Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

“Ini sudah yang keberapa kalinya aku ke Belvedere?”

“Lima, Nona.”

Kenan melirik Vincent. “Kau hafalkan semua kegiatanku, Vince? Wah, aku merasa punya pengasuh yang perhatian sekali di sini.”

Vincent menunduk dan tersenyum. “Tidak, Nona.”

“Yah sudahlah. Pariwisata klasik Austria memang menawan untuk dikunjungi. Apalagi kalau lagi menganggur, dari townhouse di Hietzinger Hauptstr kemana saja dekat. Ehm, kalau ke Schonbrunn? Ah, Lainzier Tiergarten?” tanya Kenan usil. Namun, sebelum Vincent hendak menjawab, Kenan lebih dahulu menanggapi. “Jangan jawab lagi. Merinding aku dengarnya.”

Rona wajah Vincent berubah. Ia linglung memandangi Nonanya. Vincent yang selalu sempurna dan tenang melongo. Kenan tertawa puas melihatnya. Vincent terperanjat, terpana kagum dengan pemandangan itu.

 “Ada apa?” tanya Kenan heran mengapa langkah kaki Vincent berhenti.

“Ti, tidak,” jawab Vincent terbata-bata.

Kenan cemberut. “Kau jadi menyebalkan ya.”

Vincent mengatur ekspresi di wajahnya kembali normal. “Saya hanya terpana pada apa yang tuan Consta lakukan sehingga Nona bisa tertawa lagi.”

Wajah Kenan bersemu merah. Karena kalah malu, Kenan asal lari ke Belvedere, meninggalkan Vincent di belakang.

“Biarlah Nona mengetahui dan memahami apa pun karena sekarang matanya yang melekat sudah terbuka dan hatinya sudah terbuka juga.” Vincent tersenyum lalu sigap mengejar Nonanya yang lari entah karuan.

 

“Tempat ini masih sama saja,” ucap Kenan singkat setelah mengelilingi Belvedere.

“Nona mau tempat ini berubah jadi apa?” tanya Vincent santai. “Terakhir Nona kemari beberapa bulan yang lalu. Tidak mungkin ada perubahan yang mencolok.”

“Ah, kau ini. Semua dikomentari,” tadas Kenan.

Vincent geli. “Bukannya Nona yang bertanya? Kenapa malah –“

Kata-kata Vincent terputus ketika melihat Kenan menyisipkan rambut panjangnya ke belakang telinga sambil meletakkan jari telunjuknya ke depan bibir.

“Ada apa, Nona?”

“Sttt. Kau dengar itu? Alunan musik!” seru Kenan. “Memangnya di sini ada gedung opera, hall, atau semacamnya? Ini kan hanya lingkungan benteng tua!”

Vincent menggeleng. “Saya tidak tahu, Nona.”

“Oh, ada juga yang kau tidak tahu ya.” Kenan mengambil langkah panjang. “Ah, lihat itu. Ada orang yang bawa-bawa harpsikoda. Ayo cari tahu!”

Meskipun sedikit panik tapi ia senang melihat Nonanya bersemangat.

Alis Kenan terangkat. “Yang benar saja,” ucap Kenan takjub ketika mendapati sebuah gedung opera kecil yang usang yang berada agak jauh dari sisa benteng Belvedere, “benar-benar ada? Melihat usia gedung ini, bagaimana caranya bisa ada gedung opera di dekat benteng perang?? Masih utuh pula.”

Vincent yang berhasil mengejar Kenan setelah berhenti berlari melingkarkan tangannya di dada dengan nafas bekejar-kejaran.

“Di peta panduan wisata juga tidak tertuliskan ada gedung opera tua di sini, Nona.”

“Hebat. Bagaimana cara gedung ini tetap utuh di masa perang?” tanya Kenan semangat. “Ayo masuk!”

 

“Nona, mungkin seharusnya nona perlu mencari seseorang di depan hall sebelum masuk kemari,” mohon Vincent.

Tanpa mendengarkan pelayannya, Kenan tetap saja menerjang masuk ke tempat pertunjukan. Pelayan setianya itu hanya bisa mengikutinya dengan pasrah.

“Nona, ini bukannya tidak sopan –“

“Jerish?” Mata Kenan terbuka lebar ketika melihat seseorang yang memainkan cello hingga terdengar sampai keluar itu ternyata orang yang sudah amat dikenalnya. “Boccherini: Cello concerto B-flat major?”

“Ah, tuan Consta yang memainkan cello itu. Nona, apa –“

Vincent terkejut ketika melihat Kenan menundukkan kepalanya dengan wajah sedih. Tangan Kenan mengepal, sedikit bergetar. Melihatnya seperti itu, Vincent ikut terdiam karena seorang pelayan tidak berhak mencampuri urusan pribadi nonanya.

“Sejak kapan kau berdiri di sana, Nona Kenan, ah, Alexa, ah, Challysto?”

“Diamlah, Jerish. Itu menyebalkan.” Kenan mengerutkan alisnya. “Aku ingin tahu apa lagi yang kau sembunyikan dariku yang telah berhasil kau korek-korek dari masa laluku. Apa pun yang kaulakukan selalu menggangguku.”

“Soal apa?”

“Lagu itu. Aku yakin ada alasan kurang mengenakkan untuk kau mainkan.”

 “Untuk lagu di kompetisi di Aula Smetana nanti.”

Kenan tersenyum pahit. “Aku tahu jelas tempat kompetisi itu. Yang kutanya, kenapa harus lagu itu? Masih banyak lagu cello yang levelnya lebih rumit untuk kompetisi. Apa lagi yang mau –“

 “Yah, aku tak menyangka kau akan mencuri dengar. Untuk kompetisi itu, aku ingin memainkan lagu ini karena aku yakin kau akan datang ke sana.”

“Untuk apa aku ke sana? Aku sudah gugur di tahap kedua. Datang ke sana hanya membuatku diolok-olok. Kenapa aku harus mendengarkan lagu itu darimu?”

Jerish tersenyum lembut. “Untuk hadiah ulang tahunmu yang ke-25. Terlalu cepat ya. Selamat ulang tahun. Dulu sahabatmu itu ingin sekali mendengar lagu itu darimu tapi kau hanya violinist. Jadi, biarkan aku yang sekarang memainkannya untuk kalian.” Kenan terdiam. “Sejujurnya, aku tak tahu harus memberi hadiah macam apa tapi aku menemukan lagu ini saat buka buku score.”

Kenan terkesiap. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanannya dan perlahan-lahan ia mundur ke belakang hingga ke kegelapan. Tak lama kemudian, langkah kaki Kenan yang berlari menggema sampai ke gedung pertunjukkan.

“Nona!” seru Vincent. “Maafkan Nona Saya, tuan Consta. Saya permisi.” Ucap Vincent undur diri untuk mengejar Kenan.

Jerish nyengir ketika tangan kirinya kembali memegang senar cello. “Aku senang wajah merona itu. Coba kau mau memperlihatkan lebih banyak yang seperti itu padaku. Padahal lebih cantik seperti itu saja terus.”

 

 

“Otakku sudah tidak waras lagi. Iya pasti begitu. Kenapa aku masih datang ke final kompetisi bodoh ini? Bukannya aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri di tengah banyak orang nantinya?” gumam Kenan.

“Sekarang mobil ini masih bisa kembali pulang, Nona,” tawar Vincent.

“Sekali lagi kau tawarkan aku, kukembalikan kau ke rumah Ryan, Vince,” ancam Kenan yang meski jengkel tetap tak bisa menghilangkan rona di wajahnya.

 

“..., demikian penampilan dari Leo Calabria dengan lagu pilihannya Beethoven,  1812 Overture. Berikutnya adalah penampilan dari peserta nomor 32, Jerish Consta.”

Suasana sunyi senyap setelah tepukan keras untuk pendukung Leo Calabria yang menggetarkan dinding gedung usai dan nama Jerish dipanggil.

“Kenapa denganku?? Apa aku mengharapkannya? Aku mengharapkan Jerish? Harapan untuk apa?” bisik Kenan dengan nada seolah-olah ia kesakitan.

Ketika Jerish memasuki panggung, Kenan terdiam dengan ekspresi kecut. Kemudian, ia hanya bisa duduk resah ketika Jerish mulai menggesek senar cellonya untuk memainkan lagu yang telah ia dengar sebelumnya.

Kenapa malah aku yang jadi tidak tenang!? seru Kenan sebal dalam hati kepada dirinya sendiri yang plin plan. “Aku kan hanya peserta yang sudah gugur!”

Dari awal hingga akhir pertunjukkan, Kenan hanya bisa menunduk dengan hati gelisah dan gumaman-gumaman yang mengutuki diri. Bahkan, ia tidak sadar kalau Jerish sudah selesai memainkan lagunya dengan senyuman menggoda–tentunya untuk para gadis di sana yang mengidolakan Jerish.

“Demikian penampilan dari –“

“Maaf, boleh Saya bicara sebentar?” tanya Jerish menyela moderator.

Para fans  setia Jerish menjerit-jerit seperti melihat ratusan kecoa terbang. Mungkin mereka berharap Jerish mau menyatakan sesuatu yang meluluhkan hati para idolanya. Dengan badan tinggi tegap, wajah porselen, rambut merah yang menyala di bawah sinar penerangan panggung, dan mata turbid yang melankolis, Jerish mulai mencurahkan isi hatinya dengan mikrofon yang berhasil dicuri dari moderator. Sementara di bangku penonton, Kenan sudah kebakaran jenggot.

“Selain untuk kompetisi, lagu ini kupersembahkan untuk seorang gadis yang tak pernah lepas dari pikiranku,” tukasnya dengan wibawa dan pesona, “selamat ulang tahun yang ke-25. Aku mengucapkan syukurku pada Tuhanku yang telah mempertemukan kami melalui cara-cara tak masuk akal. Terima kasih karena kau juga sudah hadir membawa dupa yang harum ke hidupku.”

Selesai berpidato singkat, Jerish membungkukkan badan lalu pergi dari atas panggung. Berkaitan dengan perkataannya yang gila dan tanpa malu, di bangku penonton suara menggelegar. Suara pertama tentunya para gadis yang cemburu sedangkan suara kedua ialah komentar pedas para kelas bangsawan dan politikus–tapi tidak sedikit musisi yang tertawa. Sayangnya suara ketiga ialah gemelatukan gigi dari seorang gadis yang ditunjukkan Jerish yang merasakan malu luar biasa. Untungnya Jerish tidak menyebutkan namanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Wannable's Dream
40443      5971     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
I Can't Fall In Love Vol.1
2691      1078     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...
Half Moon
1156      632     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
16516      2050     4     
Romance
Mala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Syifa teman masa kecil malto memperkeruh semuanya. Kapur biru dan langit sore yang indah akan membuat kisah cinta Mala dan Malto semakin berwarna. Namu...
My Sweety Girl
11439      2596     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
The pythonissam
386      302     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
JATUH CINTA
1398      655     3     
Romance
Cerita cinta anak SMA yang sudah biasa terjadi namun jelas ada yang berbeda karena pemerannya saja berbeda. Dia,FAIZAR HARIS AL KAFH. Siswa kelas 10 SMAN 1 di salah satu kota. Faizar,seorang anak yang bisa dibilang jail dengan muka sok seriusnya itu dan bisa menyeramkan disaat tertentu. Kenalkan juga, ALYSA ANASTASIA FAJRI. seorang gadis dengan keinginan ingin mencari pengalaman di masa S...
Your Secret Admirer
2297      796     2     
Romance
Pertemuan tak sengaja itu membuat hari-hari Sheilin berubah. Berubah menjadi sesosok pengagum rahasia yang hanya bisa mengagumi seseorang tanpa mampu mengungkapkannya. Adyestha, the most wanted Angkasa Raya itulah yang Sheilin kagumi. Sosok dingin yang tidak pernah membuka hatinya untuk gadis manapun, kecuali satu gadis yang dikaguminya sejak empat tahun lalu. Dan, ada juga Fredrick, laki-l...
Rumah Laut Chronicles
2696      1143     7     
Horror
Sebuah rumah bisa menyimpan misteri. Dan kematian. Banyak kematian. Sebuah penjara bagi jiwa-jiwa yang tak bersalah, juga gudang cerita yang memberi mimpi buruk.
Simbiosis Mutualisme seri 1
11498      2484     2     
Humor
Setelah lulus kuliah Deni masih menganggur. Deni lebih sering membantu sang Ibu di rumah, walaupun Deni itu cowok tulen. Sang Ibu sangat sayang sama Deni, bahkan lebih sayang dari Vita, adik perempuan Deni. Karena bagi Bu Sri, Deni memang berbeda, sejak lahir Deni sudah menderita kelainan Jantung. Saat masih bayi, Deni mengalami jantung bocor. Setelah dua wawancara gagal dan mendengar keingin...