Karena semalam sudah cukup berperang dengan Aftar dan mataku tidak jadi mata dalam artian mata sebam, sengaja aku bangun siang hari ini. Karena hari ini adalah hari libur, aku memilih untuk bermalas-malasan di kamar. Dan jam makan pagi pun aku lewati. Kulihat jam tangan yang masih menempel di tanganku menunjukkan pukul 09.00 pagi,
“Oh my God”. Dan yah, aku segera bangun dari tempat tidur dan bersih-bersih kamar, nyuci baju. Lanjut sampai siang hari, aku memilih untuk mager (males gerak) di kamar, pakai masker wajah dan ndengerin musik di laptop meriuhkan kamar dan aku rebahkan badan sambil bermain game di ponselku.
“ Arghttt surga dunia”.
Kriukkkk..... drum band sebagai alarm perut pun berbunyi.
“Uhhh, kerasa banget lapernya. Kenapa nggak dari tadi sih perutku ngasih kabar law lagi laper. “Ashhh”. Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk bersih diri lanjut keluar kos untuk membeli sebungkus nasi di depan gang. Jalanan cukup ramai lalu lalang mahasiswa yang keluar masuk gang untuk pergi dengan kesibukannya mereka masing-masing. Dan apa yang terjadi? Aku bertemu dengan Gio di warung langgananku itu,
“otokke... ada apa dengan dunia selalu mempertemukanku dengan dia seolah dunia ini sempit sekali sih”.
Aku berpura-pura tidak melihatnya, dan membalikkan badan. Berharap Gio tidak melihatku, tapi aku juga ingin dilihatnya.
“hiks, dia nampak cuek sekali yah”. Aku urungkan niat untuk menghindar, karena perutku benar-benar tidak bisa dikondisikan dan warung-warung lain cukup jauh dan aku malas bepergian jauh-jauh hanya untuk beli makanan.
“Derita cewek yang gak punya pacar, ga bisa milih warung deh hmm” gumamku sendiri sambil mengantri. Meskipun setelah aku selesai memesan dan melewati barisan dimana Gio duduk. Dia tetap tidak ada keinginan untuk menyapaku, mirisnya hidupku. Bergegaslah aku segera pulang ke kos karena sudah tidak tahan untuk segera melahap nasi bungkus yang aku beli barusan. Yah, yah, yah ... makan- makan sendiri, pulang-pulang sendiri. Dan surprise-nya perjalanan menuju kos, Gio sedang mengejar aku dengan motor cowoknya nya itu dan tiba-tiba sudah ada disampingku kemudian menyapa,
“hay nin, kog cuek banget sih”. Tanya Gio sambil berusaha ngasih kode menyuruh aku berhenti berjalan.
“Mmm, iya gak enak aja kalau cewek duluan yang nyapa", jawabku ngeles ke Gio.
“Nina, ayok ikut aku ke taman sebentar”. Haahh jelas aku kaget, aku lagi enak jalan-jalan sambil meratapi nasib jalan sendirian karena teman-teman terdekatku sedang ada kegiatan di pondoknya ditambah lagi semalam aku baru saja putus dengan Aftar. Yahh, begitulah karakter Gio selalu penuh dengan kejutan tetapi itu selalu membuatku happy.
“... apa? Ngapain ke taman. Maaf senior, saya mau nugas kuliah setelah ini, ini juga baru beli makan.” Padahal alasan dan di hati jelas ingin ketemu dengannya dan ingin ditanya suasana hatiku saat itu. “Sudahlah ayok, makan di taman aja ntar aku temenin. Aku mau ngajak ke tempat kesukaanmu, ayok keburu malam”.
“Ini aja masih siang gimana mau keburu malem, ehhh maaf maaf”. Bantahku ke Gio.
“udahh, ayok. Tetep aja kamu ini jadi si cerewet” . Yah begitulah aku dengan Gio .
“Hrgttt, iyyaaaa tapi aku gak mau lama-lama.” Gio pun menunjukkan gaya khasnya ketika aku lagi bawel yaitu bilang,
“ngenggg ngenggggg, mulai panjang deh, dasarr iya iyaa”.
Jalanan di area kampus memang tidak pernah sepi tidak kalah di siang hari. Selalu saja ada aktifitas pemuda-pemudi. Entah berangkat kuliah malam, sore dan bisa jadi ada yang keluar untuk kerja kelompok atau untuk nge-date .
“Waww... kerenn, kamu masih inget yah, tempat favorit aku” tanyaku pada Gio yang sedang memarkir motornya.
“owhh, jelas. Aku selalu ingat semua yang kamu suka mulai dari makanan sampai tempat favorit”. Gio menjawab pertanyaanku dengan senyuman sok manis. Mampus dah gue, jadi baper lagi jadinya.
Setelah dari tempat parkir, aku dan Gio menuju tempat tertinggi untuk bisa menikmati ramainya kota dari ketinggian yang nampak indah seperti bintang-bintang yang bertaburan jika di malam di hari dan kami mencari tempat duduk untuk bersantai-santai.
Gio menanyai tentang kabarku selama ini, selama aku tidak dengannya apakah aku baik-baik saja, dan sampai pada intinya dia mengungkapkan dan menceritakan keadaan juga seluruh perasaannya ke aku mulai dari awal bertemu sampai detik ini bahwa,
“Nina, aku sungguh tidak dapat melupakan kamu nin. Kamu tau bahwa aku tidak pernah bisa bohong dengan sebuah kenyataan dalam diriku nin. Aku masih cinta sama kamu Nina, akku .. akuu”. Gio tidak kuat menahan air matanya untuk menetes di hadapanku dan aku mengetahuinya dari binar matanya yang berkaca-kaca menatapku, dan aku kebingungan harus bagaimana. Hingga pada akhirnya, aku tidak tega dan membantu dia untuk menyeka air mata yang tidak mau menetes.
“Sen ... cukup yah, jangan nangis kan kamu cowok. Aku baru kali ini loh lihat cowok nangis karena aku. Sudah yah”. Dan kalian tau, apa jawaban Gio.
“Siapa juga yang nangis karena kamu bawel”.
Terang aku langsung bertanya “ Lah terus untuk siapa itu kamu nangis hayo? jelas-jelas kamu tadi cerita panjang lebar dan itu mengarah ke aku dan kamu .. “. Aku masih belum selesei berbicara, Gio langsung memotong pembicaraanku dan dia menyela,
“Cyee ... kamu takut dan gak rela yah kalau aku punya yang baru. Cyeee, haha”. Dann
“Ishhh... siapa juga. Kalaupun kamu sudah punya yang baru itu apa urusanku coba. Eits, kalau kamu sudah punya yang baru. Terus ngapain kamu ngajakin aku disini”. Gio pun hanya membalas pertanyaanku dengan senyuman saja, dan tangannya mengelus-elus kepalaku seperti mengelus kucing agar nurut. Dan ternyata Gio sudah tau kalau aku sudah putus dengan Aftar, maka dari itu dia kembali hadir dan berusaha meyakinkanku akan ketulusan cintanya dan seluruh pengorbanannya.
“Nin, jika kamu balikan denganku apakah kamu mau?” Gio mengutarakan ucapan barusan dengan menatapku dalam-dalam, jelas aku kebingungan.
“Ommo?” aku bingung untuk menjawab iya kepada Gio, aku salah tingkah dan aku hanya bisa melongo di depan Gio. Arghttttt.
“kamu gak lagi kesambet setan kan? kenapa kamu ingin balikan denganku dan aku gak ada istimewa-istimewanya loh, aku juga gak cantik seperti cewek lainnya tapi aku imut... “. Gio langsung tertawa mendengar jawabanku yang mungkin ada lucunya menurut dia, tapi menurutku sendiri aku gak lagi bercanda loh.
“Aku tanya sekali lagi, iya apa tidak. Kamu cukup menjawab iya jika mau balikan dan jawab tidak jika kamu gak mau lagi”. Tukas Gio
Perasaanku bingung untuk menjawab pertanyaan dari Gio, memang aku masih sayang dan ada perasaan kepadanya. Tapi aku juga masih belum bisa menerima tentang Aftar. Ashh, tapi pikirku sekali lagi kalau cowok itu tidak hanya satu di dunia. Dan aku juga beruntung kalau ternyata Gio masih sangat menginginkan aku bahkan dia pernah bilang kepadaku kalau dia ingin pacaran sekali seumur hidup dan itu hanya ingin denganku saja. Dan dia baik banget orangnya, dalam istilah jawa sih gak neko-neko.
“Oke, iya aku mau” aku menjawab setelah aku berfikir 10-detik dan sampai pada akhirnya aku berikan jawaban dengan senyuman kepada Gio. Dan Gio langsung spontan memeluk aku dan mengucapkan terimakasih dan,
“I love you nina, kuharap memang kamulah wanitaku nin. Thank you Allah”. Tak kusadari air mataku meleleh karena pelukan hangat dari Gio.\
"ah iya, ndang di makan nasimu keburu dingin loh". Gio mengingatkanku padanasi bungkus yang sudah aku beli tadi di warung
"iya, ayok makan bareng", ajakku kepada Gio.
"sudah makan sana, badanmu itu butuh asupan biar nda kurus terus... haha", balas Gio kepadaku
"ihh, kamu kog gitu sih", gerutuku sambil posisi mau melahap makanan.