Bagian Satu
Menghancurkan jiwa? Sebuah pukulan yang bisa menyerang langsung ke jiwa target. Bagaimanapun juga hal seperti itu terdengar sangat konyol. Jangan bercanda!
"Menghancurkan jiwa? Kau mengatakan hal yang lucu."
"Aku terkesan kau masih bisa bicara dengan keadaanmu yang menyedihkan itu."
"Jangan meremehkan Hunter."
Serangan yang mustahil ditangkis jika memang sebuah kutukan yang menyerang jiwa. Tunggu, mungkin hal ini lebih sederhana dari pada yang aku pikirkan.
"Menyerahlah dan berikan pedang tersebut."
Tenangkan pikiran dan mulai lagi dari awal. Sebelumnya dia mengatakan bahwa ini adalah sebuah kutukan. Serangannya akan menghancurkan jiwa musuhnya. Kalau tidak salah dia juga bilang 'Sepertinya ini sudah waktunya'. Dengan kata lain, setelah dia menyerangku dan menaruh kutukan, kutukan tersebut tak bisa langsung aktif.
Baiklah, ini lebih masuk akal jika dikatakan aku sekarang keracunan dari pada kena kutukan. Ini bukanlah sebuah kutukan, tapi dia memasukkan racun kedalam tubuhku ketika dia melancarkan serangannya.
Ya itu benar. Bagaimanapun aku tidak percaya dengan kutukan. Tapi bagaimana dengan aku yang tidak menerima damage dari tinjunya? Bahkan racun pelumpuh paling ampuh sekalipun masih membutuhkan waktu sebelum bereaksi pada tubuh target.
Apa kau mau bilang bahwa ini benar-benar sebuah kutukan? Tidak, itu benar, dia pasti sudah memberiku racun saat dia mengancamku di Serikat Pekerja.
"Lagipula, kau tidak akan bisa menggunakan senjata Armament."
"Diamlah. Tidak ada senjata yang tidak bisa aku gunakan. Jangan remehkan seorang hunter."
"Aku suka dengan semangatmu, tapi Armament adalah senjata misterius yang hanya bisa digunakan oleh pemilik yang ditentukan oleh senjata itu sendiri."
Gadis ini, setelah bicara ngelantur tentang kutukan sekarang bicara hal aneh tentang senjata yang akan memilih pemiliknya sendiri.
"Baiklah, aku tahu satu hal lagi selain fakta bahwa kau adalah gadis misterius aneh. Kau adalah gadis yang memiliki imajinasi terliar dan paling menggelikan. Kutukan? Aku yakin kau menggunakan racun padaku. Senjata yang memilih pemiliknya sendiri? Itu bujukan yang bagus, Nona."
Oh sial, ini membuatku kehilangan ketenangan.
"Terserah kau mau percaya atau tidak, tapi aku harus mengambil senjata itu."
"Cobalah kalau kau bisa. Aku akan mulai serius sekarang."
Aku mengambil kuda-kuda dan menyiapkan senjataku. Black Armament, pedang pendek berwarna hitam gelap dan sangat ringan.
Gadis itu melesat maju kearahku, karena kami berdua tipe petarung jarak dekat, maka akupun juga ikut berlari menghampirinya. Sekarang aku mempunyai senjata, jadi aku bisa menyelesaikan pertarungan ini dengan cepat.
Itulah yang kupikirkan, tapi pertarungan ini menjadi sedikit menggelikan.
Kami berhadapan dan hendak saling serang, saat aku ingin menangkis tinju gauntletnya, entah kenapa aku merasa bahwa jika Black Armament dan gauntletnya beradu, akan terjadi hal yang mengerikan. Aku rasa gadis itu juga merasakan hal yang sama denganku karena kami berdua kembali mengambil jarak bersamaan. Pertarungan menjadi kontes saling menghindar.
Begitulah yang kupikirkan, pertarungan menjadi jalan buntu tanpa jual beli serangan.
"Jangan-jangan kaulah orang yang terpilih tersebut."
Hmm, apa maksudnya? Apa pembicaraan tentang senjata yang memilih pemiliknya sendiri masih berlanjut?
"Itu tidak mungkin. Lagipula kau hanyalah pencuri yang mencuri Armament dari kami."
Gadis ini membuatku capek.
"Sudah aku bilang bahwa aku tidak mencurinya. Seseorang mengirimiku lewat kurir."
"Diamlah pencuri! Sekarang aku harus bagaimana ini"
Gadis itu mulai meracau membicarakan hal yang aneh.
"Jika senjata itu memilihnya, apakah aku harus membawanya? Tunggu, lagipula aku pergi tanpa izin. Jika aku kembali bersama pencuri ini bukankah mereka akan curiga?"
Sepertinya dia khawatir karena pergi tanpa prosedur yang benar. Tunggu, bukankah keadaan gadis itu sama denganku. Aku sendiri juga pergi dari panti tanpa pamit bahkan mencuri kuda peternakan dan sekarang aku dihadapkan masalah yang mengharuskanku kembali ke panti asuhan.
Oh sial, aku mulai bersimpati dengannya. Saat memikirkan semua itu, terdengar sebuah suara yang lembut namun penuh wibawa.
"Yah ... itu tadi adalah pertarungan yang mengesankan. Aku terkejut Black Armament kami menemukan pemiliknya di tempat seperti ini."
Melihat ke asal suara tersebut, seorang pria berdiri di atap rumah. Aku merasa ini akan menjadi lebih merepotkan saat kupikir tatapanku bertemu dengan pria itu.
Ah ... dia benar-benar menatapku, kenapa dia malah tersenyum begitu? Hentikan itu menjijikkan.
Seperti itu, kemudian dia terjun —atau lebih tepat dikatakan meloncat— dari atap rumah yang cukup tinggi dan mendarat tepat dihadapanku.
Sudah kubilang hentikan itu! kenapa kau tersenyum menjijikkan seperti itu ketika menatapku?
***
Bagian Dua
Sekarang, aku dalam keadaan genting. Dihadapanku, duduk pria misterius yang sangat mencurigakan memberi senyuman manis kearahku. Sebenarnya, hal itu sangat menjijikkan, sungguh. Aku merasa telah dilecehkan dalam imajinasinya, kalian mengerti maksudku?
"Meski begitu, aku benar-benar terkejut kalau Black Armament akan menemukan pemiliknya di tempat seperti itu."
Pria miaterius itu mencodongkan tubuhnya kedepan dan menopang dagu dengan kedua tangan.
"Jadi, siapa namamu?"
" ... "
Aku tetap diam. Meski begitu, kenapa aku tadi mengikuti gadis dan pria misterius ini ke tempat mereka. Hmm ... jika tidak salah karena aku juga penasaran dengan Organisasi yang mereka katakan.
Dan disinilah aku sekarang. Tepatnya dalam ruangan Pemimpin Organisasi. Di sampingku, gadis misterius berdiri dan menatapku dengan geram.
"Hey, jawab pertanyaan ketua!"
" ... "
Kau tahu, perkenalkan dirimu sendiri terlebih dahulu baru menanyakan nama orang lain. Setidaknya, itu adalah sopan santun yang mereka —pengurus panti— ajarkan padaku.
"Oh maaf, aku Dernwine Ketua dari Organisasi. Salam Kenal."
Pria misterius yang mengenalkan dirinya sebagai Dernwine, mengulurkan tangannya kearahku, tapi kenapa senyum menjijikkan itu tetap kau tunjukan padaku.
"Ho .... Jadi kenapa kalian menginginkan senjata ini?"
"Langsung pada intinya, aku suka padamu."
"Maaf, aku laki-laki normal."
Dernwine mengedipkan matanya padaku. Hal itu sungguh menjijikkan, aku hampir langsung memukulnya, tapi entah bagaimana aku berhasil menahannya.
Ngomong-ngomong, karena Black Armament adalah pedang pendek tanpa sarung, jadi aku membawanya seperti aku siap melakukan perampokan disini sekarang.
"Mulai darimana ya? Baiklah ...."
"Tunggu dulu Ketua, apa akan baik-baik saja memberitahu orang luar masalah Armament?"
"Tidak apa-apa, tenang saja! Ngomong-ngomong, kau akan mendapatkan hukuman karena pergi keluar tanpa izin, Fanya."
Gadis misterius itu ternyata bernama Fanya. Tapi kenapa dia tetap memakai tudung itu walau di depan pimpinannya. Bukankah itu tidak sopan.
"Abaikan masalah kalian, aku ingin kalian memberitahuku apa itu Black Armament, kenapa kalian menginginkannya dan siapa yang memberikannya padaku!"
Aku tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan dengan orang-orang aneh ini. Pria —yang mungkin— homo dan gadis tanpa sopan santun.
"Jaga ucapan ...."
"Kau banyak menuntut ternyata, tapi itu bukan masalah. Apa kau ingin kebenarannya? Awal dari semua kejadian."
Sepertinya ini akan menjadi cerita yang sangat panjang.
"Sebenarnya aku juga tidak tahu."
He, apa kau bilang? Jangan bercanda, mungkin lebih baik aku pergi saja dari tempat ini. Saat aku membuka pintu dan hendak pergi, Dernwine melanjutkan perkataannya.
"Tapi, aku memiliki cara untuk mencari tahunya. Apa itu Armament? Siapa pembuatnya? Dan yang lebih penting, kebenaran tentang orangtuamu serta keberadaan kakakmu."
Baiklah, perkataan itu membuatku sedikit marah. Aku tak menyangka bahwa Dernwine akan menyinggung soal orangtuaku, apa dia merupakan kenalan mereka? Memang aku tak peduli dengan orangtua yang juga tak peduli dengan anaknya, tapi masih ada beberapa hal yang ingin kuketahui tentang mereka, seperti kenapa mereka menelantarkanku tetap membuatku penasaran.
Memang fakta bahwa aku memiliki seorang kakak mengejutkanku. Sejauh yang dapat aku ingat adalah aku yang tumbuh besar di panti asuhan dan tak mengenal siapapun.
Jika Dernwine memang mengenal kakak dan orangtuaku, maka dia pasti mengetahui keberadaan mereka sekarang. Karena itu, aku berhenti di ambang pintu dan menatap dengan tajam ke arah Dernwine.
"Apa Maksudmu?"
Nafsu membunuh dan nada mengancam aku tujukan ke Dernwine. Tak perlu menahan diri lagi, sejak memasuki kota ini, aku sangat kesal. Black Armament tanpa sarung kugenggam erat dan siap untuk menebas setiap kepala yang ada dalam ruangan.
"Jangan bermain-main denganku! Sekarang aku benar-benar marah."
Peringatan terakhir aku ucapkan. Aku harap Dernwine bukan orang yang tak tahu situasi dan mempermainkanku sekarang, dengan begitu pembantaian yang mungkin terjadi di ruangan ini bisa diatasi.
@Earthquake masih lanjut kaka, ditunggu ya!
Comment on chapter Prolog