"Kamu, mau apa, Al?" Tanya Aldi ketika mereka sudah berada di penjual nasi goreng.
"Nasi goreng gak pedes sama sekali, sama es teh manis, ya." Lalu, ia berjalan, mencari kursi kosong dan menempatinya.
"Pak, nasi goreng 2, gak pedes sama sekali, sama es teh manisnya 2 juga, ya, Pak." si bapak penjual nasi goreng mengganggukkan kepalanya. Ia mencari Alya, lalu berjalan saat melihat Alya sudah duduk dikursi yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. "Kamu gak suka pedes?" tanya Aldi saat sudah menempati kursi kosong di sebelah Alya.
"Suka. Tapi kalo aku kasih tau, kamu pasti bakal bilang aku aneh."
"Kenapa emang?"
"Aku suka pedes, tapi, kalo cabe-cabenya itu gak keliatan." Aldi mengernyit, tanda ia bingung.
"Maksudnya gimana, Al?"
"Ih, misalnya apa ya," Alya terlihat berpikir sebentar, "ini deh, rendang, kan itu lumayan pedes, tapi aku suka. Karena cabenya gak keliatan. Ngerti, kan?" Aldi mengangguk.
"Iya, emang aneh, sih." Lalu, Aldi tertawa, membuat Alya mengerucutkan bibirnya. "Eh, iya. Kenapa ambil jurusan Sastra Indonesia? Mau jadi Sastrawan, ya? Atau, penyair?"
"Bukan," Alya tertawa. "Bingung kalo ditanya kenapa. Intinya, sih, mau jadi editor buku."
"Kenapa mau jadi editor buku?"
"Kenapa, ya. Karena, aku suka baca buku, bisa dibilang hobi. Jadi, kayaknya bakal seru kalo suatu hari bisa kerja dibarengin sama hobi, bakal nikmatin banget." Aldi mengangguk, dia berpikir gadis disebelahnya ini memang aneh, cara berpikirnya beda. Tak lama, nasi goreng pesanannya diantar oleh si bapak penjual.
"Rumah kamu udah deket dari sini?" Tanya Aldi disela-sela makannya.
"Tinggal lurus dikit, terus, ke kiri."
"Eh, iya. Kok kamu muda banget ya keliatannya, kayak masih 15 tahun." Ucap Aldi, lalu, ia tertawa.
"Emang masih muda, kan."
"Tapi, serius. Kayak masih SMP, gitu." Ia tertawa, lagi.
"Iya, soalnya aku imut." Alya ikut tertawa. Entah sejak kapan, ia bisa se-percaya diri ini didepan orang yang baru dikenalnya.
"Imut tapi gak punya pacar mah buat apa."
"Yaudah, nanti aku cari pacar."
"Sama aku aja, jangan sama yang lain. Yang lain itu jahat-jahat." Alya menoleh, menatap Aldi, lalu, mengernyitkan dahinya."Eh, enggak, gak usah didenger. Aku ke depan dulu."
"Ngapain?"
"Ngerokok." Alya hanya mengangguk. "Selesain aja dulu makannya." Ia mengusap pelan kepala Alya, lalu, pergi ke depan meninggalkan Alya.
•••
Alya sudah menyelesaikan makannya. Ia melihat Aldi sedang duduk sembari merokok ditrotoar pinggir jalan yang berada tepat didepan penjual nasi goreng. Ia pun ikut duduk disebelah Aldi, melihat Alya duduk disebelahnya, Aldi langsung membuang dan menginjak rokoknya, bermaksud untuk mematikan rokok itu.
"Kok, rokoknya dibuang?" tanya Alya dengan mata yang menatap ke arah rokok yang baru saja dibuang oleh Aldi.
"Gak mungkin, aku ngerokok didepan cewek." ucapnya.
"Kenapa?"
"Karena, katanya, yang menghirup asap rokok itu lebih bahaya daripada yang merokok." Alya mengangguk. Lalu, ia menoleh ke sebelahnya, ke arah Aldi.
"Jangan terlalu banyak ngerokok." Mendengar itu, Aldi ikut menoleh, menatap Alya. Hingga, kedua mata mereka bertemu.
"Kenapa gitu?"
"Bahaya kalo terlalu banyak, masa gak ngerti." Ia menatap ke arah lain, tak mau menatap laki-laki disebelahnya.
"Bahaya, kenapa? Paling cuma batuk doang." Ucapnya, lalu tertawa. Aldi masih terus menatap Alya. Alya memutar kedua bola matanya.
"Lama-lama bisa paru-paru. Oon deh."
"Iya, sih." Ia tertawa, "Waktu itu aku cek, item paru-parunya." Lagi-lagi ia tertawa. Biasanya, tiap kali Aldi tertawa, Alya akan ikut tertawa. Tapi, kali ini, tertawanya justru membuat Alya kesal. Entah kenapa ia merasa kesal, ia pun tidak tau apa alasannya.
"Tuhkan," Alya menoleh ke sebelahnya. "Kurangin ngerokoknya."
"Gak pa-pa, keren tau. Lucu warnanya." Alya diam, dan melihat ke arah lain, seperti malas melihat laki-laki yang sedang duduk disebelahnya. "Al, kenapa?" Tanya Aldi saat ia melihat Alya hanya diam. Ditanya seperti itu, membuat Alya lagi-lagi menoleh, menatap Aldi. Aldi membalas tatapannya.
"Kurangin ngerokoknya."
"Iya, Al, ya, aku kurangin kok."
"Jangan bohong." Alya terlihat peduli, ia juga tak mengerti kenapa tiba-tiba bisa peduli pada seorang yang baru kemarin ia kenal. Apa lagi, orang ini laki-laki.
"Iya, Al. Mau, gak mau, aku kurangin."
"Harus mau."
"Mau apa?"
"Kurangin ngerokok."
"Aku kira mau sama kamu." Alya melihat ke arah lain, mencoba menghindari tatapan Aldi. Aldi justru tertawa saat melihat perubahan ekspresi Alya.
•••
"Udah, Di, di sini aja." Alya menepuk pelan bahu Aldi. Aldi pun memberhentikan motornya di depan sebuah jalan.
"Loh, kok gak sampe rumah, aja?"
"Udah deket, kok." Aldi hanya mengangguk.
"Di sebelah mana rumahnya?"
"Itu," Alya menunjuk ke arah rumahnya. "Dua rumah dari jalan ini."
"Yaudah, sana masuk."
"Makasih, ya." Baru kurang lebih dua langkah ia berjalan, tiba-tiba ia memutar tubuhnya, kembali melihat Aldi yang masih diam di tempat sambil memperhatikan Alya. "Kok, belum jalan juga? Gak percaya, ya, kalo rumah aku di situ?" Ucapnya.
"Bukan, gitu."
"Terus?"
"Cuma mau pastiin, kalo kamu bener-bener masuk ke rumah dengan selamat." Alya terdiam sebentar. "Udah, sana masuk."
"Yaudah, hati-hati, ya." Aldi masih diam ditempatnya, dan baru beranjak pergi saat sosok Alya benar-benar hilang dari pandangannya.
•••
Sampai di kamar, Alya langsung membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Merasa ada yang aneh. Ternyata, ia lupa mengembalikan jaket levis milik Aldi yang masih ia kenakan. Lalu, ia kembali bangun dan melepas jaket itu, dan menggantungnya dibelakang pintu kamar. Wangi khas jaket Aldi masih melekat dibaju Alya, membuatnya merasa nyaman, seperti sedang bersama Aldi. Ia kembali membaringkan tubuhnya.
Ia membuka aplikasi instagram. Masih penasaran dengan instagram Aldi. Akhirnya, ia kembali mencari kembali nama "Aldi" dikolom pencarian, lalu, ia menelusuri setiap profil yang bernama Aldi. Hingga akhirnya, ia menemukan instagram dengan foto profil seorang laki-laki menggunakan kaos polos putih dengan dilapisi jaket levis sedang berada di sebuah kafe yang ia pun tak tau di mana kafe itu. Ia mulai membuka profil instagram tersebut. Dan, ternyata benar. Yang baru saja ia buka adalah instagram Aldi dengan nama lengkap Alditto Yanuar. Namanya bagus, pikir Alya.
Hanya terdapat 5 foto di sana. Difoto pertama, terdapat foto bersama yang sepertinya adalah teman kampusnya, atau mungkin kepanitiaan sebuah acara. Foto ke dua dan ke tiga, foto sebuah poster yang sepertinya poster kegiatan kampusnya. Foto ke empat dan ke lima, terdapat foto dirinya yang terlihat candid.
Kok, kaya beda, gitu, ya. Yang asli lebih cakep, gitu. Apa emang bener, kalo cowok cakep itu, kalo difoto keliatannya biasa aja. Tapi, kalo cewek, justru sebaliknya. pikirnya.
Alya buru-buru mengeluarkan instagramnya, dan mengambil novel yang belum selesai ia baca. Kembali tenggelam dalam dunia fiksi yang selalu bisa membuatnya jatuh cinta.
•••