.....
Tatapan sinis pak Bino hanya di balas senyum menawan Vania. Jangan ditanya, apa yang membuat siswi kelas akhir itu mengunjungi ruang BK.
"Saya tidak mau berurusan dengan kamu lagi." ucap Pak Bino, sang guru BK yang terkenal killer dengan dingin. Jika siswa lain yang mendapat sabdaan seperti itu dari pak Bino, mungkin sudah menjadi manusia tak bernyawa. Namun Vania malah suka dengan kata-kata itu. Entahlah, mungkin Vania bukan manusia.
"Ya Allah, apa salah hambamu ini." Vania melihat langit-langit ruang BK seakan ia yang paling ternistakan. Pak Bino melihat Vania sekilas seraya menggeleng-gelengkan kepala, lalu kembali pada pekerjaannya lagi.
"Pak, bapak gak capek." lagi, Vania berucap dengan melas. Dan kali ini pak Bino benar-benar menyimak perkataan Vania. Pak Bino melipat kedua tangannya di dada dan menyenderkan punggungnya di kursi, melihat ke arah Vania dengan jutaan persepsi.
"Van_"
"Sttt." Vania menyela perkataan pak Bino dengan memberikan isyarat jari telunjuk yang diletakkan di bibirnya.
"Saya yang curhat, boleh pak?" Vania menjeda ucapannya, namun pak Bino tidak menggubrisnya, "Ya udah, anggep aja, bapak bilang 'boleh anak teladan'."
"Anak teladan dari mana?." Pak Bino menautkan alisnya. Vania terkekeh pelan di depannya. "udah sekarang kamu keluar dari sini, hukuman kamu," pak Bino memikirkan sejenak apa hukuman yang tepat untuk siswi bermata coklat di depannya ini. Mungkin, semua hukuman sudah pernah dijalaninya, tapi namanya manusia batu, ya tahu sendirilah.
"Kamu bersihin ruang olahraga."
"Siap, kapten." ucap Vania seraya berdiri dari kursinya dan bersikap hormat gerak di depan pak Bino. Setelah menyelesaikan sesi hormat, Vania kembali berucap, "Pak Bin, bapak apa gak capek jomblo terus. Liat bu Lis aja udah mau lahiran. Oh, Va tahu, bapak gak bisa move on ya." setelah puas dengan gurauannya Vania berlari dengan sigap, karena pak Bino sudah menyiapkan ancang-ancang untuk menjewer telinganya.
Gubrak
"Aduh!" Jerit Vania. Yaps, mungkin ini adalah karma atas apa yang telah dilakukannya terhadap pak Bino.
Puluhan mata menyaksikan Vania tersungkur di lantai. Tanpa Vania tahu, ternyata tadi ada yang melintas di depan ruang BK bertepatan saat dirinya membuka pintu untuk keluar.
"Bhuahahaha. Tu makanya jangan suka ngeledeki orang lain." pak Bino sangat bahagia melihat Vania tersungkur dengan wajah yang sudah memerah.
Kalau kalian di posisi Vania, mungkin besok-besok sembunyi. Tapi, ini Vania bukan orang lain. Vania tersenyum dengan paksa, mencari sosok yang ditubruknya tadi. Oh tidak, bukan Vania yang salah, begitulah dia. Tidak ingin disalahkan.
"Eh, hati-hati dong pak. Kaca mata bapak kurang tebel tu, liat saya udah kayak liat malaikat. Main tubruk aja." ketus Vania, kepada lelaki seumuran pak Bino yang mengenakan kaca mata.
"Saya guru kamu lho, ngomong kok seenak jidat." ucap Arvian, lelaki berkacamata yang berstatus sebagai guru olahraga SMA Cakra.
"Aduhhh! Pak ampun." rintih Vania, ketika jari-jari Arvian menjewer telinga Vania. "Bapak kan memang guru saya, emang bapak mau jadi laki saya?" di sela rintihannya, sempat-sempatnya Vania menggoda Arvian, yang memang masih single.
"Kalo iya, kamu mau apa?" ucap Arvian sangat pelan, yang mungkin hanya Vania seorang yang dapat mendengarnya. Vania membulatkan matanya.
"Ogah pak. Saya cantik_" Vania menjeda ucapannya, lalu meneliti wajah Arvian sebentar, "bapak jelek , ogah."
..........TBC.........
05_22_18