.Tetapi,setelah aku bertemu dengan sosoknya kehidupanku yang seperti mobil itu,mengalami perubahan.Kalau ditanya perubahan seperti apa?.Mungkin sekarang mobilnya bisa terbang atau kehabisan bensin tidak melulu berjalan saja.Pernah mendengar kalimat ini?'Jika kau mencarinya malah menjauh' nah ak...
V'Stars'
1490      686     2     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...