Aku mengerutkan kening dalam saat Ayu menolak ajakanku untuk pergi ke kantin. Seingatku Ayu belum sempat sarapan karena terbangun kesiangan. Ia terbangun kesiangan juga karena ia memaksakan diri untuk mengerjakan tugas matematika hingga larut malam. Mengingatnya aku menjadi semakin merasa bersalah.
“Serius gak mau ikut?” Tanyaku mencoba meyakinkannya kembali. Ayu mengangguk dan tersenyum. “Tapi kan Ayu belum sarapan.”
Ayu menggelengkan kepalanya. “Ayu gak lapar kok, Ayu cuman ngantuk.”
“Ya udah aku beliin makanan nanti. Ayu istirahat dulu aja,” Aku beranjak dari dalam kelas saat mendapat anggukan kepala dari Ayu.
Sesampainya di luar kelas, Haikal sudah menungguku.
“Lama banget lo. Dah lapar ni gue,” Ia mengusap perutnya.
“Elah, lemak lo masih banyak. Gak bakalan kurus tiba-tiba kok,” Ledekku seraya menyeret Haikal untuk berjalan lebih cepat.
“Enak banget lu ngomong,” Aku tertawa pelan dan berenti menyeretnya.
“Buruan dong jalannya katanya lapar.”
“Koridor rame, susah gerak ni gue.”
“Dobrak aja, bos.”
“Gue yang dobrak, lo yang dimarahin sih oke. Tapi kan kagak kayak gitu,” Gerutu Haikal.
Aku tertawa kembali. “Yaudah buruan.”
~
Kantin hari ini sangat dipadati siswa. Beberapa warung bahkan ada yang antriannya memanjang. Meja kantin yang tidak seberapa juga telah penuh. Jika sepenuh ini sampai bel istrirahat selesai juga tidak akan mendapat makanan.
Aku mengedarkan pandangan ke sekitar. Dan aku menemukan Gaga dan Indra tengah mengantri. Aku menghampiri mereka dengan Haikal yang mengekoriku. Aku menepuk pundak Indra dan ia membalikkan badannya.
“Gue nitip, ya? Jus jeruk dua, gorengan lima, sama lontong dua. Nih duitnya,” Aku memberikan uang pada Indra. “Gue tunggu di pinggir lapangan basket.”
“Enak aja lo! Ngantri sana!” Protes Indra sambil terus mencoba mengembalikkan uang dariku.
“Makasih teman,” Aku memeluk Indra dan menepuk pundaknya sebentar.
“Hih,” Itu suara Gaga. “Geli lo, Han.”
“Tenang, bos. Gue masih normal.” Aku mengangkat kedua tanganku. “Gue tunggu di pinggir lapangan basket, segera, jangan pake lama.”
“Yuk, kal.”
“Lah, udah mesen, Han? Kok cepet,” Ujar Haikal kebingungan. Aku melirik ke arah Indra dan Gaga yang masih mengerutu.
Haikal menganggukan kepalanya mengerti. Ia kembali mengikutiku keluar dari kantin yang masih sesak oleh siswa yang tidak ada habisnya. Aku melangkah menuju lapangan basket yang tidak terlalu jauh dari kantin.
Aku berhenti dan duduk di salah satu bangku yang berada di pinggiran lapangan basket. Di lapangan ada beberapa siswa yang sedang bermain basket. Aku memperhatikan permmainan mereka, karena sedari SMP aku cukup menyenangi basket.
Saat aku tengah memerhatikan permainan basket, haikal menyikut lenganku beberapa kali hingga aku menatapnya yang ternyata tengah memerhatikan yang lain. Aku mengikuti arah pandangnya dan mataku sukses terbuka sempurna. Entahlah ini terlalu mengejutkan untukku. Di sana, di sebuah bangku lainnya ada Ayu yang tengah duduk dengan kepala tertunduk. Bukan itu yang membuatku sangat terkejut, melainkan sosok yang duduk di samping Ayu yang sedang memain-mainkan bola basket di tangannya.
“Si Ayu sama siapa tuh?” Tanya Haikal yang aku abaikan. Aku terus memfokuskan pandanganku mencoba mengenali pria yang duduk di samping Ayu itu. Sepertinya tidak terlalu asing.
Aku mengepalkan kedua tanganku saat aku berhasil mengenali siapa yang duduk di samping Ayu kali ini. entahlah rasa takut yang dulu pernah aku rasakan kembali hadir. Aku melepaskan kepalan tanganku saat merasakan sebuah tepukan di pundakku. Aku mengalihkan pandangan dari Ayu.
“Nih pesenan lo,” Ternyata Indra. Aku mengambil makananku dari Indra dan mengucapkan terima kasih dengan nada rendah.
Indra dan Gaga ikut bergabung dan duduk di atas bangku panjang. Aku kembali fokus pada Ayu yang kini telah beranjak dengan tergesah-gesah meninggalkan lapangan. Aku mengerutkan kening khawatir saat melihat Ayu yang tidak berjalan menuju kelas.
“Udah, bro, gak usah segitunya juga kali,” Ujar Haikal.
“Emangnya si Farhan kenapa?” Tanya Gaga sambil melahap makanan ditangannya.
“Itu biasa Ayu, siapa lagi coba,” Jelas Haikal. Aku meraih minumanku dan meminumnya dengan cepat, entahlah rasanya tenggorokanku sangat kering.
“Emangnya kenapa sama si Ayu?” Tanya Gaga kembali.
“Kepo amat si lu!” Ujar Haikal kesal karena tidak sempat memakan makanannya sedari tadi. “Tadi tuh si Ayu duduk sama cowok lain.”
“B aja kali jawabnya,” Aku menggelengkan kepala dan memilih memakan makananku.
“Oh, jadi sekarang terbukti jika seorang Farhan telah jatuh hati pada seorang Ayu?” Ucap Gaga seraya menaik turunkan kedua halisnya.
Aku mengangkat kedua halisku seolah meminta alasan kepada Gaga mengenai ucapannya. “Lah, lo kayak kagak ngerti aja.”
“Emang gue gak ngerti,” Aku melanjutkan kembali acara makanku.
“Oke, untuk memastikkanya kita buktikan dengan beberapa pertanyaan,” Tantang Indra.
“Oke,” Balasku dengan menggunakan isyarat melalui tangan.
“Lo tinggal jawab ‘ya’ atau ‘tidak’,” Tegas Gaga. Aku mengangguk.
“Selama lo temenan sama Ayu, lo gak pernah bisa gak khawatirin Ayu sehari aja. Ya atau tidak?” Tanya Gaga yang memang sudah cukup mengenalku.
Aku menganggukkan kepala. Karena bagaimanapun juga aku dan Ayu sudah menegnal lama dan aku tahu jika Ayu sangat butuh perlindungan ekstra terutama dikeadaan-keadaan seperti saat ini.
“Lo selalu pengin nempelin Ayu?”
Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban. Aku menelan makanan yang masih tersisa di dalam mulutku. “Gue juga ngerti batasan gue buat gak ngeganggu privasi Ayu.”
“Termasuk yang tadi?” Timbal Haikal.
Aku melirik kembali ke arah dimana Ayu tadi duduk. “Gue rasa itu bukan privasi dia.”
“Serius?”
“Ya, gue udah biasa dengerin Ayu curhat soal cowok-cowok.”
“Dengan terpaksa?”
“Itu gunanya teman, kan. Mendengarkan apa-“
“Gak usah pake kata teman kalo lo gak suka denger Ayu cerita soal cowok lain, deh,” Aku menatap Indra bingung. “Lo itu sedari awal emang udah ditakdirin buat selalu ada buat Ayu.”
“Dan lo udah jatuh cinta sama dia,” Lanjut Gaga. “Lo selalu awasin Ayu bukan cuman karena lo khawatir tapi karena lo butuh Ayu di setiap hari lo, karena lo udah jatuh cinta sama dia.”
~
Aku terdiam menatap lurus pada dinding putih di hadapanku. Perkataan Gaga tadi cukup mengganggu pikiranku. Apakah benar jika aku mencintai Ayu? Tapi aku tidak merasakan apapun yang signifikan.
Ceklek.
Aku menatap pintu yang baru saja dibuka. Nampak Bulan tengah berjalan dengan sebuah handuk kecil di tangan kanannya. Di belakangnya ada Esti yang membawa wdah kecil berisi air.
“Dia belum bangun?” Tanya Bulan sambil mengecek suhu di kening Ayu. Aku menggelengkan kepala.
Esti meletakan wadah berisi air itu di atas nakas yang berada di samping ranjang yang ditiduri oleh Ayu. Bulan mencelupkan handuk itu, memerasnya kemudian meletakkannya di kening Ayu.
Esti berjalan mendekat ke arahku dan duduk di sampingku. Tadi saat aku tengah mengobrol dengan Gaga, Indra, dan Haikal tiba-tiba dua orang siswa berlari tergesah-gesah sambil membawa tandu melewati kami. tadinya aku tidak begitu peduli sampai sekembalinya kedua siswa tersebut, aku langsung berdiri. Di atas tandu yang dibawa mereka nampak Ayu yang tengah tidak sadarkan diri. Aku langsung mengikuti mereka ke ruang kesehatan sekolah.
Saat Ayu telah dipindahkan ke atas ranjang yang berada di ruagan UKS dan beberapa siswa yang aku pikir petugas piket UKS menghalau kerumunan siswa lain. Aku berjalan masuk untuk melihat keadaan Ayu. Dan saat itu juga aku lupa untuk membelikan Ayu makanan karena Ayu belum sempat sarapan.
Aku segera pergi menuju koperasi dan membeli beberapa roti keju dan air mineral. Menyimpannya di atas nakas dan menunggu Ayu hingga sadar.
“Tadi, gue nemuin Ayu pingsan di toilet,” Ucap Esti. Aku tidak menjawab. “Gue gak tahu persis apa penyebabnya. Tapi lo liat sendiri, kan? Kalo kedua mata Ayu agak bengkak kayak habis nangis.”
Aku mengerutkan kening. Aku memenag melihat kedua mata Ayu yang sedikit membengkak, seolah sebelumnya dia telah menangis cukup lama.
“Lo tahu gak kalo sebelumnya Ayu ada masalah atau ssuatu yang bikin dia nangis?” Tanya Bulan.
Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban. Ayu gak mungkin nangis gara-gara semalam, buktinya tadi pagi dia masih mau bicara denganku walau sedikit. Aku kembali menatap Ayu yang masih belum sadar.
“Mungkin emang bener dia pusing karena belum sarapan,” Simpul Bulan. “Yaudah lo berdua balik aja dulu ke kelas. Biar gue yang jaga karena kebetulan gue bagian piket hari ini.”
Aku dan Esti beranjak dari UKS membiarkan Bulan menjaga Ayu dan lagi bel masuk sudah berbunyi sedari tadi.
“Han?” Panggil Esti. Aku menatap ke arahnya. “Lo serius kalo Ayu gak dalam masalah apapun?”
“Iya, gue se-“ Aku berhenti melangkah dan Esti juga ikut berhenti melangkah.
Aldi, dia orang terakhir yang ditemui Ayu. Aku tidak tahu apap yang mereka bicarakan, tapi aku cukup yakin jida dialah yang menjadi penyebabnya. Aku berbalik arah menuju lapangan basket kembali.
“Farhan! Lo mau kemana?!” Aku mendengar Esti berteriak.
“Gue ada urusan sebentar! Lo duluan aja!” Jawabku dengan sama berteriak dan terus menyusuri koridor sekolah menuju lapangan basket tepat dimana tadi Ayu dan Aldi bertemu.
~
Oleh Luthfita A.S
Ps. Jika ada kesalahan dalam pengetikan kata harap beritahu dan maklumi.