Ujian hari ini akan dimulai pukul 09.00 wib di sebuah Universitas ternama di Yogyakarta. Dengan berpakaian hitam putih dan ransel dipundak, Reina berjalan menyelusuri lorong demi lorong gedung Fakultas Bahasa dan Seni. Orang-orang tak henti memandang ke arahnya. Entah karena penampilannya yang berbeda dari yang lain atau karena memang seperti itulah kebiasan mahasiswa ketika ngelihat ada penghuni lain yang datang.
“ Assalamualaikum, Mau kemana neng?” ujar salah seorang mahasiswa disana
“Waalaikumsalam “ jawab Reina
Bagi Reina menjawab salam adalah suatu kewajiban, entah dia mengenal orang tersebut atau tidak. Namun jika ada yang memberi salam maka sudah menjadi kewajiban kita untuk menjawabnya. Reina masih mencari ruang ujiannya, diperhatikannya setiap kode ruangan yang terdapat di atas pintu. “ Semoga cepat ketemu ruangannya” batinnya. Reina lalu melihat seorang perempuan berpakain hitam putih tengah berjalan menuju lorong-lorong lain Fakultas tersebut. Reina pun segera berlari menghampirinya.
“ Kak “ teriak Reina
Wanita itu lalu menoleh dan berhenti menunggu kedatangan Reina.
“ Mau ujian Accept juga ya?” ujar Reina dengan nafas terengah-engah
“ Iya, kamu juga ya. Barengan yok “ Sambutnya
Reina pun mengangguk dan mereka berjalan bersama mencari ruang ujian. Dalam hatinya Reina merasa sangat lega sekali. Setidaknya ia akan aman sampai di ruang kelas dan tidak akan telat.
“ Kamu mahasiswa sini?”
“ Bukan, saya dari Medan”
“ Loh iyakah, perkenalkan nama saya Mida”
“ Hai Mida, saya Reina “
“ Mida kuliah disini?”
“ Iya baru lulus ini mau lanjut”
“ Jurusan apa?”
“ Ilmu komunikasi, kalau Reina jurusan apa?
“ Akuntansi , hehe” ujar Reina sambil nyengir
“ Duh jadi segen jalan sama anak akuntansi. Disini itu jurusan favorit”
“ Semua jurusan baik kok Mid. Tinggal gimana kita nya mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh”
“ Setuju Reina, “
Tanpa sadar mereka pun sampai didepan ruang ujiannya. Sebuah ruangan yang terdapat di dekat tangga, tengah terbuka lebar menyambut orang-orang yang mau mengukur kemampuan bahasa inggrisnya. Dizaman milenial dan globalisasi seperti ini, bahasa inggris bukan lagi sebuah bahasa asing. Dimana penguasaannya sudah menjadi suatu kewajiban. Tidak peduli kamu kuliah jurusan apa, jika mau bekerja apalagi mau lanjut kuliah pasti rata-rata akan diminta skor kemampuan bahasa inggris, yang biasa kita sebut TOEFL. Hal ini agar kita tidak kalah dengan Negara-negara luar. Jadi, jangan ngeluh. Sebab ini juga demi kebaikan diri kita sendiri
“ Bismillahirrahmanirrahim “ ujar Reina pelan
“ Kamu baca apa Rei?”
“ Baca basmallah Rid biar ujiannya lancar”
“ Aku juga lah, Bismillahirrahmanrrahim” ujar Rida
Mereka berdua lalu masuk dan duduk di bangku yang telah disediakan panitia. Tidak beberapa lama ujiannya pun dimulai. Ujiannya berjalan dengan hikmat, kurang lebih dua setengah jam. Hingga kemudian pintu ruangan yang tadi sudah ditutup rapat kini kembali terbuka yang diikuti dengan puluhan peserta ujian pagi itu.
“ Reina pulang sama siapa?”
“ Sendiri Mid”
“ Disini kamu ngekos atau gimana ?”
“ Enggak, tinggal sama anaknya dosen aku dulu. Kebetulan anaknya di jogja”
“ Anaknya dosen juga Rei? Udah nikah?
“ Iya dosen juga, udah pun punya anak dua hahhaa”
“ Kalau kamu engga sibuk sekali-kali mampir ke rumah aku ya”
“ Iya boleh Mid”
“ Rei ada yang melambaikan tangan ke kamu tuh?” ujar Mida yang melihat seorang pria bersnelli putih melambaikan tangan ke arah mereka
“ Paling mahasiswa disini yang iseng Mid” ujar Reina acuh
“ Seorang dokter “ sambung Mida kembali
“ Doker? Mana Mid?”
“ Tuh “
Reina pun menoleh ke tempat yang ditunjuk Rida. Disana tampak seorang dokter yang tidak asing tengah melambaikan tangan ke arahnya. Itu Rama “ujar Reina tersenyum. Ia lalu berjalan lebih cepat sambil memegang tangan Mida untuk ikut dengannya. Mida sendiri hanya mengikuti Reina dan memerhatikan wajahnya yang kian bersinar dibawah cahaya matahari.
“ Kamu ngapain kesini Ram? Memang engga ada pasien dirumah sakit? ujar Reina saat berdiri tepat dihadapan Rama
“ Rei, sejak kapan dirumah sakit engga ada pasien. Kamu yang benar ah kalo ngomong “ ujar Rama mengernyitkan keningnya
“ Terus ngapain kesini?”
“ Aku kangen “
“ Kangen ?”
“ Iya kangen sama universitas ini, sejak koas kan jarang banget kesini. Jadi lagi ada waktu boleh dong mampir “ujar Rama. Sebenarnya kalimat “kangen universitas” hanyalah alasan klasik yang digunakan Rama untuk bisa menemui Reina. Sebab meskipun koas, ia tetap sering ke kampus untuk membimbing adik-adik organisasinya.
“ Ram, ini teman baruku Mida. Mida ini Rama, temen masa SMA ku”
“ Kalau dokter ini sih aku udah kenal Rei”
“ Oiya kalian kan kuliah di kampus yang sama pasti saling kenal dong”
“ Bukan karena itu, satu kampus pun kalau beda fakultas tetap aja engga akan saling kenal Rei. Cuman dokter dihadapan kamu ini memang cukup terkenal disini. Banyak fans nya” ujar Mida
“ Ah, masa? Dulu pas SMA dia sih engga punya fans”
“ Iya, kamu lihat deh sekeliling kita, itu semua yang melihat ke sini adalah fansnya dokter ini. “
Reina lalu memerhatikan sekelilingnya, ia tidak menyangka jika daritadi semua orang tak henti menatap ke arahnya. Reina menelan ludah, lalu berbisik ke telinga Mida, “ Pulang yok Mid”
“ Ayok pulang “ ujar Rama yang seolah mendengar bisikannya ke Mida
“ Aku kan ajak Mida, bukan kamu” sahut Reina
“ Jadi engga mau pulang, yaudah disini aja” ujar Rama beranjak dari tempat itu
“ Eh, Ram tunggu. Ayok Mida” teriak Reina mengikutinya dari belakang
Rama hanya tersenyum kecil melihat perilaku Reina. Baginya bisa menggoda Reina adalah sesuatu yang membahagiakan. Setidaknya hal kecil seperti itu akan menyibukkan hati Reina, sehingga ia tidak akan terus-menerus memikirkan pria dimasa lalunya, Damar.
Mereka telah sampai di parkiran. Reina dan Mida saling bertukar nomor whatsapp, menyusun rencana untuk bisa minum kopi bersama dan berbagi cerita. Setelah selesai, Mida lalu masuk ke mobilnya dan melaju jauh. Sedangkan Reina terjebak dengan dokter dingin seperti Rama yang bersikukuh ingin mengantarnya pulang.
“ Sebenarnya aku bisa pulang sendiri lo Ram, naik grab” ujar Reina
“ Oh “ balas Rama yang tengah menyetir dengan santainya
“ Kamu punya lagu apa aja ?” ujar Reina sambil membongkar kaset di mobil Rama
“ Kamu engga akan suka lagu itu, udah hidupkan radio aja. “ ujar Rama menghidupkan Radio mobilnya
Reina diam dan mendengarkan siaran radio yang dipilih Rama. Matahari tengah bersinar terang siang itu, begitu panas. Namun karena mereka berada di dalam mobil dan terdapat AC, suasana sepanas apapun diluar tak sampai ke badan mereka. Hanya cahayanya yang menyinar wajah Reina, hingga terlihat kian bersinar dan terang.
Penyiar radio tersebut masih terus berbicara tanpa henti. Curhatan anak-anak zaman sekarang yang tengah di mabuk asmara, patah hati sampai diselingkuhi adalah topik bahasannya. Rama sendiri hanya memerhatikan Reina dari kaca mobilnya, yang tengah serius mendengarkan perkataan demi perkataan penyiar radio tersebut.
“ Yang namanya jatuh pasti sakit, termasuk juga jatuh cinta. jadi buat para pendengar setia 111 fm yang tidak mau sakit jangan jatuh cinta. Tapi kalau udah siap sih silahkan” ujar penyiar tersebut
Mendengar itu Reina langsung memajukan tubuhnya ke depan, “ Apa-apaan maksud ini orang” ujarnya , “Memang siapa yang mau terluka, memang jatuh cinta itu pilihan. Kalau bisa milih sih, aku juga engga mau jatuh cinta. Uh “ gerutu Reina yang semakin tak karuan
“ Kamu kenapa Rei ? Baperan banget sih “ sahut Rama
“ Engga apa-apa”
“ Engga apa-apa berarti ada apa-apa”
“ Aku bilang engga apa-apa, jangan nyebelin kayak penyiar ini deh”
“ Oke, aku diam “
Rama pun diam dan kembali fokus menyetir mobilnya. Sedangkan Reina mematikan siaran radio tersebut dan beralih menatap keluar jendela mobil. Disepanjang jalan dilihatnya pedagang-pedagang kaki lima yang menjajahkan dagangannya dengan rapi. Makanan-makanan lezat terpampang di setiap stelling mereka, yang membuat Reina ingin turun dan mencicipi makanan tersebut. Apalagi cacing diperutnya tengah memberontak daritadi.
Reina lalu menoleh ke arah Rama. Pria dingin ini masih asik menyetir tanpa bertanya “ apakah aku lapar atau tidak” apa dia tidak punya jam, apa dia tidak bisa melihat matahari yang bersinar terang itu. Ini sudah siang dan aku lapar. Aku bukan pria seperti dia yang tahan tidak makan” ujar Reina dalam pikirannya
Reina kemudian mamayungkan mulutnya, tanda kekesalan akibat pria dingin disampingnya tersebut. Rama menoleh ke arah Reina. Melihat wajahnya yang tengah bulat sempurna, membuatnya ingin tertawa lepas namun ia takut jika Reina akan marah lalu mengambek dan minta turun di tengah jalan. Rama lalu membuang pemikiran itu jauh-jauh dan membuka laci mobilnya. Disana tampak sebatang cokelat berukuran sedang dengan bungkus kuning emas tengah tergeletak. Rama mengambil cokelat tersebut dan memberikannya kepada Reina.
“ Makan ini dulu, bentar lagi kita sampai. Kamu pasti laparkan”
Reina mengambil cokelat tersebut dan langsung memakannya, “ Kita mau kemana Ram?”
“ Makan, kamu laparkan?”
Reina mengangguk tanda setuju
“ Lihat aku peka kan, meskipun kamu engga bilang lapar tapi aku tahu kalau kamu lagi lapar. “
“ Tau darimana?”
“ Darimana aja”
“ Kamu bisa baca pikiran aku ya Ram”
“ Aku bisa baca hati kamu Rei”
“ Haa iya iya “ ujar Reina di gigitan terakhir cokelatnya
Rama memarkirkan mobilnya dan Reina tengah berdiri menunggunya di ujung jalan. Tempat itu, mungkin bukanlah sebuah restoran mewah atau ckfé zaman seperti sekarang. Namun tempat itu berhasil membuat Reina tidak berhenti mengucap “syukur” dan itu cukup untuk membahagiakan hatinya.
“ Kita makan disini Ram? Ujar Reina saat Rama tiba
“ Iya”
“ Dokter kayak kamu makan disini?”
“ Karena kamu, aku memahami jika sebagian dari rezeki kita ada yang milik orang lain. Dengan makan disini, kita memberikan jalan untuk rezeki itu kan. Lagian makan disini akan buat kamu terus ingat sama aku saat kamu pulang nanti dibandingkan makan di restoran “ ujar Rama
“ Kamu selalu tau gimana buat aku tersenyum ya Ram”
“ Semoga aku bisa terus buat kamu senyum kayak gini. Yok masuk “ ujar Rama
Sebuah bangku menghadap ke laut lepas menjadi pilihan Reina dan Rama untuk menghabiskan siang mereka. Rama lalu menarik sebuah bangku dan menyuruh Reina duduk disitu. Iya, Rama adalah pria dingin yang terlalu sempurna. Sikapnya yang dingin membuat siapapun takkan menyangka jika ia bisa seromantis dan sepeduli itu dengan orang lain. Tetapi itulah sisi lain dari seorang Rama. Kedinginannya bisa seketika meleleh saat Reina yang berada di sampingnya. Meski ia tahu jika apapun yang ia lakukan tidak akan membuat Reina paham tentang perasaannya. Namun tidak apa, semua butuh waktu. Reina baru patah hati, baru terluka dan Rama tidak ingin memaksa masuk ke hatinya sebab itu hanya akan menambah beban pikirannya. Rama akan menunggu hingga Reina siap, hingga ia yakin jika Rama serius dengannya dan menghancurkan pernyataan dalam pikirannya bahwa dokter hanya akan menikah dengan teman seprofesinya.
“ Kamu suka tempat ini?”
“ Iya Ram, suka “
“ Aku juga dan kini aku akan lebih suka dengan tempat ini”
“ Kenapa bisa gitu?”
“ Karena tempat ini akan mengingatkan aku tentang kamu” ujar Rama memandang lurus ke laut di depannya
Seorang Ibu separuh baya datang menghampiri mereka. Wajahnya terlihat begitu lelah, tangannya tak berhenti gemetaran, yang membuat Reina merasa iba dan tidak tega. Ibu itu lalu memberikan mereka daftar menu dan menuliskannya ke selembar kertas
“ Bu, sini saya aja yang tulis “ ujar Rama
“ engga apa-apa nak, ibu bisa kok” tolak Ibu tersebut
Namun tangan ibu itu terus saja gemetaran, “ Bu sini saya aja yang tulis. Ibu duduk aja “ ujar Rama mengambil kertas dari tangan ibu itu
“ Nak..”
“ Tidak apa-apa bu” ujar Rama memberikan Ibu itu sebuah bangku
“ Rei, kamu mau makan apa?”
“ Sama kayak kamu aja Ram”
“ Oke”
“ Sudah nak? Sini ibu bawa ke belakang kertasnya. Tunggu sebentar ya”
Rama pun mengangguk dan memberikan izin ibu itu ke belakang setelah bersusah payah di bujuk Reina. Reina hanya tidak ingin ibu itu jadi bermasalah karena sikap Rama. Terkadang kita ingin menolong orang lain tanpa memikirkan bagaimana efek ke belakangnya dan itulah yang ditekankan Reina. Sama seperti Rama, Reina pun tidak tega melihat wanita setua itu harus bekerja. Seharusnya Ibu itu tinggal duduk dirumah menikamti masa tuanya. Namun sayangnya tidak semua orangtua mendapatkan itu, bisa karena keadaan yang memaksa atau mereka sudah tidak memiliki anak yang bisa menjaga mereka. Satu pembelajaran yang didapatkan siang itu bahwa kita harus menjaga orangtua kita saat mereka masih ada. Kita harus bekerja keras saat muda agar kelak kita bisa memberikan kenyamanan dan kecukupan untuk kehidupan orangtua kita. Setidaknya hal sederhana itu akan membuat Allah lebih sayang kepadamu.
Rama mengeluarkan ponsel dari kantong saku celananya. Ia lalu membuka aplikasi kamera dan memfoto wajah Reina yang masih memerhatikan ibu itu dari belakang
15 maret 2018
Makan siang pertama dengan bidadari surga. Semoga setelah ini bisa makan siang bareng terus. Dan bisa dimasakin makan siang juga olehnya “ tulis Rama di bawah foto Reina
“ Kamu ngapain Ram?” ujar Reina
“ Engga ada” balas Rama
“ Enga ada berarti ada, iyakan?”
“ Coba aku lihat” ujar Reina kesal
“Engga boleh kepo Rei, ntar kamu bisa kangen kalo kepo”
“ Astaghfirullah , engga akan kangen Ram” ujar Reina
“ One day, you will miss me so bad” ujar Rama optimis
Reina tertawa, lalu mengundurkan kursinya kebelakang dan berdiri “ Sholat dulu yok Ram, biar makanan yang nanti kita makan berkah”
“ Hayuk “