"Zura! Jangan lari-lari nak, nanti ada mobil!!" Teriak seorang wanita yang sedang mengawasi anak semata wayangnya sedang berlari-lari mengelilingi taman kota.
"Zura!! Hati-hati nak!" Karena merasa khawatir Azzura akan memanjat batas taman kota, akhirnya wanita tersebut pun langsung mengejar anak gadisnya tersebut. Namun nihil, taman kota yang sangat luas dan ramai membuat wanita tersebut sulit mencari anaknya.
"Zura! Zura! ! Azzura!!!" Teriak wanita tersebut dengan raut wajah yang sangat khawatir.
"Bunda!! Zura disini!" Teriak gadis kecil cantik tersebut yang sedang bersembunyi di belakang pohon besar. Takut persembunyiaannya diketahui teman-temannya, Zura pun berjalan perlahan-lahan menuju Bundanya yang berdiri di luar pembatas taman kota tersebut.
"Bunda! Bun!" Karena merasa tidak dihiraukan, Azzura langsung berlari keluar dari taman kota dan mengejar Bundanya yang berdiri di luar pembatas taman kota tersebut. Entah karena sangat terburu-buru, kaki gadis tersebut terpeleset membuat badan gadis kecil itu oleng.
Tin Tin Tin!!
"AZZURA!!!"
"BUNDA!!!" Ya, mimpi itu lagi. Mimpi yang sangat tidak diinginkan oleh gadis cantik tersebut. Mimpi yang membuat badannya selalu bergetar hebat setelah memimpikan almarhum Bundanya. Lehernya terasa tercekik, membuatnya sangat kesusahan bernapas.
Bukan mengambil minum, Azzura langsung membuka nakas disamping ranjangnya. Ia mengambil sebuah kotak kecil yang kotor oleh bercak darah. Darah? Ya, darahnya. Darah yang keluar dari perbuatannya yang mengiris pergelangan tangannya. Beginilah rutinitasnya, jika dia sudah memimpikan kematian almarhum Bundanya ia selalu menenangkan dirinya dengan hal ini.
Dengan tangan yang bergetar, ia tetap mengambil sebuah cutter yang terlihat berkarat. Tanpa aba-aba, ia langsung menyayat pergelangan tangannya dengan cutter tersebut. Rasanya tangannya sudah mati rasa karena sering ia sayat dengan benda tajam apapun. "AAAAAAAAA!!!!!" Teriak Azzura setelah menyayat pergelangan tangannya sangat dalam. Ia memang sengaja menekankan cutter tersebut ke tangannya. Perbuatannya tidak hanya sekali, mungkin ini sudah beribu-ribu kali. Terlihat dari pergelangan tangannya, banyak terlihat jahitan-jahitan yang sudah kering maupun belum kering.
BRAK
"Azzura!!" Teriak seorang pria paruh baya yang berhasil mendobrak kamar anak semata wayangnya. Pria tersebut langsung merangkul badan ringkih anaknya tersebut setelah melihat banyak darah yang sudah keluar dari tangan anaknya tersebut.
"SITI!! SURUH TOTO SIAPKAN MOBIL, KITA KE RUMAH SAKIT SEKARANG!!" Teriak paruh baya tersebut kepada seorang wanita yang berdiri di depan kamar anak majikannya tersebut. Air mata sudah lolos dari laki-laki paruh baya itu. Ia tidak habis pikir, mengapa anaknya selalu melakukan perbuatan yang melukai tubuhnya sendiri. Ia langsung menggendong anaknya dan tergopoh-gopoh menuruni tangga.
"Jangan pernah ninggalin Ayah nak! Jangan pernah berpikir meninggalkan Ayah! Saat kamu meninggalkan Ayah, saat itulah Ayah akan mengakhiri hidup Ayah juga."
***
Bau yang sangat ia kenal. Bau yang paling ia benci dari semua yang pernah ia cium di dunia ini. Bau yang selalu membuatnya kuat agar selalu menjauh dari tempat yang paling ia benci, dan tempat yang membuatnya ingin cepat-cepat membuka matanya.
Here she is, tanpa ia tanya pun ia sudah sangat hafal dengan bau yang familiar ini. Hanya ada satu tempat yang selalu menguarkan bau-bau yang paling ia benci, rumah sakit. Hanya tempat ini, tempat bersemayam bau-bau yang menjijikkan ini.
"A..ayah..." Panggil Azzura dengan suara paraunya tersebut. Merasa terpanggil, pria paruh baya yang sedang membaca dokumen-dokumen kantor yang dibawa sekertarisnya tadi pun langsung menghampiri anak gadis satu-satunya itu.
"Zura...sebentar ya nak, Ayah panggilkan dokter dulu." Pria tersebut langsung mengambil bel yang tersedia diatas nakas samping ranjang rawat Azzura. Setelah menekan bel tersebut, William langsung menggenggam tangan anaknya tersebut. Ia sangat takut, jika ia melepaskan genggamannya Azzura akan pergi meninggalkannya.
"Yah, Z...Zura mau pulang Yah." Kata-kata tersebut akhirnya pun terlontar dari bibir gadis tersebut. "Iya, tunggu dokter dulu ya nak." Sendu William yang sakit melihat muka pucat anaknya tersebut.
"Permisi!"
"Ah dokter, silahkan dok!" William pun sedikit memberi jarak dengan Azzura, untuk memudahkan dokter tersebut memeriksa Azzura. "Bagaimana dok?" Tanya William setelah dokter tersebut memeriksa Azzura.
"Pasien sudah dalam keadaan normal Pak, tanda vitalnya juga sudah stabil. Untuk masa pemulihan pasien akan menginap sampai lima hari lagi." Jelas dokter tersebut.
"T...Tidak, aku tidak mau berlama di te...tempat ini!!" Melihat keadaan Azzura yang sudah gusar, William pun menenangkan anaknya.
"Dok, bagaimana jika rawat jalan saja? Atau saya akan menyewa salah satu suster terbaik untuk tinggal di rumah saya dan merawat anak saya? Bisa kan?" Tanya William untuk mewanti anaknya akan mengamuk lagi.
"Baiklah pak, nanti suster akan menjelaskan bagaimana prosedurnya. Kalau begitu, saya permisi." Setelah dokter dan suster pergi, Azzura langsung mencoba bangun dari rebahannya.
"Loh Zur? Kok bangun? Kamu tiduran dulu, biar Ayah urus administrasi dulu." Ucap William yang kaget saat melihat anaknya berusaha bangun dari rebahannya.
"Ya udah, Zura tunggu di mobil aja Yah. Zura ngga suka disini lama-lama." Mendengar itu William hanya menghela nafadnya gusar.
"Siti, urus semua keperluan Zura. Saya ke bawah dulu!" Perintah William kepada Siti yang daritadi berdiri dekat pintu ruang rawat Azzura.
"Baik tuan!" Siti pun langsung membantu anak majikan yang sudah ia anggap anak gadisnya sendiri untuk mengganti pakaiannya.
***
"Ayah..." Panggil Azzura yang memecahkan keheningan di sebuah mobil mewah tersebut.
"Ya nak?" Jawab William yang langsung mengalihkan pandangannya dari handphone. William langsung menyapu pelan rambut anak semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.
"Tadi Zura mimpiin Bunda, Yah." Sebuah kata yang langsung membuat William, Siti, dan Toto tegang tanpa sengaja.
"Bunda bilang apa ke Zura?" Tanya William yang berusaha mengontrol nada suaranya agar tidak bergetar. Ia tidak mau terlihat lemah di depan anaknya.
"Tidak ada, Bunda cuman nemenin Zura bobo. Lalu Bunda bikinin cake red velvet kesukaan kita Yah. Di mimpi Zura Bunda cantik banget Yah. Zura jadi kangen sama Bunda, gara-gara Zura Bunda ngga disini lagi. Coba kalau Zura ngga a-" Ucap Azzura dengan muka datarnya.
"Sstt, Zura ngga boleh bilang gitu. Ayah sayang banget sama Zura. Zura adalah kado terindah dari Tuhan untuk Ayah sama Bunda. Zura adalah satu-satunya yang akan Ayah jaga sampai Ayah mati. Jadi Zura ngga boleh bilang gitu ya nak." Ucap William yang langsung memeluk dan menumpahkan air matanya diatas kepala anak gadisnya. Sedangkan Azzura, ia hanya terdiam dengan muka datarnya. Rasanya air matanya tidak bisa keluar lagi karena sudah terlalu sering menangis secara diam-diam.