"Rumah kamu dimana?" tanya Stefan yang sedang menyetir.
Rose memegang tangannya sendiri, lalu menjawab "Di daerah Buah Batu. Kamu turunin aku di depan bank aja."
"Emang siapa juga yang mau nurunin kamu di depan rumah?" ledeknya, Rose menatapnya datar, rasanya ia sangat ingin meninju wajah Stefan yang tampan itu.
"Ya siapa tau." ucap Rose.
Mobil mereka terhenti saat lampu merah menyala. Stefan mengambil ponselnya yang ia letakan di sakunya itu dan memberikannya pada Rose. Rose menatapnya bingung.
"Username Indotgram kamu." ujarnya tanpa memandang Rose.
Rose mengambil ponselnya dan mengetikan usernamenya. Setelah mengetik usernamenya, Rose hendak mengembalikan ponsel Stefan, tapi lampu hijau menyala dan Stefan sedang fokus menyetir. Akhirnya Rose tetap memegang ponsel Stefan.
"Mau nyalain radio?" tawarnya, Rose mengangguk. Stefan menyalakan radio mobilnya.
Rose menyenderkan kepalanya pada senderan pintu mobil. Tiba-tiba lagu Pelangi yang dinyanyikan oleh HIVI! terputar. Rose langsung duduk tegap dan memasang kupingnya untuk mendengarkan lagu kebangsaannya yang kedua itu.
"Aaaa... lagu kesukaanku." ucap Rose yang sedang bungah itu. Stefan melirik ke arah Rose, ia pun iseng mematikan radionya. Rose menatapnya tak percaya lalu mencubit lengannya dengan keras. Stefan merintih kesakitan, "Aduh! Sakit woi!" kesahnya. Rose menyilangkan tangannya dan menyipitkan matanya. "Jangan gitu makanya!" bentaknya. Stefan menyalakan radio dan suasana kembali tenang.
Rose memandang ponsel Stefan yang sedang ada di tangannya itu. Ia mengamatinya dan membandingkan ponselnya dengan ponsel Stefan. Merk ponsel, jenis ponsel, versi ponsel, dan warna ponselnya sama. Rose tersenyum, ia seketika berpikir jika pertemuannya dengan Stefan memang sudah di atur oleh Tuhan.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Stefan mengejutkannya. Rose menganga, ia malu karena ketahuan Stefan sedang senyum-senyum sendiri. Stefan melirik tangan Rose dan merebut ponselnya dan ia masukkan ke dalam sakunya. Rose menatapnya sebal dan memasukan ponselnya juga ke dalam tasnya. Lalu Rose membuang wajahnya dan memandang ke arah jalanan.
"Eh udah di depan bank ini! Stop!" pekiknya. Stefan tetap menyetir, Rose mencubit lengannya lagi hingga ia memberhentikan mobilnya.
"Nyubit mulu daritadi." ucap Stefan kesal.
"Abisnya kamu gak dengerin sih." ujar Rose.
"Ya udah, terus gimana?" tanyanya.
"Mundurin mobilnya. Banknya jauh banget tuh." jawab Rose cemberut.
"Di rumah kamu aja deh. Dimana?" tanyanya lagi.
"Udah di bank aja!!!"
"Gak."
"Padahal tinggal mundur loh."
"Cepet rumah kamu dimana?" bentaknya. Akhirnya dengan terpaksa Rose memberitahu alamat rumahnya, ia menunjukkan jalan untuk menuju rumahnya. Stefan kembali menyetir. Suasana menjadi hening hingga Rose berkata, "Nah itu pager hitam rumah aku." ucapnya. Stefan hanya mengangguk. Rose membuka pintu mobil dan saat ingin keluar, Stefan menarik baju Rose, Rose langsung menoleh. "Kamu pikir aku ini supir apa? Gak bilang makasih lagi." ujarnya. Rose menepuk dahinya, "Ya ampun, maaf yaa. Makasih udah nganterin." ucap Rose. Stefan melepaskan tangannya dan membiarkan Rose pergi.
Stefan menyalakan mobilnya dan bergegas pulang. Beberapa menit kemudian, ketika ia sedang ada di jalan, tiba-tiba ada bunyi aneh di dalam sakunya. Stefan sontak mengambil ponselnya dan ketika ia nyalakan,
"Hah? Ponsel siapa ini?" pekiknya.
Gilang Jelek!! Nama orang yang sedang menelepon pemilik ponsel itu.
Stefan menjawab telepon itu karena kesal ponselnya tidak ada di tangannya.
"Ada apa?" tanya Stefan di telepon itu dengan suara beratnya yang khas.
"Ini siapa?" tanya Gilang di telepon.
"Ini Stefan Alvaro, cowok paling tampan se jagat raya."
"Hah? Kenapa ponsel Rose ada di kamu? Rose mana?" pekiknya. Stefan mengernyitkan dahinya.
"Rose? Udah pulang."
"Terus kenapa ponselnya di kamu? Kamu maling!?"
"Bukanlah. Ponsel aku juga gak tau dimana."
"Bohong! Dimana kamu sekarang? Balikin ponselnya Rose! Kalau gak, aku laporin kamu ke polisi!" ancamnya. Stefan tertawa terbahak-bahak karena jawaban konyol Gilang itu.
"Haduh bro, siapa juga yang maling. Jangan asal ngomong kalau gak ada bukti!"
"Ini buktinya, kamu megang ponsel Rose sedangkan Rose lagi ada di rumahnya."
"Kayaknya ini salah paham deh. Dengerin dulu bro, tadi aku nganterin Rose pulang, dan kayaknya ponsel kita ketuker!"
"Kalau gitu, ayo kita ketemuan. Kamu lagi dimana?"
Stefan menengok ke jam tangannya. Jam 6. Tiba-tiba ia teringat jika malam ini, keluarganya akan mengadakan acara makan malam.
"Besok aja aku balikin langsung ke Rose, sekalian ngambil ponsel aku yang kayaknya ada di Rose."
"Kamu takut?"
"Gak sama sekali."
"Terus kenapa ngehindar?"
"Aku ada acara keluarga malam ini, jadi gak bisa ketemuan."
Terdengar suara gilang yang sedang tertawa di telepon itu.
"Awas aja kalau kamu bohong." ancam Gilang.
"Terserah." ucap Stefan lalu mematikan teleponnya. Ia melihat ke lockscreen ponsel itu dengan geli, Rose memasang lockscreen seorang pangeran versi animasi yang sedang mencium sang putri. Stefan pun langsung memasukkan ponsel Rose ke dalam sakunya.
"Rose, kenapa baru pulang?" tanya Ibu Rose setelah Rose memasuki rumahnya.
"Iya Mom, tadi aku nungguin angkot tapi gak ada yang lewat, akhirnya aku di anterin sama calon pangeran aku." jawab Rose dengan riang.
"Loh kok nungguin angkot? Bukannya kamu pulang sama Gilang? Terus itu siapa calon pangeran kamu?" tanya ibunya penasaran. Rose duduk di samping ibunya dan menyimpan tasnya.
"Tadi Gilang pulang sama Moza. Jadi aku terpaksa naik angkot. Calon pangeran aku tuh nyata loh Mom, bukan khayalan! Dia murid baru, mukanya tuh gantenggg banget!!!!"
"Moza siapa? Pacar Gilang? Ada fotonya gak? Coba Mom liat."
"Moza, orang yang tergila-gila banget sama Gilang. Dia sering banget gangguin Gilang di sekolah, kasihan ya Mom. Bentar Mom, coba aku cari dia di Indotgram." ucap Rose lalu mengambil ponselnya yang ada di tas. Saat ponsel itu di nyalakan. Ia terkejut bukan main.
"Hah!? Ini kan ponselnya Stefan!!" teriak Rose panik.
"Stefan? Siapa?" tanya Ibunya yang juga ikutan panik.
"Calon pangeran aku Mom." jawab Rose.
"Loh, terus ponsel kamu mana?" tanya ibunya.
"Pasti di Stefan." jawab Rose lesu.
"Yaudah, simpen aja tuh ponselnya. Jangan lupa besok di bawa ke sekolah terus balikin ke dia." ucap ibunya. Rose mengangguk lalu membawa tas dan ponsel Stefan ke kamarnya.
Rose merebahkan diri di kasur dan memandang ponsel Stefan.
"Entahlah, aku gak pernah nyangka aku sama Stefan bisa serumit ini pertemuannya." ucap Rose pada diri sendiri. Ia membolak-balikan ponselnya, dan tiba-tiba ponsel Stefan menjadi bising. Notifikasi dari berbagai aplikasi bermunculan.
Audrey: Stef, jangan lupa makan malam! Sekeluarga udah pada ngumpul ini, tinggal kamu doang yang belum.
Bella: Hai Stef.
Kimi: P.
Rani: Kak Stefan, boleh minta tolong?
Dan masih banyak lagi. Yang membuat Rose penasaran adalah notifikasi dari Bella dan Kimi, ternyata dia mengejar Stefan. Moza, Bella, dan Kimi benar-benar pintar dalam memiliki lelaki, mereka memilih laki-laki yang tampan dan populer. Contohnya saja Gilang dan Stefan. Rose meletakan ponsel Stefan di kasurnya. Ia menutup matanya dengan telapak tangan kirinya dan berkata, "Ya ampun, kenapa dunia ini sempit? Apa aku harus terus berhubungan sama trio nyebelin itu?"
Hari berganti. Kebiasaan buruk Rose masih saja melekat erat di dirinya. Ia masih sulit untuk bangun pagi hingga ibunya harus berupaya keras untuk membangunkannya.
"Rose, ini udah jam berapa sih?" tanya ibunya kesal sembari menarik selimut yang menutupi tubuh mungil Rose. Rose tidak menggubris, dia tetap diam seribu bahasa.
"ROSE!" teriak ibunya. Rose menutup kedua telinganya dengan tangannya itu. Lalu ibunya menarik tangan Rose hingga Rose terjatuh dari kasurnya itu.
"Aduh Mom! Biasa aja kali! Gak usah tarik-tarik tangan kan bisa?" kesah Rose lalu mengusap tangannya yang kesakitan akibat terjatuh tadi.
Ibunya berkacak pinggang dan berkata, " Ckckck, Mom gak habis pikir, makan apa ya Mom dulu? Sampai-sampai ngelahirin gadis bandel kayak kamu gini!"
"Gatau." ucap Rose ketus lalu pergi meninggalkan ibunya.
Setelah Rose pergi mandi dan memakan sarapannya, ia menunggu Gilang di teras depan rumahnya sembari memandangi ponsel Stefan.
"Mimpi apa coba aku kemarin, sampai-sampai aku bisa megang ponsel cowok ganteng gini." batin Rose.
"Kenapa ponselnya di liatin terus?" tanya Stefan yang tiba-tiba ada di hadapannya.
"Oh Stefan, ngapain kamu disini?" tanya Rose balik.
"Mau jemput ponsel aku." jawabnya lalu merebut ponsel miliknya yang ada di tangan Rose.
"Yailah, dikira mau jemput aku." ucapnya dalam hati.
"Ponselku mana?" tagih Rose.
"Nih." ucap Stefan seraya memberikan ponsel Rose.
"Oke makasih." ucap Rose lalu mengambil ponselnya.
"Kamu kenapa diem aja disini? Bukannya ke sekolah." tanya Stefan.
"Aku nunggu Gilang." jawab Rose tanpa melirik wajah Stefan, ia menatap rumah Gilang yang tepat ada di belakang Stefan. Stefan membalikan tubuhnya dan melirik objek yang sedang dipandang oleh Rose.
"Gilang jelek?" tanya Stefan lalu menatap Rose. Rose menatapnya tajam.
"Jelek kata kamu?" Rose tersinggung, ia berdiri lalu menatap Stefan.
"Kamu pikir kamu ganteng banget? Meskipun kamu itu ganteng, jangan sombong deh. Dikira gak ada cowok ganteng selain kamu apa?" tanya Rose sembari berkacak pinggang. Stefan menyilangkan tangannya.
"Yah, baper dia. Siapa juga yang ngatain pacar kamu jelek? Orang aku cuma nanya." jawab Stefan santai.
"Hey, aku bukan pacarnya ya! AKU TEMENNYA! Nanya kata kamu? Pertanyaan macam apa itu?" tanya Rose lagi dengan kesal.
"Nama dia di ponsel kamu kan Gilang Jelek." jawab Stefan. Mata Rose terbelalak setelah mendengar pernyataan Stefan tadi. Ia jadi teringat nama kontak Gilang yang ada di ponselnya itu. Rose langsung memukul tangan Stefan yang masih ia silangkan itu. Stefan menatapnya bingung, " Ada apa?" tanyanya. "Kamu liat-liat isi ponsel aku ya? Ngaku!" ucapnya ketus. "Gak. Orang dia nelpon kamu, jadi otomatis keliatan dong namanya?" ucap Stefan. Rose membeku, ia kehabisan kata-kata, bagaimana mungkin ia bisa berpikir macam-macam. "Oh iya." ucap Rose lalu memalingkan wajahnya.
"Yaudah, aku duluan." pamit Stefan, Rose menoleh Stefan, ia sedang berjalan ke mobilnya.
"Stefan!" panggil Rose, Stefan menoleh.
"Apa?" sahutnya.
"Kamu mau kemana?"
"Ya kemana lagi?"
"Ke sekolah?"
"Iya."
"Ikut boleh?"
"Gak."
Rose langsung memasang wajah datar dan kembali duduk di terasnya itu. Stefan mengocek saku celananya untuk mengambil kunci mobil, tiba-tiba Stefan berteriak "Naik atau gak aku anterin!" ancamnya, Rose sontak mengambil tasnya dan berlari ke arah Stefan dengan semangat.
"Semangat banget." ucap Stefan setelah Rose berdiri di sebelahnya.
"Hehe."
Rose dan Stefan memasuki mobil. Stefan menyalakan radio mobilnya agar suasana tidak terlalu hening lalu menyalakan mesin mobil dan mulai berangkat.
"Bukannya kamu tadi nungguin Gilang?" tanya Stefan membuka percakapan. Rose menepuk dahinya, " Aku lupa!", "Terus gimana?" tanya Stefan. "Aku chat dia aja." jawab Rose lalu menyalakan ponselnya. Ia mengetik sebuah pesan kepada Gilang.
Gilang
Lang, aku duluan ya perginya hehe. Hati-hati. Jangan ngebut.
Lalu Rose menyimpan ponselnya ke dalam tas dan mulai memperhatikan jalanan.
"Kamu sama Gilang kalau ke sekolah pake apa?" tanya Stefan.
"Motor." jawab Rose.
"Matre nih cewek, maunya sama yang bermobil doang." batin Stefan di dalam hati. Seketika Stefan memiliki ide untuk memancing Rose, ia pun tersenyum usil.
"Kalau aku naik motor, kamu mau pergi sama aku?" tanyanya.
"Kenapa emang?"
"Nanya aja."
"Iya."
"Iya apa?"
"Iya mau."
"Kenapa?"
"Ya emang apa salahnya naik motor? Toh sama-sama kendaraan."
"Ya siapa tau kamu berpaling dari Gilang karena aku bermobil." ucap Stefan lalu tersenyum jahat. Rose meninju perut Stefan.
"Heh, jangan suka ambil kesimpulan sendiri dong!" ucap Rose emosi. Rose merasa jika sifat narsis Stefan sudah dimulai lagi.
"Habisnya aneh aja, tadi bilangnya nunggu Gilang. Terus tadi tiba-tiba kamu minta buat pergi bareng, padahal aku gak nawar kayak kemarin."
"Ya tapi bukan berarti aku berpaling dari Gilang!"
"Terus apa?"
Rose terdiam, alasan Rose pergi dengan Stefan hanya satu. Rose ingin selalu dekat dengan Stefan setiap saat.
"Kenapa diam?" tanya Stefan makin memancing.
"Kena jebakan nih cewe." ucap Stefan dalam hati.
"Gak apa-apa." jawab Rose lirih.
Stefan melirik wajah Rose, tiba-tiba ekspresi wajah Rose memurung. Disitu Stefan merasa bersalah, ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
"Kenapa?" tanya Stefan lalu memandang wajah Rose. Rose menggelengkan kepala.
"Aku nanyanya keterlaluan?" tanya Stefan lagi.
"Iya!" jawab Rose ketus.
"Oh aku pikir apa." ucap Stefan, Rose menatapnya tidak percaya, bukannya minta maaf, Stefan malah ber-oh ria.
"Eh, aku mau nanya balik nih sama kamu. Kita kan baru kenal, tapi kenapa kamu udah nawarin buat nganterin aku pulang kemarin? Terus, kenapa kamu mau-mau aja buat ngasih aku tumpangan hari ini?" tanya Rose, Stefan membeku. Ia tiba-tiba kebingungan atas pertanyaan Rose tadi, ia juga tidak tahu menahu mengapa kemarin ia menawarkan diri untuk mengantarkan Rose pulang.
"Pengen aja." jawabnya dingin lalu menyalakan mesin mobilnya.
"Hm."
Stefan mulai menyetir. Suasana mulai hening di antara mereka berdua, hanya musik dari radio memberisikan suasana.
Sementara itu, situasi kondisi berbeda di lain tempat. 5 menit setelah Stefan dan Rose pergi, Gilang menyiapkan motornya dan mendatangi rumah Rose.
"Di bilangin tunggu di teras malah gak nurut." ucap Gilang dalam hati, lalu Gilang mengetuk pintu rumah Rose.
Knock Knock Knock.
Pintu rumahnya terbuka, ibu Rose muncul di balik pintu itu.
"Ada apa Lang?" tanya ibunya.
"Tante, Rosenya ada?"
"Loh? Bukannya tadi udah pergi sama kamu?" tanya ibunya. Gilang kebingungan, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Gilang menyalakan ponselnya itu, pesan dari Rose muncul, lalu ia pun membaca pesan itu.
Rose Sri Ningsih.
Lang, aku duluan ya perginya hehe. Hati-hati. Jangan ngebut.
"Oh iya tan, maksud aku itu barangnya Rose ada yang ketinggalan gak? Soalnya tadi Rose minta tolong ke aku buat ngecek ada barang yang ketinggalan apa engga." ucap Gilang berusaha mencari alasan.
"Ya ampun ini anak ya! Ceroboh banget. Bentar ya Lang, tante cari dulu di kamarnya." ucap Ibunya.
"Eh gak usah tan, tadi Rose tiba-tiba bilang udah nemu barangnya." cegat Gilang agar ia tidak menunggu ibunya Rose tanpa sebuah alasan.
"Emang apa barang yang dimaksud?" tanya ibunya penasaran. Gilang menelan ludahnya, ia langsung mencari jawaban di otaknya.
"Ponsel tan!" pekik Gilang.
"Oh ponsel." ucap Ibunya.
"Ya udah tan, Gilang pamit dulu ya. Takut kesiangan." ucap Gilang sembari mencium tangan Ibu Rose lalu beranjak pergi. Ibu Rose memandang Gilang yang sedang menyalakan mesin motornya hingga Gilang mulai menghilang dari pandangan Ibu Rose.
"Haduh, dasar anak jaman sekarang ada-ada aja, ponsel lebih berharga daripada waktu." ucap Ibu Rose.
"Makasih tumpangannya." ucap Rose setelah mereka berdua sampai di sekolah.
"Iya sama-sama." ucap Stefan yang sedang merapihkan rambutnya. Rose membuka pintu mobil Stefan, tiba-tiba Stefan menarik tangan Rose yang hampir keluar dari mobil itu hingga Rose kembali terduduk di mobil Stefan.
"Kenapa sih?" tanya Rose.
"Aku ganteng ga?" tanya Stefan panik.
"Idih. Gak penting banget sih." ujar Rose.
"Ganteng gak?" Rose menatap wajah Stefan dengan detail, tadinya Rose ingin mencari sisi jelek dari wajah Stefan. Tapi nihil! Wajah Stefan benar-benar sempurna.
"Iya." ucap Rose lalu memalingkan wajahnya, ia berusaha untuk menenangkan dirinya yang mulai tergila-gila akan pesona Stefan.
"Aku tau itu." ucap Stefan kembali dengan sifat sok pedenya itu.
"Keluar sana." usir Stefan. Rose langsung membuka pintu dan pergi meninggalkan Stefan.
"Dasar aneh." ucap Stefan sembari menatap Rose. Stefan pun membuka pintu mobilnya dan melangkahkan kakinya menuju kelas.
"Oi Stef!" sapa teman-temannya setelah Stefan memasuki kelasnya. Ia menyimpan tasnya dan duduk di bangkunya.
"Kira-kira ponsel aku di apain nih sama tuh cewe." ucap Stefan sembari mengocek sakunya untuk mengambil ponselnya. Ia menyalakan ponselnya dan melihat-lihat seisi ponsel.
"Dasar cewe kepo! Masa semua chat terbaru udah di baca sama dia." ucap Stefan dalam hati. Ia melihat history aplikasi yang telah di buka oleh Rose.
"Galeri juga dia buka? Parah! Untung kemarin aku juga buka isi ponsel dia."
"Bisa-bisanya ponsel kita sama." ucap Stefan sembari memandangi ponsel Rose.
"Siapa sih itu Gilang Gilang, dari tadi banyak banget cewek yang bilang aku sama Gilang gantengnya selevel."
Stefan pun membuka galeri di ponsel Rose, ia mencari foto Gilang. Karena teman-teman Stefan bilang jika hampir semua perempuan di sekolah ini memiliki foto Gilang.
Stefan membuka album 'Si Jelek!' Ia membuka salah satu foto dari album tersebut dan menatapnya lekat-lekat.
"Ini Gilang? Gantengan aku dimana-mana."
Lalu Stefan melihat-lihat album lainnya. Ia membuka album berjudul ' My Prince!'
"Apaan nih? Aneh banget nih cewek."