Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bulan
MENU
About Us  

"Gak usah sok kenal."
"Minggir."Ucapnya tak kalah dingin dari sebelumnya
.

Tadi pagi Bu Aryani memintaku untuk mengumpulkan rekapan absensi kelas 11 IPA 3. Ini menjadi tugasku karena aku seorang sekretaris kelas itu. Aku tidak sengaja bertemu Bintang di ruang BK saat aku menemui Bu Aryani tadi. Dan pertemuan tidak disengaja itu cukup membuatku terkejut. Bintang pindah ke SMA yang sama denganku. Yang kutahu selama ini, ia bersekolah di Surabaya. Tapi mungkin dia sudah pindah lagi ke kota ini.

Kenyataan berkebalikan dengan harapan. Bintang menyambutku dengan tidak sebaik yang kulakukan. Hanya mengucapkan dua kalimat itu, mampu membuat hatiku mencelos. Salam pertemuan setelah lama tidak bertemu. 

Setelah menjelaskan ini dan itu kepada Bintang, Bu Aryani memintaku untuk mengantarkannya ke kelasnya. Takut kalau cowok itu nyasar masuk ke kelas 11 lain. Aku dengan senang hati membantu, walau kenyataannya dia tidak ingin dibantu. Sekalipun aku harus telat masuk kelas tadi pagi.

Jam istirahat sudah berbunyi sejak dua menit lalu. Saat ini, aku dan Sania berjalan meninggalkan kelas karena harus pindah ke kelas lain untuk mata pelajaran berikutnya. Sistem moving class memang mewajibkan setiap siswa disekolah ini untuk pindah ke kelas mata pelajaran berikutnya sesuai dengan ruang kelasnya.

"Oh iya, lo tahu gak? Ada anak baru loh disekolah kita. Denger-denger dia cakep, tinggi, putih... Ehm gak terlalu sih, hidung mancung, dan juga dia anak olim. Olim kimia juga disekolahnya yang lama. Aih, bisa-bisa jadi partner lo nih kalau ada olim." Cerita Sania panjang lebar sambil mencolek daguku untuk menggoda. Sejak tadi Sania menjelaskan segala hal yang ia tahu tentang cowok yang ku yakini adalah Bintang.

"Aku udah tahu”, Balasku cepat.

Sania menghadang langkah kakiku dengan berdiri dihadapanku sekarang."Serius? Pasti bercanda,kan?" Katanya dengan alis yang dimainkan naik turun."Oh iya, jelas aja lo udah tahu. Kan doi bakal jadi partner lo juga." Sekilas kemudian, Sania tergelak karena ucapannya sendiri. Sementara aku hanya geleng-geleng kepala.

"Dia anak IPA 2. Tadi pagi Bu Aryani suruh aku antarin dia ke kelasnya. Soalnya takut dia nyasar ke kelas lain." Tanpa memedulikan ekspresi Sania berikutnya, aku melanjutkan jalanku yang sempat dihadang olehnya tadi.

Sania melongo."Ah,berarti lo udah lihat dia secara langsung dong? Keduluan kalau gitu gue, mah."

Aku tertawa kecil melihat ekspresi Sania yang cemberut.

"Bulan", Seseorang mengintrupsi tawaku. Dan ketika menoleh kebelakang, kulihat Bu Cantika mendatangiku.

"Tadi pagi ibu lupa bilang kalau ada olimpiade kimia kurang lebih sebulan lagi. Kamu persiapkan diri ya." Bu Cantika lalu menyerahkan selembar kertas yang merupakan formulir pendaftaran kearahku dan aku menerimanya.

Aku menggangguk. "Pasti bu. Nanti saya kabarin ke Dhika, ya, bu soal olim ini."

Bu Cantika berdecak. Membuatku bingung,"Kita harus memanfaatkan SDM yang ada, Bulan. Dhika sudah dialihkan ke olim fisika. Nah sekarang kamu punya partner baru." Jelas Bu Cantika.

"Apa gue bilang, kan. Lo tuh pasti ujung-ujungnya bakal disatukan sama anak baru itu. Lo harus traktir gue batagor kalau omongan gue bener." Bisik Sania disisi kananku. Ralat, bahkan Sania tidak bisa dibilang sedang berbisik, buktinya Bu Cantika sekarang sedang tertawa kecil mendengar ucapan Sania yang kelewat nyaring itu. Sementara aku hanya memekik sambil memegang telingaku dan mendengus kesal sedikit.

"Benar yang dikatakan Sania. Partnermu sekarang adalah Bintang. Anak baru yang juga terkenal di sekolah lamanya sebagai anak olim kimia." Ibu guru muda yang mengajar kimia ini tersenyum sambil menjelaskan."Ya sudah ya, ibu pergi dulu. Jangan lupa belajar untuk olim, Bulan."

"SIAP BU!" Sahut Sania. Sementara aku menatapnya heran."Dah ah, yuk! Tepatin janji lo buat traktir gue batagor." Akhirnya aku pasrah ditarik paksa oleh Sania ke kantin.

***

Hari ini, memaksaku untuk mengunjungi kelas Bintang. Aku memang ingin ngobrol lebih lama dengannya setelah sekian lama tidak bertemu. Pertemuan kemarin pagi itu belum cukup untukku, salam perjumpaan yang tidak sopan dari Bintang. Aku, kan, hanya ingin bertegur sapa lagi seperti dulu, bukan untuk mengajak perang. Itu membuatku kesal, apalagi dengan acara dia pura-pura amnesia. 

Aku dan Sania berdiri di depan kelas Bahasa Jerman, salah satu pelajaran bahasa asing disekolahku yang sekarang diisi oleh anak-anak kelas 11 IPA 2. Menunggu Bintang keluar dari kelasnya. Kebetulan hari ini kelas Bahasa Indonesia ku keluar lebih cepat, setidaknya aku punya cukup waktu untuk menahan Bintang kalau-kalau cowok itu ingin kabur pulang sebelum bicara denganku.

"Aku mau ngomong bentar." Kataku sambil menarik pegangan di tas biru dongker milik Bintang. Seharusnya jika Bintang mau meladeni sapaanku tadi, aku jadi tidak perlu menarik-narik tasnya seperti ini.

Dan reflek kulepas setelah Bintang diam ditempatnya. Ku pikir dia akan mengajakku bicara, tetapi ia melanjutkan jalannya tanpa menoleh kearahku sedikit pun.

"Ih Bintang gak sopan! Aku, kan, lagi ngomong ini masa di cuekkin, sih." Protesku dengan berdiri dihadapannya sekarang. Bermaksud untuk menghadang pergerakan cowok itu. Merentangkan kedua tanganku. 

Dengan sedikit mendongak, aku berbicara kepadanya."Kamu, tuh, kalau diajak bicara jangan kabur-kaburan, dong. Aku kan capek ngomong sambil lari ngejar kamu." Bintang benar-benar berevolusi. Bayangkan saja, sekarang tubuhnya sangat tinggi dan ia juga tidak terlalu kurus. Benar-benar tubuh ideal. "Nah sekarang aku ngomong jangan diem aja. Emang kamu gak kangen apa bicara sama aku?" Ucapku kelewat percaya diri sambil memukul lengan kanan atasnya sok asik. Padahal aku terkekeh geli sendiri di dalam hati akan ucapanku itu.

Mana mungkin, Lan, musuhmu ini bakal kangen sama kamu!, batinku berteriak.

Sania bahkan melongo ditempat. Yang rencana awalnya ingin mengajak ngobrol Bintang tapi tidak jadi karena tatapan mata Bintang yang sejak awal tidak bersahabat itu. Mengurungkan niatnya untuk berkenalan dengan cowok menyebalkan dihadapanku ini.

"Kangen?", Tanya Bintang seolah meyakinkan apa yang didengarnya tadi. Sekilas berikutnya ia juga tertawa mengejek. Dan itu membuat hatiku sedikit sakit. "Kemana Devan? Apa pacarnya ini gak diawasin sampai berani bilang kangen ke rivalnya?" Ucapnya dengan tatapan tak bersahabatnya, lagi.

Nyatanya Bintang masih mengungkit-ungkit kejadian sewaktu kami di SMP. Cinta monyet yang membuat hubungan kami jadi hancur.

Devan, sahabat sekaligus mantan pacarku saat di SMP dulu. Dia adalah orang yang sangat dibenci oleh Bintang. Menurut Bintang, Devan adalah seorang penghianat. Hal itu karena Devan telah merebutku darinya, padahal saat itu aku sudah berpacaran dengan Bintang. Entah kekuatan darimana, aku memilih putus dengan Bintang. Padahal saat di SMP dulu, Devan dan Bintang adalah teman yang sangat akrab karena mereka satu eskul basket. Dan kebencian Bintang pada Devan baru dimulai saat itu juga. Penyebab utamanya karena aku.

Ia membenci fakta bahwa Devan, orang yang dipercayainya dulu, tempatnya menceritakan perasaanya terhadapku ketika tidak cukup berani mengutarakan, malah merebutku darinya. Ketika aku akan meminta maaf padanya, aku terlambat. Bintang keburu pergi. Dia pindah keluar kota bersama keluarganya setelah naik ke kelas 9. Dengar-dengar kabar, ini karena dia mengikuti Ayahnya yang pindah bertugas ke Surabaya. Ayahnya seorang polisi.

Jadi selama kepindahannya itu, aku tidak tahu sama sekali tentang keadaan Bintang. Bahkan seakan-akan Bintang seperti telah lama hilang. Jujur saja aku sangat penasaran saat itu. Berbuat jahat pada orang yang sangat baik. Tidak salah jika dia masih merasa terluka. Belum lagi sifat protektif Devan yang membuatku tidak bisa berhubungan baik dengan Bintang. Paling tidak menjadi seorang teman yang baik untuknya ketika tidak bisa menjadi pacarnya. Tidak masalah,kan? Tapi bagi Devan itu adalah masalah. Untungnya sekarang aku sudah tidak bersama lagi dengan Devan.

"Maaf untuk yang dulu, termasuk sudah jahat sama kamu. Aku udah nggak sama Devan," Kataku menjelaskan. Meskipun sepertinya dia tidak menanyakan hal itu. Tapi kurasa dia perlu tahu. 

"Gue gak peduli." Ucapnya dingin.

"Tapi kurasa kamu perlu tahu. Bisa kita nggak bahas masa lalu?". Aku sudah gemas sekali dengannya. Sejak tadi memancing untuk membicarakan hal itu lagi. Kan, maksud awal aku ingin bertemu dengannya bukan untuk itu.

Bintang diam. Daripada ia pergi tanpa pamit, buru-buru aku bicara lagi, "Kamu bakal jadi partnerku buat olim kimia sebulan lagi." Kataku to the point.

"Gue tolak."

Mataku melotot sempurna tidak terima, "Hih, gak bisa gitu, dong. Kamu sudah ditunjuk Bu Cantika untuk ikut olim itu. Termasuk jadi partnerku."

"Terserah." Ia berbalik badan dan berjalan ingin pergi.

Karena tidak terima dengan responnya yang seperti itu, yang berhasil membuat kekesalanku memuncak, aku menarik lagi pegangan tasnya dari belakang.

"Bener-bener ya kamu nyebelin! Gak mau tahu, pokoknya harus jadi partnerku!" Ucapku sedikit berteriak sambil menahan tasnya agar dia tidak pergi, lagi.

Dengan satu kali hentakan, peganganku pada tasnya terlepas. Dia terlihat sudah sangat kesal. Buktinya dia sudah menatapku tajam. Semacam mengintimidasi.

"Lo bisa pergi kalau gue memang menyebalkan buat lo!" Kata Bintang kelewat keras, dia membentakku. Ia berdecih. "Sekuat apapun gue buat coba lupa dengan masa lalu, kejadian itu terus berputar di kepala gue. Apalagi kondisi sekarang gue harus ketemu sama lo. Dan apa tadi, jadi partner olim?" Bintang tersenyum miring, "Lo memang suka permainkan gue rupanya."

Tanpa Bintang ketahui, aku berharap pertemuan ini adalah bagian dari kesempatan yang diberikan Tuhan untuk memperbaiki hubunganku dengan Bintang. Nyatanya, hanya kebencian yang dapat kulihat dari matanya. Tapi aku tidak akan menyerah untuk menggembalikan Bintang-ku seperti dulu lagi.

Kemudian Bintang berlalu pergi. Mungkin ia sudah sangat muak melihatku yang tergugu ditempat,tidak bicara apa-apa lagi. Tapi aku kesini bukan untuk sebuah penolakan, kan?

Setelah Bintang berjalan menjauh sekitar satu meter didepanku. Akhirnya aku punya keberanian lagi untuk bicara,"Aku bakal lakuin apapun yang kamu mau, asal kamu mau bantu aku jadi partner olim sekaligus menangin olim ini. Setelahnya, kamu boleh minta aku untuk jauhin kamu. Aku bakal lakuin."

Dan ia tetap berlalu pergi.

***

Bintang tidak dapat menolak ketika Bu Cantika memintanya. Dan akhirnya kami tetap dipasangkan dalam olimpiade kimia itu. Aku memanfaatkan waktu satu bulan itu untuk mengembalikan Bintang seperti dulu. Setidaknya ini juga menjadi caraku untuk bisa kembali dekat dengannya.

"Lo sogok apa, sih, si Bintang? Woi, sekolah kita menang olim loh. Padahal nih ye, doi kan sepet banget kayaknya sama lo. Buktinya berhasil aja lo bedua." Ucap Sania ketika kami sedang menuju kelas setelah dari kantin.

Aku dan Bintang berhasil memenangkan lomba olimpiade kimia kemarin. Setelah berjuang selama kurang lebih sebulan dengan belajar ekstra. Tidak tanggung-tanggung, sekolahku keluar sebagai juara pertama. Untungnya selama beberapa waktu kemarin Bintang dapat diajak bekerja sama, sedikit. Meskipun aku juga harus rela mendengar ucapan dinginnya itu setiap hari.

"Gue bahkan masih takut ketemu sama Bintang. Apalagi acara bentak-bentakkannya sama lo waktu itu." Sania mengangkat kedua tangannya ke udara pasrah,"Gue nyerah duluan. Doi galak."

Aku hanya terkekeh kecil. Sania tidak tahu bahwa aku sudah begitu memahami sifat asli dari Bintang. Yah meskipun aku juga terkejut melihat perubahannya sekarang. Sangat bukan bukan dirinya sekali.

Sekarang aku ingin fokus dengan janjiku pada Binatang beberapa waktu kemarin. Janji asal yang ku ucapkan tanpa memikirkan secara matang-matang. Dengan maksud agar Bintang bisa mengikuti kemauanku. 

Aku bergegas menuju kelas Bahasa Indonesia. Kelasnya Bintang. Dan hanya ada dia sendiri disini sekarang, duduk bersandar dikursi depan. Sementara teman-teman sekelasnya yang lain sudah pulang.

"Langsung aja. Kamu mau apa? Aku turutin kemauanmu." Kataku to the point berdiri didepan mejanya.

Setelah menatapku sekilas, Bintang memalingkan wajahnya kesebelah kiri."Lo boleh pergi. Jangan kembali lagi."

Aku mengernyit,"Yakin? Aku cuma ngabulin satu permintaan aja loh."

Bintang berdecak,"Lo bisa gak mempermainkan gue sekarang?", Tatapannya kembali padaku. Menatap tajam seperti biasa dengan satu alis naik. Aku bahkan sudah hampir hapal dengan ekspresinya yang seperti itu."Pergi."

Aku tidak akan pergi. Permintaan macam apa itu. Aku datang jauh-jauh kesini hanya untuk mendengar kalimat seperti itu lagi dan lagi. "Jadi kamu sudah yakin dengan ini?" Aku bergumam sedikit ragu,"Oke…".

Dia bangkit dari duduknya dan terlihat ingin meninggalkanku."Gue gak siap dengar penolakan kalau gue minta lo jadi pacar gue lagi. Lo pikir, setelah lo menghianati gue waktu itu, perasaan itu tiba-tiba hilang gitu aja? Lo salah kalau pernah mikir gitu. Jadi gue yang bakal pergi." Kali ini Bintang benar-benar sudah berjalan beberapa langkah dihadapanku.

Malas harus lari-lari lagi mengejarnya, langsung saja kutembak dengan kata-kata yang berhasil membuatnya berhenti. Tapi aku serius mengatakannya,"Siapa bilang? Ayo pacaran! Aku mau jadi pacarmu lagi. Aku serius." Ucapku lantang. Sedikit berteriak dengan suara melengking.

Setelah itu Bintang terdiam ditempatnya. Membalikkan badan dan menatapku dalam diam. Aku jadi takut dengan tatapannya itu. Dia belum juga menanggapiku.

Setelah sekian lama beradu tatap, akhirnya ia berkata, "Ayo".

Aku terkejut, tapi tidak dapat juga menahan diri untuk tidak tersenyum. Setidaknya melalui ini,aku akan memperbaiki kesalahanku dulu. Mengobati luka dihatinya karenaku.

Aku menyesal dengan pilihanku dulu untuk lebih memilih bersama Devan daripada Bintang. Karena selamanya Bintang akan selalu menemani Bulan digelapnya malam,kan?

How do you feel about this chapter?

0 0 6 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Pat

    Happy ending

Similar Tags
Ghea
448      288     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Kalopsia
610      470     2     
Romance
Based of true story Kim Taehyung x Sandra Sandra seharusnya memberikan sayang dan cinta jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri dari pada memberikannya pada orang lain. Karna itu adalah bentuk pertahanan diri Agar tidak takut merasa kehilangan, agar tidak tenggelam dalam harapan,  agar bisa merelakan dia bahagia dengan orang lain yang ternyata bukan kita.  Dan Sandra ternyata lupa karna meng...
Sherwin
358      239     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Aku Benci Hujan
6172      1689     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Foodietophia
493      372     0     
Short Story
Food and Love
KESEMPATAN PERTAMA
516      358     4     
Short Story
Dan, hari ini berakhir dengan air mata. Namun, semua belum terlambat. Masih ada hari esok...
Akhi Idaman
1205      748     1     
Short Story
mencintai dengan mendoakan dan terus memantaskan diri adalah cara terbaik untuk menjadi akhi idaman.
Konstelasi
842      432     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
RINAI : Cinta Pertama Terkubur Renjana
342      264     0     
Romance
Dia, hidup lagi? Mana mungkin manusia yang telah dijatuhi hukuman mati oleh dunia fana ini, kembali hidup? Bukan, dia bukan Renjana. Memang raga mereka sama, tapi jelas jiwa mereka berbeda. Dia Rembulan, sosok lelaki yang menghayutkan dunia dengan musik dan indah suaranya. Jadi, dia bukan Renjana Kenanga Matahari Senja yang Rinai kenal, seorang lelaki senja pecinta kanvas dengan sejuta war...
SATU FRASA
14957      3172     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...