"Pagi-pagi begini mau ke sekolah? Mau ketemu siapa nak? Genduruwo?" tanyanya sambil tertawa.
"Ih, apaan sih bik. Jangan nakut-nakutin dong. Kenya cuma mau sekalian olahraga kok, pakai sepeda lipat yang jarang aku pakai." jawabku.
"Bibik bercanda nak. Kalau begitu bik Umik buatkan nasi goreng saja buat bekal ya?" tawarnya sambil mengambil bahan-bahan yang diperlukan.
"Oke bik." jawabku senang.
***
Selesai sarapan dan bekal makan siangku sudah siap. Aku berpamitan kepada bik Umik dan beranjak menuju garasi untuk memakai sepeda lipat. Jarak antara rumah dan sekolah sesungguhnya sangat dekat jika membawa kendaraan pribadi. Hanya membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit, sedangkan menggunakan sepeda memakan waktu sekitar 30 sampai 40 menit. Karena masih pagi lebih baik membawa sepeda sekalian berolahraga bukan?
Aku mulai mengayuh sepeda sesudah menutup pintu pagar. Melewati blok-blok perumahan yang masih sepi, hanya terlihat beberapa orang saja yang berada di luar rumah. Menikmati udara dipagi hari ini terasa menyenangkan dan...
BRAAAKKKK!!
Aku oleng ke kiri dan terjatuh dengan posisi badan setengah duduk di aspal sedangkan posisi sepedaku berada di atas kaki kiriku. Ini masih pagi dan jalanannya sendiri tidak terlalu ramai. Dan, sudah ada orang yang menabrakku dari belakang? Aku menarik kakiku dari sepeda dan melihat betis kiriku sobek sekitar 6 cm dan lututku yang ikut berdarah. Sial!
"Lo gak apa-apa?" suara serak khas laki-laki yang berhasil membuatku mengalihkan pandangan dari lukaku.
Aku hanya diam menatapnya, lalu mengacuhkannya lagi. Tidak memperdulikan pertanyaan yang ditanyakan.
"Halo? Lo gak tulikan? Bisa denger guekan?" tanyanya lagi.
Aku mencoba berdiri dan dia ikut membantu. Rasanya kaku sekali, perih saat kedua kakiku sudah benar-benar menginjak tanah. Seperti tertusuk-tusuk jarum yang berjumlah lebih dari sepuluh. Kulihat dia sedikit menunduk untuk melihat lukaku yang sudah berdarah.
"Sorry gue gak sengaja." katanya lagi. Dan aku hanya bisa menjawabnya dengan tersenyum.
"Gue antar lo ke sekolah ya? Gak mungkinkan lo berangkat dalam keadaan seperti ini? Apalagi kaki lo luka gara-gara gue." katanya lagi.
Memang sepedaku tidak rusak kelihatannya tapi benar perkataannya. Apa aku bisa mengayuh sepedaku dalam keadaan seperti ini?
"Kayaknya gue gak ada pilihan lain ya?" tanyaku memastikan.
"Gak ada pilihan lain selain lo ikut gue." jawabnya sambil mengambil sepeda yang masih tergeletak di aspal, melipatnya dan menaruhnya di bagasi mobil.
Aku yang melihatnya hanya bisa melongo karena ia melakukannya dengan gesit, cepat sekali. Benar-benar cepat seperti kilatan cahaya. Apa ini hanya imajinasiku atau memang dia yang terlatih cepat sampai-sampai aku tidak menyadarinya.
"Jangan melamun, nanti kesambet gue gak tanggung jawab." katanya setelah memegang pundakku. Akupun terkejut dengan sentuhan yang dilakukannya. Rasanya seperti ada yang hilang, apa ya?
"Eh?" jawabku bingung.
"Masuk, gue akan tanggung jawab hari ini." katanya sambil menuntunku masuk ke dalam mobilnya.
Akupun menurutinya dengan duduk di samping pengemudi, lalu ia masuk ke dalam mobil dan mulai menyetir meninggalkan jalanan tempat kejadian perkara. Selama diperjalanan, kami sama sekali tidak berbicara. Hening. Hanya ada suara radio yang mengisi.
Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku memang terjatuh dari sepeda dan bisa bangkit kok.
Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
Di pinggir jalan sih bukan di lautan.
Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
Aku gak tersesat kok! Bahkan jika dia menurunkanku di sini, aku tahu arah jalan pulang.
Aku tanpamu, butiran debu
Biasa aja sih!!
Kenapa aku merasa lagu ini menyindir peristiwa yang tadi ya?