Gilang mendatangi rumah Rose setelah pulang sekolah. Mereka berdua benar-benar diam sedari tadi, dan Gilang merasa bersalah atas apa yang telah ia katakan. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk meminta maaf kepada Rose dengan cara mendatangi rumahnya.
Knock...Knock..Knock...
Ibu Rose membukakan pintu.
"Eh Gilang, ada apa kesini? Ayo masuk." sambut Ibu Rose, Gilang pun masuk.
"Tante, Rosenya ada?" tanya Gilang pelan setelah duduk di sofa berwarna coklat muda itu.
"Ada tuh. Kalian habis berantem ya? Soalnya tadi tumben aja gitu Rose pulang sendirian terus murung gitu." jawab Ibu Rose lalu duduk di sebelah Gilang. Gilang menggenggam tangannya sendiri, ia gugup. "Iya tante. Maaf ya, Gilang udah jahat ke anak tante." ucap Gilang pelan lalu menduduk. "Yaampun, kalian ini kok lucu banget ya. Jadi kangen masa kecil tante. Kalau kalian berantem itu kan wajar, namanya juga sahabatan. Lagian, lewat berantem persahabatan kalian jadi makin erat kan?" ujar Ibu Rose sembari mengusap kepala Gilang. Gilang tersenyum dan mengangguk, "Iya tante. Makasih ya tante gak marah sama Gilang. Gilang takut tante marah sama Gilang." kata Gilang seraya menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Haduh kamu ini, kalau kamu mukul atau macam-macamin Rose baru tante marah sama Gilang. Tapi karena Gilang ini selalu ada di samping Rose, dan karena itu cuma masalah sepele, tante gak marah kok. Bentar ya, tante panggilin Rose dulu." ucap Ibu Rose, lalu berdiri untuk memanggil Rose. "Bentar tante." cegat Gilang. Ibu Rose menoleh, "Ada apa Lang?" tanyanya. "Tante jangan bilang ada Gilang disini, Gilang takut Rose gak mau ke bawah cuma karena ada Gilang." pinta Gilang, Ibu Rose tersenyum lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Rose. Gilang gemetar, ia takut Rose akan membencinya. Karena, baru kali ini Rose menampar Gilang.
Tiba-tiba Rose muncul dari balik dinding pembatas ruang tamu dan ruang keluarga itu. Rose membeku, ia terkejut ketika melihat Gilang. Rose pun membalikkan badannya untuk beranjak menuju kamarnya kembali, tapi ibunya mendorong hingga ia duduk di depan Gilang.
"Mom, tadi Mom bilang ada tante Brisia, mana? Kok gak ada?" tanya Rose tanpa menatap ke arah Gilang. Ibunya tidak menghiraukan, ibunya malah pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa kamu kesini?" tanya Rose ketus. Gilang menelan ludahnya kasar.
"Aku mau minta maaf. Aku nyesel Rose." ucap Gilang cepat, ia malu.
"Hah? Kamu ngomong apa sih? Cepet banget. Gak jelas tau." kata Rose kesal.
"Aku minta maaf Rose, aku nyesel." ucap Gilang pelan. Rose tersenyum puas.
"Kenapa nyesel?" tanyanya.
"Karena aku keterlaluan, harusnya aku paham kalau itu emang kesukaan kamu." jawab Gilang.
Rose berdiri dan melangkahkan kakinya ke hadapan Gilang..
"Kamu serius kamu nyesel? Aku takut kamu bohong terus kita berantem lagi gara-gara itu." ucap Rose lalu memanyunkan bibirnya.
"Aku serius Rose!" Gilang mengacungkan jari kelingkingnya itu, sebagai tanda berjanji. Rose mengacungkan jari kelingkingnya dan menyatukan jarinya dengan jari Gilang. Mereka berdua tersenyum puas.
"Maafin aku juga ya Lang tadi aku nampar kamu. Habisnya aku lagi kesel banget, eh kamunya malah nambah bikin aku kesel." ucap Rose, Gilang hanya mengangguk lalu tersenyum. Mereka berdua pun berpelukan.
2 Tahun berlalu, kini Rose dan Gilang sudah menginjak kelas 11 SMA. Tentu saja, mereka tetap satu sekolah dan satu kelas. Tapi mereka berdua memisahkan bangkunya, Gilang duduk di belakang bangku Rose, alasannya adalah supaya mereka tidak saling ketergantungan. Teman Rose bertambah menjadi tiga orang, yaitu Gilang, Rheina, dan Anton. Gilang juga tumbuh menjadi seorang cowok yang tampan dan digilai banyak perempuan. Tapi sayangnya, Gilang tidak pernah tertarik dengan perempuan manapun, meskipun perempuan itu secantik Selena Gomez, ia juga bersikap dingin dengan semua perempuan kecuali dengan Rose. Baginya Rose itu benar-benar hidupnya, ia harus melindunginya, dan selalu ada di sampingnya kapan pun itu.
"Rose, itu Gilang udah nunggu di depan." ucap Ibu Rose sembari menonton tv.
"Oke Mom, Rose pergi dulu ya. Kalau Daddy udah pulang, telepon Rose." pinta Rose lalu mencium tangan ibunya dan berlari ke luar rumah.
"Lama banget sih. Abis poop?" tanya Gilang dengan raut kesal.
"Enggak lah, tadi aku abis mimpi, pangerannya gantenggg banget, kalau kamu liat pasti kamu terpesona." jawab Rose terpesona. Gilang menatapnya datar. "Sudahlah, cepat naik." perintah Gilang. "Kamu gak bakal ngasih aku helm?" tanya Rose manja. Gilang memberikannya helm, Rose memanyunkan bibirnya, "Pakein." pintanya. Gilang memakaikannya helm dengan terpaksa, "Cepat naik atau aku tinggal." ancamnya. Rose langsung menaiki motor.
Setelah sampai di area sekolah, semua mata siswi tertuju pada motor Gilang, motor sport yang sedang menjadi trend itu membuat semua siswi tambah tergila-gila padanya. Motor Gilang pun berhenti. Rose turun dan melepaskan helmnya. Tiba-tiba ada seorang perempuan mendatangi mereka. "Hai, Lang. Pagi." sapa perempuan itu, Rose tertawa, "Hahaha, punya kamu tuh. Duluan ya Lang, makasih udah nganter." ucap Rose lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Di kelas, Rheina sudah duduk manis di bangkunya, Anton juga begitu.
"Pagi Ina." sapa Rose lalu duduk di sebelah Rheina.
"Pagi juga Rose." sapa Rheina yang sedang memainkan ponselnya itu.
"Aku gak disapa?" tanya Anton yang ada di belakangnya, Rose menengok, "Oh hai Anton, pagi." sapa Rose dengan wajah datar lalu kembali menatap ke arah depan.
"Gimana mimpinya?" tanya Rheina sembari menyimpan ponselnya di meja.
"Pangeran aku berubah jadi ganteng banget tau." jawab Rose dengan ekspresi seakan-akan dia sedang terpesona.
Rheina tersenyum lalu merubah posisinya menghadap Rose. "Emang dulu pangeran kamu gak ganteng?" tanyanya.
"Ganteng, cuma sekarang jadi lebih ganteng." Rheina tertawa, "Yaampun, aku jadi kepo sama pangeran kamu itu." ucap Rheina. "Nanti juga kamu liat kok gimana gantengnya pangeran aku." ucap Rose.
Gilang datang ke kelas dengan nafas yang memburu. Sepertinya ia habis berlari.
"Rose, kenapa kamu ninggalin aku berduaan sama Moza coba?" tanya Gilang emosi, Moza merupakan nama perempuan yang selalu mendekati Gilang kapan pun itu, dan dia adalah perempuan yang menyapa Gilang tadi. Sebenarnya cukup di sayangkan karena Gilang sama sekali tidak tertarik kepada Moza, karena Moza merupakan salah satu siswi populer dan cantik di sekolahnya. Gilang aneh ya?
"Loh aku pikir kamu pengen berduaan sama Moza, habisnya tumben aja gitu kamu gak nyegat aku." jawab Rose santai. Gilang mengertakkan giginya lalu pergi duduk di bangkunya.
"Waduh pagi-pagi udah marah nih si bos." ucap Anton setelah Gilang duduk di sampingnya. Gilang mengusap wajahnya, "Gimana gak marah coba, kamu kan tau sendiri kalau aku benci banget sama Moza." ucap Gilang. "Iya aku tau, pasti gara-gara kejadian itu kamu bener-bener benci sama dia, tapi ayolah ini masih pagi tapi suasana udah panas gini. ucap Anton berbisik. "Tapi kenapa kamu gak coba maafin dia? Lagian dia cantik tau, kalau kamu pacaran sama dia pasti semua sekolah bakal kenal sama kamu." ucap Anton kembali. "Gak peduli." ujar Gilang. Anton menatapnya aneh.
Gilang menengok ke arah Rose, Rose sedang tertidur. Ia tahu jika sebenarnya Rose tidak tertidur, ia pasti hanya melanjutkan mimpinya tadi malam dengan mencampurkan imajinasi konyolnya itu.
Di dunia imajinasi Rose.
"Rose, kamu mau kemana?" tanya pangeran yang sedang menunggangi kuda putih tersebut. Rose menaiki kuda yang sedang di tunggangi oleh pangeran itu dan berkata,"Ke ujung dunia, bisa?" . Pangeran itu tersenyum, "Kemana pun akan ku tempuh kalau itu buat kamu." ujar pangeran tersebut. Rose tersenyum riang. Tiba-tiba dunia imajinasi Rose berguncang, seakan-akan ada badai yang menerpa. Rose memeluk pangeran dengan sangat erat, ia takut terjadi sesuatu di antara mereka berdua dan...
"Rose bangun, gurunya udah ada tuh." ucap Rheina sembari mengguncang-guncangkan badan Rose. Rose terbangun dari imajinasinya itu dengan spontan hingga ekspresi wajahnya tidak dapat di jelaskan, ia juga melihat ke seluruh penjuru kelas untuk mencari guru tersebut, tapi nyatanya nihil. Rheina tertawa karena Rose mempercayai keusilannya itu. Rose memukul punggung Rheina pelan, seraya berkata, "Ih jahat banget kamu!! Aku lagi tiduran tau!!!" ujar Rose kesal. Rheina hanya bisa tertawa tanpa membalas ujaran Rose.
"Gurunya kemana?" tanya Rose kepada Gilang dan Anton, mereka berdua sedang sibuk memainkan game yang ada di ponsel mereka. Akhirnya secara terpaksa Rose bertanya kepada Rheina.
"Gurunya kemana?" tanya Rose ketus. "Cie, marah ya sama aku?" tanya Rheina sambil tertawa, Rose meninju perutnya pelan dan Rheina memegangi perut yang telah di tinju oleh Rose. "Hehehe, gurunya tiba-tiba ada tamu, jadi hari ini free class horeee." ucap Rheina kegirangan. "Terus kenapa kamu bangunin aku tadi?" tanya Rose, "Abisnya aku kesepian, kamu tidur, Anton sama Gilang lagi main game, terus aku sama siapa?" ujar Rheina lalu memanyunkan bibirnya. "Gimana kalau kamu ikut tiduran sama aku? Daripada kesepian gitu?" ajak Rose, Rheina menghela nafas pelan, "Males ah kalau tidur, kamu aja deh, aku mending ngelive aja di Indotgram." ucap Rheina lalu memainkan ponselnya yang sedari tadi di letakkan di atas meja. "Yasudah." kata Rose lalu kembali tertidur.
Kembali ke dunia imajinasi Rose.
"Pangeran, tadi itu ada apa?" tanya Rose yang masih memeluk sang pangeran. "Tidak ada apa-apa, itu hanya angin." jawab pangeran meyakinkan Rose sembari memegang tangan Rose yang sedang memeluknya. "Ke ujung dunianya jadi kan?" tanya Rose kembali. Pangeran mengangguk dan ia memacu kudanya. Rose masih memeluk sang pangeran, ia merasakan kehangatan yang nyata. Di kehidupan nyata, siapa yang bisa ia peluk? Gilang? Sungguh konyol.
Rose melewati berbagai pemandangan indah di dunia ini. Dia juga sudah melewati 10 keajaiban dunia yang sangat menakjubkan itu dengan pangerannya.
"Bagaimana? Puas?" tanya sang pangeran setelah sampai di ujung dunia versi imajinasi Rose. Rose menggeleng, "Belum." jawabnya. "Kalau begitu, mau kemana sekarang?" tanya pangerannya kembali. "Aku pengen gelato yang di jual di Roma." pintanya. "Baik, tunggu sebentar ya."
Mereka kembali menjelajahi dunia. Kembali melewati beberapa tempat keajaiban dunia hingga terhenti di Roma, Italia. Disana Rose sangat gembira karena pangerannya memenuhi keinginannya dengan mudah. Seakan-akan dunia ini hanya milik mereka berdua. Dengan rakus Rose membeli empat gelato sekaligus hanya untuk dirinya, dan pangeran hanya membeli satu buah gelato saja. Ia memakan empat gelatonya itu dengan cepat, ia khawatir jika sebentar lagi ia dengan terpaksa harus kembali ke dunia aslinya.
"Kenapa makannya terburu-buru?" tanya pangeran.
"Aku gak mau menghabiskan waktu hanya dengan ini." jawab Rose.
"Lalu kenapa kamu ingin ke sini?" tanya pangeran kembali.
"Hanya untuk singgah sebentar. Aku takut pangeran capek karena terus memacu kuda sedari tadi." jawab Rose khawatir. Pangeran tersenyum dan mengusap tangan Rose.
"Jangan khawatir." ucapnya lirih.
"Kenapa?" tanya Rose.
"Karena kamu itu lucu kalau khawatir." jawab sang pangeran. Rose tersenyum dan memeluk pangerannya itu.