HAPPY READING! HOPE YOU LIKE MY STORY!
"Ayo dong ke sana!"
"Ogah!" Kirana menggeleng kuat-kuat. Sampai kapan pun dia tidak akan mau pergi ke tempat itu, meski Farah sudah mengajaknya ribuan kali.
"Kalau mau nonton, nonton aja sendiri! Jangan ngajak aku!" tambahnya, lalu kembali memusatkan pandangan ke arah buku yang ia baca. Menurutnya, membaca buku di bawah pohon seperti ini lebih menarik daripada harus melihat konser yang sedang berlangsung untuk acara pelepasan kelas 12 di sana.
"Menjelajah Majapahit? Ya ampun! Saking cintanya kamu sama sejarah, sampai di hari bebas gini pun masih baca buku kayak gitu?" Farah berdecak pelan ketika membaca judul buku yang Kirana bawa.
"Biarin," jawab Kirana asal. Seperti candu, entah bagaimana dia selalu ingin membaca buku itu setiap waktu. Meskipun buku itu adalah buku non fiksi, tetapi saat membacanya, seolah-olah Kirana ikut terseret masuk ke dalam cerita. Seperti ... ia benar-benar melihat bagaimana Patih Gajah Mada berusaha keras untuk menyatukan Nusantara.
Dengan memanyunkan bibirnya, Farah merampas paksa buku yang Kirana bawa hingga gadis itu berdiri dari duduknya dan menatap Farah tajam, "Adit manggung, Na. Kamu nggak mau nonton dia? Dia itu pacar kamu-
"Mantan." Kirana memotong ucapan Farah ketus.
Sedang Farah yang ditatap dengan sangat tajam itu malah tertawa keras sambil memegangi perutnya, "Akhirnya putus juga! Udah aku bilang 'kan kalau Adit itu bukan cowok baik-baik. Masih aja ngeyel. Hahahaha! Sakit kan?"
"Harus ya aku jawab?" Kirana memutar bola matanya jengah, lalu mengambil kembali bukunya yang diambil secara paksa. Ia berjalan mendahului Farah, dan Farah pun langsung mengikutinya dari belakang. "Woi tunggu dong!" teriaknya, masih sibuk tertawa dan mengatur napasnya yang mulai berat.
Satu-satunya alasan Kirana enggan untuk ikut menonton konser setahun sekali itu adalah, dia harus bertemu dengan Adit. Gitaris band sekolahnya, sekaligus mantan pacarnya yang dua hari lalu memutuskan untuk menghentikan hubungan mereka secara sepihak.
Awalnya Kirana menolak karena alasan yang Adit pakai tidaklah logis. Tapi ketika melihat kenyataannya, barulah Kirana sadar bahwa hubungan mereka memang benar-benar tidak bisa dipertahankan.
"Na! Na! Masuk ke situ yuk!" Farah menarik tangan Kirana memasuki sebuah stan pameran yang berada di sudut taman sekolah.
Kirana mengerutkan keningnya ketika membaca tulisan di papan tulis kecil di depan stan: antic and mystic
"Stan ini nggak beres, Farah. Kantin aja ya?" balas Kirana sedikit ragu untuk ikut masuk.
"Coba dulu. Kayanya seru deh."
"Hmm .... " jawab Kirana pasrah, dan mau tidak mau membuntuti Farah yang heboh ketika tahu kalau stan itu juga menyediakan jasa meramal gratis.
"Selamat datang di tempat kami. Silahkan pilih barang yang Anda sukai. Semuanya serba lima ribu rupiah," sambut seorang gadis yang berpakaian serba gothic itu datar.
Farah mengangguk antusias dan segera mengambil beberapa pernak-pernik yang serupa. Sebuah dreamcatcher hitam berukuran sedang, dua buah gelang, dan sebuah miniatur jam pasir yang berada dalam kotak di atas meja stan. Berbeda dengan Kirana yang hanya memandang benda-benda itu sambil sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Hanya orang bodoh yang mau membeli barang-barang aneh seperti ini, apalagi percaya dengan sebuah ramalan yang diucapkan oleh anak kelas 10 SMA.
"Na, kamu nggak mau beli apa-apa?" tanya Farah, menyenggol lengan Kirana dan membuat dia tersentak. Dengan sembarangan, Kirana mengambil sebuah kalung berbandul bundar kemudian meletakkan benda itu di atas meja. "Aku ambil ini," katanya malas, dan memasukkan selembar uang lima ribu dari saku roknya ke dalam kardus kecil yang disediakan.
"Pilihan yang bagus." Gadis bergaya gothic itu tersenyum samar. "Sesuai dengan yang saya janjikan, saya akan meramal kalian berdasarkan benda yang kalian beli."
Kirana memgembuskan napas kasar. Berada di dalam stan bersama si gadis aneh semakin membuatnya terlihat bodoh. "Bisa cepat sedikit? Lambat," sindirnya.
"Sopan dikit, Na. Meskipun dia adik kelas kita satu tahun, kita harus bisa menghormati dia!" bisik Farah, membuat Kirana mendengus sinis, "Iya, maaf."
Di sisi lain, gadis gothic di depan mereka menatap keduanya dingin. "Dreamcatcher, gelang, dan jam pasir. Kau akan mendapatkan musibah setelah ini." Farah yang mendengar perkataan gadis itu melotot seketika.
"Musibah apa?" tanyanya, menyelidik.
"Sebuah ... malapetaka."
"Jangan percaya deh, Far. Ramalan kayak gini itu nggak nyata!" Kirana menatap tidak senang ke arah gadis gothic yang berdiri di depan mereka berdua.
"Dan kalung itu ... kau akan menemukan cinta yang baru. Dari seseorang ... di masa lalu."
Kieana tertawa geli seraya melingkarkan kalung miliknya, "Aduh, jangan bicara cinta lah. Saya udah lama nggak percaya sama hal yang namanya cinta. Makasih buat ramalan gratisnya. Ayo Far, kita kantin aja!" Ia mendorong tubuh Farah agar secepat mungkin meninggalkan tempat itu.
Demi apa pun, hari ini adalah hari paling tidak masuk akal yang pernah ia alami. Seharusnya dia sibuk mengucapkan salam perpisahan untuk kakak kelasnya yang lulus dan berfoto ria bersama mereka. Bukannya malah bermain-main di dalam stan aneh seperti itu! Apalagi dia juga sudah berjanji pada Dimas, seniornya dalam klub lari untuk perlombaan terakhir bersama. Meskipun kalau ditanya, ia akan lebih memilih untuk melanjutkan bacaannya dibandingkan harus menepati janjinya dengan Dimas. Musuh terbesarnya diklub!
Kirana menghentikan langkahnya mendadak di depan sebuah stan minuman. Pupilnya membesar ketika seseorang yang familiar baginya sedang berjalan bergandengan tangan dengan seseorang yang juga ia kenal sebelumnya.
Ia tersenyum samar. Farah yang berdiri di belakangnya hanya menggigit bibir bawahnya miris.
"Wow. Mantan pacarku, sekarang berpacaran dengan mantan sahabatku? Manis sekali. Selamat ya. Kalian berhasil," katanya, sambil terkekeh pelan.
Adit yang saat itu berdiri tak jauh dari Kirana hanya bisa menunduk. Dan Angel, mantan sahabatnya segera menarik tangan Adit untuk menjauh. Jadi ini, alasan sebenarnya mengapa Adit memutuskan dirinya waktu itu?
"Na? Are you okay?" Farah menyentuh pundak Kirana khawatir.
Kirana mengagguk cepat, "Ya. Cuma kebelet pipis aja. Aku ke kamar mandi dulu ya, titip buku, jangan sampai hilang!" kata Kirana, kemudian berlari menuju kamar mandi di sudut sekolah dan meninggalkan Farah yang masih terpaku di tempatnya.
Di dalam kamar mandi, Kirana menatap wajahnya di cermin. Sesekali ia mengembuskan napas perlahan kemudian membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari kran wastafel. "Cinta?" gumamnya, pelan. "Omong kosong."
Angel, Kirana pikir dia adalah sahabat terbaik yang ia punya. Mereka sudah bersahabat sejak SD tetapi dengan mudahnya Angel menghancurkan ikatan itu hanya karena seorang laki-laki dan membuang kenangan mereka tanpa sisa. Farah mungkin memang benar, Adit bukanlah cowok baik-baik. Sering gonta-ganti pacar. Tapi mengapa harus Angel yang menjadi penggantinya?
Ia memejamkan matanya sejenak, lalu kembali membukanya. "Astaga!" pekiknya, seraya melirik arloji yang melilit pergelangan tangan kanannya.
"Aku 'kan ada janji sama kak Dimas!" Ia bergegas membalikkan badannya dan berjalan cepat menuju pintu kamar mandi.
Namun baru beberapa langkah keluar dari bangunan itu, tiba-tiba saja tubuhnya ditabrak oleh seorang pria berbadan besar yang sedang membawa tumpukan kayu di punggungnya, hingga ia terjatuh ke belakang.
"Aduh, jalan pakai mata dong!" umpatnya, sambil mengusap pinggangnya yang sakit karena menghantam tanah.
Ingin sekali Kirana menghajar sosok yang sudah membuatnya jatuh tanpa mengucapkan permintaan maaf padanya itu hingga babak belur. Tetapi ketika ia mengedarkan pandangannya dan berniat untuk mencari siapa orang yang tidak bertanggung jawab itu, keningnya berkerut heran.
Ia sudah tidak berada di sekolah, tapi di tengah-tengah pasar tradisional!
Orang-orang dengan pakaian aneh yang berada di sekitarnya menatap Kirana tajam, seolah hendak membunuhnya sekarang juga. Ia tak bisa berkutik. Otaknya bahkan tidak bisa digunakan untuk berpikir di saat-saat seperti ini.
Yang dapat ia lakukan hanyalah,
lari!
Biasa sih cowok emang gitu. Sakit ati huhuhuhu????
Comment on chapter #1 - Lari!