Ketika Calista sedang sibuk di perpustakaan dengan berbagai macam buku dihadapannya, muncul-lah Ara dengan The Angel. Mereka mengacaukan waktu genting Calista. Kini mereka tepat berada di hadapan Calista, namun semuanya diabaikan. Calista sibuk menorehkan tinta emasnya di kertas putih nan suci. Silly langsung bercuap-cuap tanpa menunggu dan mengulur waktu. Calista menolak ajakan Silly untuk pergi ke kantin, sebab Calista tau mana yang merupakan prioritas di hidupnya. Pendidikanlah yang sangat utama bagi dirinya bukan hanya popularitas dan ketenaran semata sebab itu tak berguna hanya akan terbuang sia-sia pada waktunya . Cepat atau lambat dunia akan membuktikan kebenaran dan membalikkan perbuatan kita. Oleh sebab itu Calista lebih menempatkan diri pada pendidikan agar nantinya dapat bermanfaat bagi orang lain. Meskipun dirinya sangat mencintai dance tetap pendidikanlah yang menjadi topangan hidupnya.
Ara geram dengan sikap Calista yang membuat peraturan sendiri. Lantas dirinya mengeluarkan senjata yang dapat mengatupkan mulut Calista rapat-rapat. Diambil handphone kesayangannya dari sweater pink yang ia kenakan lekas memutarkan sebuah video dihadapan Calista. Calista tergelegap tak percaya, dirinya semakin membulatkan mata dan menatap dengan seksama. Dirinya sangat malu, sedih dan kecewa. Tetapi rasa marah yang menggebu dapat mengalahkan segalanya. Calista marah, dirinya bercuap diluar kendali. Namun Ara tak mau disalahkan, kini umpannya sudah berhasil menangkap satu nyawa. Ara terlihat tersenyum bangga. Dengan hati yang sangat terpaksa, Calista menutup dan merapikan bukunya serta ikut gabung bersama mereka.
‘Ya ampun kenapa gua bisa terjebak? Terpaksa gua ikutin kemauan mereka dari pada reputasi gua hancur. Ya Tuhan sampai kapan harus begini? Harus terkekang dalam pergaulan yang salah. Ga mungkin kalau terus-terusan nurut sama mereka. Gimana caranya bisa lepas? Minta bantuan sama siapa?? umpat Calista dalam hati ketika dirinya berjalan diantara mereka. Tanpa ia sadari, sedari tadi ketika dirinya sibuk berbicara dalam hati banyak sepasang mata yang memperhatikannya. Seketika nama Calista melambung setinggi awan seantero campus. Tak disangka, dunia penuh dengan keajaiban. Mereka yang berharap dapat berdiri diposisinya namun mereka pula yang harus dihempas jauh. Namun Calista yang tak berharap, malah ia yang mendapatkan kesempatan itu.
Ternyata di kantin sudah ada Nicho, Erlangga, dan Ferrel. Mereka terlihat asik dengan kebersamaan yang mereka buat. Calista memang senang jika harus berjumpa dengan Nicho, tapi entah kenapa kali ini ia tidak ingin berjumpa dengannya. Ia mencoba menghindar dengan alasan pergi ke toilet, tapi hal itu segera dicegah oleh Nicho! Orang yang tak ingin ia temui. Tiba-tiba Calista digandeng erat dan segera dibawa ke mobil miliknya.
Ketika sampai di mobil, Nicho segera membukakan pintu untuk Calista lalu duduk dibelakang stir. Dengan cepat tanpa sepatah katapun, ia pacu mobil itu secepat kilat. Calista sangat bingung dengan perilaku Nicho. Tak biasanya Nicho bersikap seperti itu, biasanya ia sibuk memberikan pujian pada Calista. Dengan penuh hati-hati Calista mencoba membuka percakapan ditengah suasana dingin diantara mereka.
?Nic kita mau kemana? Pelan-pelan dong bawa mobilnya!!? umpat Calista kesal menatap Nicho yang kini berada tepat disampingnya.
“Lihat aja nanti.?
Kalimat itu sangat dingin, cuek, dan menandakan jangan ada pertanyaan lagi. Oleh karena itu Calista hanya bisa diam dan menata pikiran serta hatinya yang berantakan. Kalimat Calista bukan dipatuhi tetapi di lawan. Mobil itu semakin melesat secepat kilat. Calista meresa mereka melewati jalan yang tak asing, maka ia segera memberi celah bagi matanya untuk mencari papan yang menunjukan ke arah manakah mereka akan pergi. Ternyata mereka akan pergi ke puncak.
?Nicho... Ngapain kita ke puncak??
?Gua mau bikin lu bahagia!? jawabnya sembari menatap wajah Calista.
?Maksud lu??
Lagi-lagi tak didapatkan jawaban dari bibir Nicho. Calista tambah bingung dan heran atas ucapan Nicho. Ketika mereka sampai pada sebuah tempat, Nicho segera membukakan pintu untuk Calista. Diraihnya jemari tangan Calista dengan membawanya menapaki jalanan yang sejuk dan penuh kebun teh. Mereka menaiki trill yang cukup berat dan sulit sehingga mereka sampai pada sebuah tempat yang amat sangat tinggi. Wajah Calista langsung berubah berbinar penuh kebahagiaan ketika didapati olehnya pemandangan indah nan hijau. Calista sangat menyukai pemandangan alam seperti deretan pegunungan yang kini tersuguhkan dihadapan pelupuk matanya.
?Apa maksud lu bawa gua ketempat ini Nic?? Calista merekahkan senyuman terindahnya. Matanya berbinar menatap ke depan. Langit yang menjulang tak jauh darinya ingin sekali ia raih, segumpalan awan seperti kapas seakan dekat dengan dirinya.
?Gua tau lu suka pemandangan,?
?Hah? Tau dari mana?? sergah Calista memalingkan pandangannya ke wajah Nicho yang kini berada tepat disisinya.
?Dari Izki.?
?Izki? Lu kenal dia?? Calista tercengang. Calista tak percaya bahwa Nicho telah menyebutkan sebuah nama yang telah lama ia lupakan. Nama yang selalu mengganggu hidupnya. Nama yang sangat membekas di hatinya. Nama yang pernah mewarnai dinding hatinya serta membuat hatinya hancur berkeping-keping. Sakit. Sangat sakit kala itu. Sakit jika harus mendengar nama itu lagi.
?Sudahlah nanti gua ceritain kok, tapi sekarang kita nikmatin dulu ya pemandangannya.? Nicho merangkul gadis disampingnya.
Mereka sangat bahagia memandangi pemandangan berdua, karena terlihat paralayang. Maka Calista segera mengajak Nicho untuk bermain paralayang. Mereka bermain paralayang bersama dan terbang diangkasa. ?Hembusan angin menenangkan hati, pelukan Nicho menghangatkan jiwa?. Itulah umpat Calista dalam hati ketika ia didekap oleh Nicho diangkasa. Senang rasanya bila dapat terbang diangkasa bersama imajinasi dan kenyataan secara bersamaan. Kebahagiaan yang tak terkira, tak dapat dibayar dengan harta. Serta kebahagiaan itulah yang sangat membekas dihati Calista. Ketika mendarat dibawah. Nicho segera menarik tangan Calista mesra untuk mengajaknya makan di cafe. Disana mereka minum teh hangat berdua.
?Oh ya Nic ? kalau gua boleh tanya. Lu kenal izki dari mana??
?Nanti aja beib kita bahasnya.? Nicho menjawabnya dengan lembut dan mencoba mengulur waktu.
Karena hari larut malam dan hujan mulai membasahi jalan, maka Nicho memutuskan untuk mengajak Calista menginap di villa miliknya. Namun hal itu membuat Calista sangat terkejut, tak mungkin dirinya harus satu kamar dengan orang yang belum lama ia kenal. Kini Calista semakin beranggapan bahwa Nicho ingin mencelakai dirinya. Tapi dugaannya salah, Nicho mengajaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Terlebih tentang beberapa fakta dan alasan yang menjadi topangan, hingga Calista menyetujui ajakannya dan segera menghubungi ibunya.
Nicho harap-harap cemas ketika melihat Calista menelfon ibunya. Dirinya berharap ia diperbolehkan untuk menginap kali ini. Setelah memutus telefon, Calista lekas memberi jawaban pada Nicho. Betapa senangnya Nicho mendapatkan kabar itu. Akhirnya mereka segera pergi dari cafe menuju villa. Ketika sampai di villa, disambutlah mereka dengan para waitress villa itu. Villanya sangat megah nan mewah bahkan dapat dikatakan hotel.
?Gimana mas kamar pesenan saya??
?Sudah siap tersedia, ini kuncinya Tuan.? jawab salah seorang waiters dengan memberikan dua buah kunci.
Merekapun segera menuju kekamar pesanan Nicho. Ternyata Nicho sengaja memesan 2 kamar yang bersebelahan. Masing-masing dari mereka memasuki kamar. Ketika membuka pintu, betapa terkejutnya Calista ketika melihat dekorasi ruangan yang indah dengan warna vintage. Iapun segera menuju kasur dan membanting diri diatas kasur empuk dan nyaman itu. Lega. Senang rasanya bisa beristirahat setelah seharian lelah bersenang-senang dengan orang yang dapat membuatnya nyaman. Orang yang selalu datang di kala kesepian menerpa. Orang yang menaburkan kebahagiaan dihidupnya.
*Tok.. tok.. tok..*
?Iya.? teriak Calista dari dalam kamar. Dengan kaki yang masih kelelahan serta badan yang berjalan tak karuan dirinya mencoba bangkit untuk meraih bingkai pintu yang tak jauh dari kasurnya kini.
Ketika Calista membuka pintu, Nicho lekas menelisik kamar Calista dengan sepasang matanya. ?Hai Cal, boleh gua masuk??
?Gila lu ada bell tuh ngapain ngetok pintu.? Matanya melirik ke arah bell emas yang persis berada di hadapan Nicho.
?Hehehe iseng aja.?
?Yaudah sini masuk.? Calista mengerlingkan mata sembari membukakan pintu.
Nicho segera memasuki kamar Calista, menatap ke seluruh penjuru arah dan segera membaringkan dirinya diatas kasur. Calista langsung protes, seakan tak ada yang boleh menyinggahi kasur itu selain dirinya. Sementara Nicho tak memperdulikan Calista yang sedang bersenandung ria mengeluarkan amarahnya, Nicho hanya menikmati setiap ucapan yang keluar dari bibir Calista.
Nicho menatap lekat-lekat wajah cewek di hadapannya sembari sedikit menggoda. Calista tersipu malu diperhatikan oleh orang yang mulai ia sayangi. Namun dirinya jengkel atas kelakuan Nicho, lekas Calista mengusir Nicho dengan alasan ingin membersihkan diri. Itulah yang membuat Nicho menjadi lepas kendali dan menggoda Calista untuk menemaninya mandi. Calista semakin tak tahan, rasa lengket dan kotor yang berada pada badannya kini menjadi satu dengan pikiran dan imajinasi cowok di hadapannya. Lekas Calista menarik tangan Nicho dan mendorong tubuhnya agar keluar dari kamarnya. Nicho mempersilakan Calista untuk mandi dan akan mempersiapkan baju baru untuk Calista.
Setelah 15 menit, tiba-tiba bell berbunyi. Ternyata ada waiters dibalik pintu yang bersiap memberikan baju ganti untuk Calista. Lalu dengan cepat ia ganti bajunya. Lagi-lagi bell itu berbunyi, ia berharap akan ada waiters yang datang membawakan makan malam untuknya.
?Hai Cal,? sapa Nicho memamerkan sederatan gigi putih miliknya yang dikemas dengan senyuman terindah.
Calista memasang wajah bosan, bibirnya mengerecut kecil dan kedua tangannya menyentuh perut. Seolah memberi isyarat bahwa dirinya butuh asupan gizi demi kelangsungan hidupnya. ?Ah lu!!?
?Kenapa? Kok wajahnya murung pas liat gua? Laper ya??
?Ah sotoy lu!!? sanggah Calista cepat. Mungkin lidah dapat berkata lain, namun wajah Calista yang suci tak dapat menyembunyikan sebuah kebohongan. Nicho tau pasti bahwa gadis di hadapannya tengah berada dalam keadaan yang sangat menyiksa diri yaitu kelaparan. Seharian bersama sungguh memakan energy yang ada.
?Ga usah bohong. Keliatan tuh mukanya. Udah mandikan? Ayo ikut gua!!? seraya menarik tangan Calista.
?Tunggu gua ambil tas.? Calista menahan langkah kakinya yang hampir terseret oleh Nicho lalu berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Nicho.
?Buat apa? Udah ayo!?
Sampailah mereka pada cafe kecil di villa itu. Memang kecil namun menyuguhkan indahnya pemandangan malam disana. Lampu villa dibawah menyala dan taburan bintang menghiasi langit malam. Dengan cepat Nicho memesan makanan untuk mereka berdua. Ketika makanan sampai, langsung dilahap makanan dihadapannya. Calista sangat bahagia hari itu. Seusai makan, mereka berpindah tempat untuk bersantai yaitu di balkon villa.
Nicho meraih gitar yang berada tepat disampingnya dan mencoba melantunkan beberapa lagu indah untuk Calista. Sehingga Calista terbuai akan dirinya lalu jatuhlah Calista dipelukannya. Dengan dirangkul bahunya, Calista bersandar dipundak Nicho. Mereka menghabiskan malam berdua di tengah dinginnya malam.
Tanpa tersadar, Calista tertidur dipelukan Nicho. Maka segera Nicho membawanya kekamar dan memberikan kecupan hangat dikening Calista. Nichopun tak tahan melihat Calista tertidur, ingin rasanya ia melakukan niat pertamanya yaitu merusak Calista. Tetapi rasa cintanya terhadap Calista memaksa untuk melindunginya jika tak ingin kehilangannya. Entah kenapa sehari bersama Calista membuat Nicho merasakan jatuh cinta yang sebenarnya setelah berkali-kali ia mempermainkan hati wanita.
Ketika sang surya telah muncul dari kaki langit, Calistapun terbangun. Betapa herannya ia ketika didapatinya ia sedang tidur diatas kasur. Padahal semalam ia tertidur dipelukan Nicho. Setelah bingung, ia mencoba menengok ke arah pintu. Didapati oleh sepasang matanya ada sepasang baju dan roti serta susu untuk sarapannya. Ia sangat tak menyangka bahwa Nicho begitu romantis. Setelah mandi dan sarapan, Calista segera menuju kamar Nicho. Ketika akan memencet bell, Nicho keluar.
?Eh, lu! Baru mau mencet bell.? ucap Calista.
?Mau ngapain?? Nicho terlihat heran.
?Gapapa kangen aja,? Tiba-tiba kata itu terlontar dari bibir Calista tanpa ia sadari.
?Hah? Kangen? Hahah serius lu!!?
?Eh engga engga! Balik yuk.? ajak Calista dengan raut wajah salah tingkah. Pipinya kini berubah menjadi merah merona.
?Oke ayo! Udah berkemas?? Nicho menatapnya sesekali melempar pandang--mencoba mencari celah untuk sekedar melihat keadaan kamar Calista namun naas pintunya tertutup rapat.
?Sudah dong.? jawab Calista dengan riangnya.
?Oke kalau gitu ayo! Tapi sebelum pulang gua mau nunjukin satu tempat lagi yang pastinya bikin lu seneng.? Nicho menggoda, membuat Calista bertanya-tanya dan semakin penasaran akan kejutan selanjutnya.
?Tempat apa itu??
?Udah ayo!!?
Sampailah mereka pada sebuah pintu. Calista sempat kebingungan menatap daun pintu yang kini dihadapannya. Ketika dibuka, Calista sangat kagum. Ditengah villa mewah nan megah tersimpan ruangan eksotis yang berisi ribuan buku.
?Ini tempatnya!!? Nicho membuka daun pintu yang sangat besar, dengan interior mewah berwarna emas, pintu itu semakin terlihat istimewa dibandingkan ruangan lainnya.
?Wah indah banget. Boleh ga gua masuk??
?Oke silakan. Ini perpustakaan pribadi keluarga gua. Lu boleh minjam dan baca buku sepuasnya disini sebelum kita pulang.? promosi Nicho sembari mempersilakan Calista masuk. Calista yang masih terpukau dengan keindahan perpustakaan itu enggan berbicara, namun setelah dirinya tersedar ia bergumam.
?Kenapa lu ga ngasih tau dari kemarin??
?Kan gua cari kondisi yang tepat beib.?
Setelah 2 jam menghabiskan waktu bersama ribuan buku, Nicho nampak bosan dan Calista merasa rindu pada keluarganya. Sehingga mereka memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Merekapun meninggalkan villa itu dengan sejuta kenangan yang tak terlupakan.
***
Ketika Nicho sedang merapikan loker miliknya, datanglah kedua sohibnya itu. Mereka memasang tampang penasaran. Mereka ingin sekali mendapatkan cerita dari bibir Nicho perihal kepergiannya ke Puncak bersama Calista.
?Hei Bro!!? sapa Ferrel sembari menepuk pundak Nicho.
?Eh gimana ceritanya? Udah lu lakuin tuh niat lu?? tanya Erlangga penuh selidik.
?Ihs apaan si lo!? Melepaskan tangan Ferrel dari pundaknya serta merta pergi meninggalkan mereka.
?Wah kenapa tuh anak?? tanya Ferrel heran pada Erlangga. Erlangga mengedikkan bahu. ?Gak tau. Failed kali.?
?Weits mau kemana bos? Lu kenapa?? sergah Ferrel.
?Lu lagi ada masalah? Atau lu gagal?? sambung Erlangga.
?Gak!? jawab Nicho cuek.
?Oke.. oke.. yaudahlah yuk kita cabut aja dia lagi ga mau diganggu,? Ferrel menarik Erlangga.
?Oke kalau ada masalah bilang ya Bro!!? menepuk pundak Nicho lalu pergi.
Kedua sohibnyapun segera sirna dari pandangan mata Nicho. Entah mengapa Nicho tak ingin diganggu. Ia bingung dengan perasaannya, kenapakah sejak kejadian hari itu dirinya terus terfikirkan Calista. Bahkan sangat terobsesi untuk memilikinya bukan untuk dirusak tapi dijaga. Ia tahu sekali bahwa Calistapun merasa nyaman bersamanya. Tapi ia tak ingin membuka semua hal tentang hubungan antara ia dan Izki.
***
Ferrel dan Erlangga pergi kekantin untuk memberi tenaga bagi tubuh mereka. Ketika baru saja mereka menginjakkan kaki di pintu kantin, Ara melambaikan tangan dari sebuah meja yang penuh dengan The Angel. Ferrel yang melihat lambaian tangan Ara segera menyeret Erlangga untuk mengikuti langkah kakinya. Sontak semua mata menatap ke arah dua cowok yang sedang melintasi beberapa anak di campus. Cewek-cewek centil anggota The Angel langsung riuh melihat Ferrel dan Erlangga menghampiri mereka. Silly sibuk menata rambutnya demi mendapatkan perhatian dan pujian dari Erlangga.
Ara menatap tajam ke beberapa temannya yang nampak berlebihan. Dirinya kini mengedarkan keseluruh penjuru kantin mencoba mencari sosok Nicho diantara mereka. Ara langsung bertanya dimanakah keberadaan Nicho kini, Ferrel hanya menjawab bahwa dirinya baru saja bertemu dengan Nicho di lorong campus dan terdapat perubahan pada sosok Nicho. Ara semakin penasaran, kemanakah Nicho kemarin bersama Calista
?Jadi gini, sebenarnya kemarin mereka ke puncak. Rencana dia tuh ngajak Calista pergi kepuncak buat ngerusak Calista. Pahamkan?? Ferrel menjelaskan dan berusaha duduk diantara mereka.
Disaat percakapan hangat mereka, datanglah Calista di tengah-tengah mereka dengan wajah riang dengan beberapa buku ditangannya.
?Hai guys!! Lagi apa? Boleh gabungkan?? Calista terlihat riang, dan ia tak mendengar perkataan yang baru saja Ferrel sampaikan.
?Eh pas banget!! Sini-sini duduk.? ucap Ferrel sembari memberi celah bagi Calista untuk duduk.
?Ada apa? Kok mukanya pada serius?? Calista bingung melihat semua mata menatapnya dengan tatapan dingin.
?Gua mau nanya. Lu sama Nicho ngapain aja di puncak?? sergah Ara cepat menghancurkan pikiran Calista yang terus menebak kejadian aneh diantara mereka.
?Kenapa emangnya? Ya gitu dah.? Calista mulai membayangkan sedikit cuplikan kebersamaannya di Puncak bersama Nicho. Namun itu semua disembunyikannya melalui senyuman indah yang melengkung jelas di wajahnya.
?Gitu gimana Cal? Coba jelasin. Lu sadar ga sih Nicho berubah?? sambung Silly lembut.
?Berubah? Maksudnya??
?Ya jadi gini Cal, tadikan gua sama Erlangga nemuin Nicho, terus dia kaya lagi frustasi gitu. Gua yakin ada yang disembunyiin sama dia. Emangnya lu ngapain aja sih?? Ferrel kian penasaran melihat wajah Calista yang berseri-seri.
?Hah? Iya apa? Ya gua juga ngerasa sih pas dia ngajak gua pergi kemarin. Dia, diem aja. Tapi pas udah sampai tempat, dia baru kayak biasanya. Dia buat gua bahagia banget!!? tutur Calista semakin merekahkan senyuman.
?Bahagia? Emangnya lu diapain aja? Guamah sering kali, lebih malah!? Ara memandang Calista sinis.
?Weits maksud lo apa??
?Tentang free sex!! Lu berbuatkan disana sama Nicho? Makanya lu bahagia. Dan itu juga tujuan Nicho ngajak lu ke puncak.? Ara menjabarkan tujuan Nicho di luar kendalinya karena terbakar api cemburu.
Calista tercengang. Kini dirinya menatap Ara dengan tatapan menukik. Api yang bergelora di dada tergambar jelas di pelupuk mata. "Apa lo bilang?"
?Ara!! Shut up!? teriak Ferrel.
?Jadi... Lo semua gini? Oke!! Gua keluar dari The Angel. Makasih! Gua gak peduli sama ancaman lu semua!!? bentak Calista seraya pergi meninggalkan sekerumunan orang yang sangat dibencinya. Calista tersadar bahwa dirinya telah tertipu muslihat jaman semata. Dirinya merasa dipermainkan oleh segelintir orang yang tidak berperasa. Kosong. Pikirannya tak terarah, dirinya melangkah dengan terbesit luka. Sangat kecewa. Marah. Tak disangka, tak diduga dirinya akan terjebak dalam medan magnet kegelapan.
?Ara!!! Gila ya lo!! Seenaknya ngomong depan dia. Kalau kenyataannya gak gitu gimana?? bentak Ferrel memukul meja dengan keras. Semuanya terdiam menatap Ferrel yang terlihat kalap. Tak ada seorangpun yang kini dapat membela terdakwa. Hanya Ara-lah yang dapat menyelamatkan dirinya dari aungan singa di hadapannya yang siap menerkam wajahnya dengan cepat.
?Kalau kenyataannya iya, gimana? Liat aja dia langsung pergi. Kalau emang dia gak berbuat, harusnya dia jelasin dong ke kita apa yang sebenarnya terjadi,? Ara kini memberanikan diri angkat bicara. Ia tak ingin dipandang sebelah mata karena rasa takutnya pada Ferrel.
?Eh, bisa aja itu jadi privacy indah bagi dia dan Nicho. Emangnya lu siapanya Nicho si? Cuma mantan aja sok ngatur!! Lu cemburu?kan? Lu selama ini anggap gua apa? Pelampiasan?... Udah ayo Lang kita pergi aja dari sini.? ucap Ferrel penuh emosi. Dirinya segera bangkit dan menghentakkan kaki dengan keras. Memberi isyarat pada para saksi bahwa ia sangat marah oleh perbuatan Ara yang baru saja menuding Calista sesuka hati.
?Arghhh... Kenapa sih tuh cewek pengacau banget!! Udah ngerebut Nicho dari gua, sekarang ngancurin hubungan gua sama Ferrel!! Maunya apa sih tuh cewek? Dia segala nantangin gua lagi. Awas aja tuh anak, liat aja apa yang akan gua lakukan nanti.? Ara menatap Ferrel dan Erlangga yang beranjak pergi. Beberapa temannya?pun mencoba menenangkan Ara dengan bisikan kebencian.
Akhirnya Ferrel dan Erlanggapun angkat kaki dari kantin. Meninggalkan kebencian dan kebenaran disana. Entah mengapa Ferrel merasa penat akan semua ini, sehingga ia mengajak Erlangga untuk cabut dari campus. Sebelum mereka memutuskan pergi, Ferrel berusaha mencari Calista ke seluruh penjuru campus, tapi tidak ketemu. Mungkin saja gadis itu sudah pergi meninggalkan campus yang penuh dengan omong kosong semata. Terlebih, iapun tak melihat Nicho. Ferrel berfikir Nicho dan Calista pergi keluar bersama.
Disisi lain, Calista menangis sendiri termenung di taman kota. Ia berfikir kenapakah ia dapat terjebak akan pergaulan buruk hanya karena hobinya yaitu dance. Ia berfikir kenapakah Nicho memiliki niatan segitu buruknya. Tetapi faktanya, kemarin Nicho membuatnya bahagia seakan disurga. Iapun membenci The Angel dan Ferrel serta Erlangga, karena sudah membantu niat buruk Nicho dengan menjebak dirinya di kantin. Ia sangat pilu memikirkan semua kejadian itu. Iapun bingung kenapakah Nicho berubah seperti yang dikatakan Ferrel sewaktu dikantin.
Lalu kenapa juga Nicho tak melakukan niatnya padahal ada kesempatan emas ketika dirinya tertidur lelap dipelukan Nicho. Ia sangat tak ingin hal itu terjadi, tetapi ia sangat bingung akan semuanya. Dari semua kerumitan dan tanda tanya itu, ada satu tanda tanya besar yang belum terungkap dan terus menghantui diri Calista, yaitu kenapakah Nicho kenal izki? Apakah ada suatu hubungan diantara mereka?
***
Dari perpustakaan yang begitu hening nan sepi, terlihat Nicho dan Calista sedang membahas tugas makalah Nicho. Mereka terlihat sangat serius dengan sibuk browsing dan mencari literatur dari beberapa buku di sekitar mereka. Ditengah kesibukan mereka, datanglah The Angel dengan maksud menghancurkan suasana yang semula damai nan tentram.
Ara menghampiri mereka sembari menatap Calista sinis. ?Cal.. ikut gua!! Ada yang gua mau omongin sama lu.?
?Ada urusan apa lu? Penting gak? Gak bisa liat apa kalau gua lagi sibuk!? Calista memfokuskan mata kelayar laptop dihadapannya seolah tak ingin melihat wajah Ara.
?Penting banget! Gua pinjem bentar ya Nic.? Ara menarik tangan Calista dengan sangat kasar. Emosi yang kian memuncak, memperdaya Ara segenap jiwa. Calista terbesit oleh langkahnya karena ditarik paksa dengan Ara dan kedua bodyguard?nya. Calista dibawa kesalah satu sudut, membiarkannya diapit oleh dua tembok yang menjulang tinggi diantara mereka.
?Awww... Bisa lebih lembut ga si lu!? Calista melepas paksa genggaman tangan Ara yang mulai menyakitinya. Tangan Calista hampir dibuatnya terluka.
?Gak bisa!?
?Yaudah ada perlu apa?? Tantang Calista dengan muka sinis, mensejajarkan mata Ara. Menatapnya dengan penuh gairah untuk segera memukul wajahnya.
?Jujur sama gua, sebenarnya lu ngapain aja di puncak??
?Kepo banget si lu! Tanya aja Nichonya.?
?Ga usah songong dah lu!! Gua pengennya dengar dari mulut lu!?
?Ya gua males ceritainnya. Pokoknya indah banget.? Wajah Calista terlihat menggoda. Memancing Ara dengan senyuman terindah membayangkan kedekatannya bersama Nicho berdua.
?Udah ceritain aja apa!? sergah Silly.
Calista tersenyum meremehkan beberapa cewek centil dihadapannya. ?Buat apa si kalian tau? Kalian ga usah sok polos!! Kaliankan yang bantuin Nicho.?
?Eh .. Apa lu bilang? Kita tuh ga bantuin Nicho. Gua aja ga tau kalau hari itu lu akan di ajak ke puncak sama Nicho.? bentak Ara membela diri.
?Ya terus... Kenapa lu bisa tau maksud dia ngajak gua ke puncak. Terlebih, lu ngajak gua ke kantin dengan paksa bahkan pakai ancaman!!?
?Ya karena kita tuh di kasih tau tujuannya sama Ferrel dan Erlangga pas di kantin kemarin.? sergah Silly seakan tak berdosa. Calista tergelegap tak percaya.
?Ya lagian lu kenapa ga mau ikut kita-kita ke kantin??
?Karena gua mau menghindar dari lu semua!!? jawab Calista tegas. Nyaris terdengar seperti sebuah pernyataan terbuka yang selama ini ingin dikemukakannya.
Tiba-tiba datanglah Nicho. Nicho sangat kaget mendengar kalimat terakhir yang terucap dari bibir Calista. Nicho tidak mengetahui masalah apapun diantara The Angel dan sahabatnya. Nicho segera mengajak Calista pergi tanpa memperdulikan The Angel dan tak menyelesaikan percakapan itu.
Setelah pergi dari kerumunan cewek-cewek macan itu, Nicho dan Calista segera membereskan tugas dan buku mereka serta memutuskan untuk meneruskan tugas tersebut di tempat lain. Nicho merasa ada yang aneh dari muka gadis imut disampingnya. Maka Nicho segera mengajak Calista ke taman kota untuk merilekskan pikiran gadis itu. Sekaligus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang tadi Calista bicarakan dengan The Angel.
Setelah setengah jam membisu di dalam mobil, akhirnya tibalah mereka di sebuah persimpangan jalan. Tak jauh dari persimpangan itu, sudah terlihat jelas taman kota yang indah dengan sederetan pohon rindang di sana. Taman yang tepat berada di tengah kota Jakarta sungguh bermanfaat untuk mengurangi polusi yang mengepul di udara serta sebagai tempat bertamasya ria sejenak.
Hingga kini mereka memijakkan kaki di depan gardu taman kota yang bertuliskan ? Selamat Datang ?. Dengan menebarkan pandangan, mereka memilih duduk dibangku merah berinterior kayu di sebelah kanan taman. Terdapat kolam ikan pula di antara mereka. Dengan berhias bunga teratai, kupu-kupu bersenandung ria di atas air yang menggenang tenang.
?Cal.. tadi lu bicarain apa sama The Angel?? tanya Nicho membuka percakapan, dirinya terus memperhatikan wajah Calista yang terlihat suram. Bibirnya mengerecut kecil, menyisakan kemerahan di ujung bibir yang tersisa. Pipi yang merah meronapun semakin menggoda penampilan cantiknya.
?Ga.. bukan apa-apa kok.? jawab Calista lirih. Bibirnya serasa tertahan untuk mengutarakan apa yang sebenarnya terjadi. Semua emosi kini berada di permukaan bibir yang haus akan sejuta kata.
?Jangan bohong. Coba ceritain apa yang sebenarnya terjadi.? ucap Nicho seraya mengangkat wajah cantik gadis disampingnya. Menopang gadis itu dengan kedua tangannya, menelisik matanya yang berbinar penuh kekecewaan yang mendalam. Nicho tak kuasa melihat mata Calista yang berkaca-kaca, hampir saja air mata meluncur di pipinya. Untung sekali untung, pelupuk matanya masih dapat membendung air matanya kini.
Calista mulai mempersiapkan diri, melepaskan tangan Nicho dari wajahnya dan mulai mengembuskan nafas. Sesaat dirinya menatap Nicho, lalu sedetik kemudian melempar pandang ke arah kolam yang tepat berada di depannya. ?Jujur ya Nic? Sebenarnya apa tujuan lu ngajak gua ke puncak hari itu??
?Kenapa lu nanya gini?? Nicho tertegun. Dirinya melonjak kaget. Tak disangka, tak diduga bahwa Calista akan menanyakan hal tersebut. Dirinya kian curiga oleh gerak-gerik serta tatapan mata Calista yang kain menukik. Nicho hanya dapat menerka-nerka dari balik imajinasinya.
?Udah jawab!! Apa bener tujuan lu ngajak gua ke puncak dengan maksud merusak gua?? Calista terus mengulangi pertanyaannya seakan tak ingin terlewat walau sepatah katapun. Calista menerawang gerak-gerik Nicho dari tatapan matanya. Sorotan mata itu kosong. Penuh teka-teki.
“What?!? ucap Nicho dengan nafas tercegat di tenggorokan.
?Kenapa? Kaget ya gua bisa tau ini!?
Nicho tergelagap tak berdaya. Dirinya serba salah harus menanggapi sikap Calista dengan bagaimana. Dirinya tak ingin melukai hati dan perasaan sang pujaan hatinya. ?Ya.. ya ga gitu juga,?
?Gua... Kecewa banget sama lu Nic!? sergah Calista dengan tatapan tajam.
?Maa... Maaf Cal. Tapi pada intinya gua ga lakukan itukan??
?Iya sih.? Calista mengembuskan nafas, merunduk merasa dirinya telah bersalah. Dirinya tak berhak marah kepada Nicho sebab Nicho tak melancarkan upayanya, justru Nicho melindungi bahkan membuat dirinya merasa nyaman dan senang. Calista meredam semua amarah. Semua praduga yang ada dibenaknya, sirna seketika. Tak ada lagi keraguan atas sikap Nicho kepadanya.
?Ya jadi lu ada masalah apa? Lu tau dari siapa?? tanya Nicho penuh selidik.
?Ceritanya rumit Nic. Intinya gua keluar dari The Angel. Gua salah sangka ke The Angel?dan gua tau itu dari sahabat lu.?
?Salah sangka? Ferrel dan Erlangga??
?Ya. Tapi gua mohon lu jangan marah sama mereka. Satu lagi pertanyaan dari gua.? ucap Calista. Hal yang satu ini tak dapat sirna seperti pertanyaan yang lainnya. Rasa penasaran terus menggebu di hati dan mendesak keluar melalui bibir. Dirinya sudah tak kuat menahan kuasa untuk terus bertanya-tanya.
?Apa itu??
?Sebenarnya apa hubungan antara lu dengan Izki??
?Nanti kalau udah tepat waktunya gua akan kasih tau. Tapi sekarang belum waktunya Cal.? jawab Nicho lembut seakan tak ingin Calista tersinggung ataupun marah padanya.
?Nanti kapan? Nanti.. nanti.. nanti mulu!!? bentak Calista seraya pergi.
Nicho segera menghampiri Calista dengan maksud mengajak Calista untuk pulang bersamanya. Namun niat baik itu di tolak oleh Calista karena kekecewaannya terhadap Nicho. Nicho sangat merasa bersalah. Ia tau bahwa gadis itu sedang rapuh. Terlihat dari kilauan matanya yang sirna. Matanya yang berbinar pertanda akan meluncur setetes air mata. Ingin sekali Nicho memeluk Calista agar gadis pujaan hatinya dapat tenang, tetapi hal tersebut tak berhasil dikarenakan perihal Izki yang terus menjadi tanda tanya besar bagi Calista.
Keesokan harinya ketika di campus, Nicho segera mencari kedua sahabatnya itu. Tentu Ferrel dan Erlangga! Nicho ingin mengusut habis kedua sahabatnya yang telah membuka kartu hitamnya pada kekasih pujaan hatinya yang kian ia raih. Tak lekang dari pengintaian, akhirnya Nicho dapat menemukan 2 makhluk yang sangat menyebalkan itu di ujung jalan.
?Eh .. Lu berdua ngomong apa aja sama Calista?? Nicho menghancurkan candaan diantara kedua insan itu. Pertanyaan Nicho seakan menyiratkan sebuah ancaman. Nicho terus menatap tajam ke arah mereka berdua.
?Ngomong apa? Ga ngomong apa-apa.? jawab Erlangga dengan polosnya. Matanya menatap wajah Nicho dengan muka datar.
?Ohh itu.. Mungkin dia udah tau apa yang sebenarnya terjadi.? Ferrel menyentuh pundak Erlangga santai.
?Siapa yang bilang ke Calista perihal tujuan gua bawa dia ke puncak? Jawab cepet!?
?Ara.? jawab Ferrel cuek.
?Apa lu bilang? Kenapa jadi Ara? Kok dia bisa tau. Lu berdua cerita ke siapa aja? Ke satu kampus gitu?? Emosi Nicho semakin meluap. Kini Ferrel merasa terpancing oleh sulutan api emosi yang ada di dalam dirinya.
?Jadi gini Nic.. Kita ngasih tau The Angel dan Ara keceplosan bilang ke Calista ketika dia cemburu.? tutur Erlangga sembari menenangkan Nicho. Erlangga tak ingin ada perdebatan hebat diantara mereka hanya karena urusan wanita.
?Lu kenapa harus kasih tau The Angel? Cemburu kenapa Ara? Diakan udah ada Ferrel.?
?Nah, justru itu gua bingung Nic. Dia tuh masih sayang sama lu makanya dia cemburu pas Calista nyembunyiin tentang kalian di puncak. Hal itu juga buat gua marah sama Ara karena selama ini dia anggap gua apa?!? Ferrel menjelaskan yang sesungguhnya terjadi.
?Jadi sekarang itu Ara sukanya sama siapa? Gua udah gak suka sama dia, karena gua sukanya sama Calista.? ucap Nicho santai.
?Hah!! Lu beneran suka sama dia? Gua kira selama ini lu cuma mainin dia. Gua juga udah ga respect sama tuh cewek, si Ara!? Ferrel mulai meluapkan kejenuhannya terhadap Ara yang terus mempermainkan perasaannya.
?Kenapa kalau gua suka sama Calista? Dia terlalu polos dan manis untuk gua mainin. Terus gara-gara Ara bilang itu, si Calista keluar dari The Angel?? Nicho berusaha mencari informasi dari kedua sahabatnya. Nicho hanya ingin memastikan semuanya aman dibawah kendalinya.
?Gua fikir sih, Calista ngiranya The Angel bantuin lu buat nyulik dia ke Puncak makanya dia marah dan keluar dari The Angel.? Ferrel mulai mengutarakan apa yang telah ia analisa selama ini. Erlanggapun hanya dapat terdiam ketika kedua sohibnya berargumen.
?Oh.. Jadi ini masalahnya. Terus kemarin kenapa The Angel nyamperin Calista??
?Ga tau. Yang gua denger Calista dapet anceman dari The Angel.? bisik Erlangga pada Nicho. Erlangga khawatir jika ada salah seorang yang mengetahui bahwa ia telah membeberkan kejadian yang ia dengar.
?Apa?! Ancaman apa??
?Entah.? jawab Ferrel dan Erlangga serentak.
Mendengar hal tersebut, Nicho makin geram dan emosi dengan sikap Ara kepada Calista. Sehingga ia segera mengajak kedua sahabatnya untuk datang menemui The Angel. Merekapun bergegas berkeliling kampus mencari cewek-cewek centil itu. Namun tak terlihat.
Ketika mereka sedang melewati taman kampus ada Cici. Cici adalah teman satu kelas Calista. Cici mendengar ketika ia hendak ke kamar mandi, ada suara The Angel yang sedang membentak Calista. Lekas Cici meninggalkan tempat tersebut dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamar mandi. Kebetulan Cici bertemu Nicho yang sedang mencari Calista. Sehingga mereka bertiga lekas ke kamar mandi perempuan.
Ketika sampai di bibir pintu, terdengar suara Ara. Suara itu sangat menggelegar sehingga mereka bertiga dapat mendengarnya dengan sangat baik. Lalu tanpa di duga, Nicho mendobrak pintu karena ketika hendak ia buka, pintu itu terkunci. Seketika dilihatnya gadis kesayangannya itu dengan wajah ketakutan, lemas tak berdaya. Tubuhnya lunglai hampir jatuh karena tak sanggup menopang tubuh mungilnya itu, maka segera dipeluk gadis itu dan dibawa keluar dengan menatap 4 cewek centil dengan sinisnya.
?Lu.. lu gapa-pa kan? Tenang ada gua di sini. Lu ga usah takut lagi, lu ga usah khawatir lagi.? Nicho memeluk erat tubuh mungil Calista. Nicho berupaya menenangkan gadis dipelukannya. Nicho tau bahwa Calista sedang tertekan.
?Gu... Gua takut Nic.? ucap Calista lirih dan terbata-bata.
?Takut apa? Mereka? Tenang aja, akan gua balas perilaku mereka.?
Calista mulai membiarkan sebulir air matanya meluncur. ?Bukan.. Gua takut mereka semakin sadis. Mereka semakin liar. Gua minta lu jauhin gua aja, gua ga mau jadi korban lagi.?
?Lu di ancam sama mereka?? tanya Nicho dengan wajah memerah dan emosi yang terus meluap.
?Fer.. Ferrel.. Lu bisakan tolong anterin gua pulang.? Calista menggapai tangan Ferrel. Calista menghiraukan dan meninggalkan Nicho begitu saja.
?Lu pulang sama gua aja Cal!!? sergah Nicho.
?Engga. Makasih.?
?Tenang aja Nic.. Gua akan jagain dia kok dan bawa dia sampe rumahnya.? Ferrel berusaha meyakinkan Nicho dengan menepuk pundak Nicho.
?Ta.. Tapi? yasudah lah hati-hati ya!! Ayo Lang.? Nicho membiarkan Ferrel membawa Calista pulang. Jauh di lubuk hatinya, ia tak rela namun sesuai dengan permintaan Calista maka dengan terpaksa ia turuti demi kebahagiannya semata.
?Gapapa kan kalau gua minta temenin sama lu?? Calista menatap Ferrel yang kini berada tepat disampingnya. Ferrel tak menjawabnya melalui kata-kata, namun hanya memberikan isyarat melalui sorotan matanya yang penuh dengan dilema. Ferrel sangat senang mendapatkan kesempatan bersama dengan Calista tanpa ada seorangpun yang mengganggunya. Hal tersebut sudah lama di inginkannya dan kini semua terwujud menjadi nyata. Ferrel sangat senang bukan kepalang, ia hanya dapat menikmati setiap detik kebersamaannya dengan Calista.
Sesaat suasana mobil hening, hanya rintihan pelan yang keluar dari bibir Calista. Ferrel tau dan sangat yakin bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya. Ferrel mencoba memperhatikan Calista lebih dalam. Namun tak ditemukan luka fisik di wajah atau tubuhnya. Mungkinkah itu luka dalam yang amat menyakitkan hingga ia merintih pelan di hadapan Ferrel sekarang.
?Ferrel... Lu mau ga nolongin gua?? Calista mulai membuka mulut, menatap Ferrel dengan mata berbinar. Bulir air keringat jatuh bercucuran dari dahinya. Dengan cepat, Ferrel menyeka air yang akan membasahi wajah Calista. Kejadian itu sungguh singkat, hanya terjadi dalam hitungan detik. Namun saat itu sungguh membuat hati Ferrel berdebar. Calista merasakan getaran tangan Ferrel, Calista menyanggah dugaannya karena kini dirinya terpukul dan tak dapat menduga.
?Nolongin apa??
?Lu lindungin gua dari The Angel, gua minta lu jangan jauh-jauh dari gua, kemanapun gua pergi. Terlebih hindarin gua dari Nicho!? kata-kata yang baru saja meluncur dari bibir Calista sangat jelas dan tegas. Tak ada keraguan sedikitpun pada kalimat itu. Ferrel tertegun, dirinya bimbang harus menurutinya atau menolaknya.
?Lu takut? Jangan takut dong. Gua akan selalu ada di samping lu tanpa lu pinta. Perihal Nicho kenapa?? Ferrel mencoba menguak kebenaran yang ada. Kebenaran yang tersembunyi secara terang-terangan di hidup Calista.
?Gua akan terus di teror sama mereka kalau masih dekat dengan Nicho.?
?Tapi... Nichokan suka sama lu Cal.? Ferrel melontar kalimat itu tanpa fikir panjang. Dampak apa yang akan dirasakan Calista jika mendengar pernyataan itu.
?Ya terus? Mending gua jauhin dia dari pada hidup ga tenang.? Ferrel tak menyangka akan mendapatkan respons seperti itu. Yang ada di benaknya ialah Calistapun memiliki perasaan yang sama.
?Yaudah. Iya-iya cantik gua akan terus lindungin lu kok.? Ferrel tersenyum bahagia sembari mengusap lembut rambut Calista. Sentuhan itu, tatapan itu, semuanya bersatu menggambarkan kasih sayang yang begitu besar. Nampaknya kasih sayang yang tersalurkan lebih dari sekedar teman.
Setelah percakapan itu, tak tersadar mereka telah sampai di rumah Calista. Ferrelpun segera membawa Calista ke dalam rumah agar Calista dapat cepat beristirahat.
***
Pagi ini, Nicho sangat tergesa-gesa dalam langkah kakinya. Dirinya terbesit oleh waktu dan emosi yang tak dapat terbendung lagi. Akhirnya tibalah ia di salah satu sudut campus. Di sana, terlihat Ferrel dan Erlangga yang lagi sibuk tebar pesona. Nicho bergegas menghampirinya dan mengajak mereka pergi dari sana. Ferrel dan Erlangga bingung mau di bawa ke mana mereka. Mereka hanya dapat mengikuti langkah kaki Nicho, dan akhirnya tibalah mereka pada sebuah tempat. Tempat itu sungguh indah nan sejuk namun dirusak dengan segelintir orang yang sibuk memamerkan dirinya. Penuh hasrat menggoda di sana.
?Itu Ara!? Erlangga menunjuk ke arah taman.
?Oke, ayo cepat!!? sergah Nicho. Ketika sampai di taman, Nicho menghampiri Ara dan membentaknya.
?Kenapa? Lu mau belain Calista?? jawab Ara cuek melempar pandangan.
?Ga usah sok tau. Gua cuma ngajak makan siang bareng, nanti.?
“What? Serius?? Ara seakan tersedak, meskipun ia tak memakan apapun. Mungkin saja pertukaran antara oksigen dan karbondioksida di dalam tubuhnya yang membuat ia tersedak ketika mendengar kalimat itu.
?Iya.. Tapi semua The Angel ikut ya!?
?Dalam rangka apa nih?? sambung Silly.
?Udah dateng aja nanti ke Cafe Batavia, tempat biasa.?
?Oke!!? jawab mereka serempak.
Nicho, Ferrel, dan Erlanggapun segera pergi menjauh dari taman yang sangat panas dengan suguhan aurat yang bertebaran di mana-mana. Ferrel dan Erlangga kualahan mengikuti langkah kaki Nicho yang cepat. Merekapun tak tahu akan kemana selanjutnya dan bingung akan sikap Nicho yang memburu waktu.
Ferrel mulai curiga. Kemanakah selanjutnya mereka akan berlabuh. Kakinya kini berjalan ke kelas Calista. Ferrel tak akan membiarkan Nicho kembali mengusiknya. Ferrel menanyakan kebenarannya, setelah mengetahui kebenarannya Ferrel segera mencegah Nicho agar tak mendatangi Calista. Ferrel terus disingkirkan oleh Nicho. Nicho merasa dirinya dihalangi hanya untuk berjumpa dengan Calista.
Tibalah mereka di kelas Calista. Calista datang menghampirinya dan menolak ajakan Nicho. Nichopun kaget akan sikap Calista, 'Apakah dia masih marah sama gua.' Begitulah umpat Nicho dalam hati. Akhirnya Ferrel mencoba berbicara berdua dengan Calista. Mereka berdua bingung akan sikap Nicho, tetapi Ferrel meminta pada Calista untuk menerima ajakan tersebut agar Nicho tidak curiga.
Sepulang campus hari itu, merekapun berlekas ke Cafe Batavia tempat janjian. Ketika sampai disana, Calista sangat terkejut karena ada The Angel. Lekas Calista mendekat pada Ferrel.
?Eh, hai.? sapa Ara riang ketika terlihat Nicho mendekati meja yang telah dipesan khusus olehnya.
?Wow! udah pada datang semua.? sambung Nicho.
?Ngapain lu dekat-dekat sama Ferrel?? tanya Ara sinis.
?Masalah buat lu kalau dia deket sama gua?!? Ferrel berusaha menjadi sosok pahlawan untuk Calista orang yang membuat harinya berwarna.
?Ya iyalah masalah. Udah sini ngapain sih duduk di antara cowok, centil banget!!?
?Yang centil itu lu!!? Nicho tak ingin kalah. Dirinya ikut membela Calista dari aungan para macan di hadapannya.
?Yasudah si ga usah bertengkar. Gua bisa kok pindah ke meja lain.? sergah Calista.
?Ga.. Ga usah Cal. Disini tuh gua ngumpulin kalian mau ngomongin masalah biar semuanya selesai.? Nicho menjabarkan maksud dan tujuannya.
?Masalah apa?? tanya Silly.
?Perihal kesalahpahaman.?
?Tentang?? tanya Silly lagi.
?Tentang ke Puncak. Gini, Maafin gua Cal kalau gua punya maksud buruk tapi pada intinya gua ga ngelakuin itu. Lu taukan sebenarnya gua bisa aja ngelakuin itu di malam hari pas lu ketiduran di bahu gua? Tapi gua mau ngejaga lu bukan merusak.? Kalimat Nicho membuat semua tercengang.
?Ya terus?? jawab Calista acuh.
?Terus perihal The Angel mereka ga jebak lu kok, mereka aja baru tau tujuannya pas di kantin.? sambung Erlangga.
?Tapi kenapa mereka ancam gua?? Calista menautkan kedua alisnya. Menatap Ferrel dan Erlangga secara bergantian.
?Ancam apa?? tanya Ferrel seolah tak mengetahui apapun.
?Bukan apa-apa kok.? Ara meringis, mencoba menutupi kebenaran yang ada. Ara khawatir Nicho murka jika mengetahui semuanya. Ara mengigit bibir bawahnya menunggu respons dari yang lain.
?Gua ga nanya lu!!? bentak Ferrel.
?Itu yang pas kita nge?dance.? Calista membuka mulutnya.
?Oh... jadi itu. Mana sini handphone lu.? sergah Nicho sembari mengambil handphone pink milik Ara.
?Ihs sini balikin!? Ara berusaha meraih kembali handphone kesayangannya karena takut semua akan hancur berantakan.
?Ga!! Oh ini videonya. Oke gua akan hapus!? ucap Nicho sembari memperlihatkan layar handphone tersebut kepada yang lain.
?Yaudah hapus aja masih banyak copy?annya.? jawab Ara cuek.
?Mana?! Hapus cepat!!?
?Ga mau.? jawab Ara lenjeh. Nicho sangat marah oleh kelakuan Ara. Tanpa ia sadari ia membanting handphone Ara dengan sangat keras ke lantai. Sontak beberapa pengunjung lain menatap ke arahnya. Nicho tak memperdulikan itu semua, yang ia inginkan harus terwujud. Sekarang handphone kesayangan Ara tergeletak di lantai. Lusuh. Hancur. Berantakan.
?Ih gila lu ya!! Seenaknya banting hp gua!?
?Berapa si harga hp lu? Gua gantiin 10 juga mampu!!? jawab Nicho dengan angkuhnya.
?Bukan masalah HPnya tapi dokumennya!!? bentak Ara ingin rasanya ia menampar Nicho namun tak kuasa.
?Tinggal cabut memori. Lagian gua serius malah lu anggap bercanda.?
?Ya karena gua tuh males sama Calista! Soalnya dia udah ngerebut lu dan bahkan sekarang Ferrel dari gua.?
Calista angkat bicara. Dirinya tak ingin terus tertindas, ia memberanikan diri untuk berkata. ?Siapa yang ngerebut sih??
?Gua sama Ferrel tuh bukan direbut dia! Tapi kita berdua jauhin lu, karena kita muak sama sikap lu. Gua tuh ngundang kalian ke sini untuk bicarain masalah ini baik-baik tapi lu malah begini.? jawab Nicho kasar dan tegas.
?Yaudahlah ga ada yang perlu di bahas lagi. Intinya gua keluar dari The Angel dan oke, gua ga akan deketin kalian lagi. Begitupun sebaliknya, gua tuh ngerasa jadi BADGIRL semenjak kenal kalian!!? Calista menggertak. Dirinya tak tahan lagi dengan permainan bodoh mereka yang terus mengekangnya dalam lingkar kegelapan.
?Oke, kita ga akan ganggu lu lagi!! Gua juga ga sudi lu ada di The Angel. Ini semua gua lakuin juga karena kesepakatan antara gua dan Nicho.? balas Ara sinis.
?Maksud lu??
?Ya gua sama Nicho punya perjanjian. Dulu tuh Nicho mau deketin lu dengan maksud merusak, dan gua yang akan bantuin dia buat bikin lu jadi badgirl.? tutur Ara membuat yang lain kaget.
?Ya terus? Apa hubungannya sama lu dengan lu bantu dia? Lu kan mantan kekasih dia masa iya lu mau lakuin itu!! Buktinya sekarang aja lu ga ikhlas kan gua deket sama Nicho??
?Tujuan Ara tuh mau deketin Ferrel saat Ferrel dan Tasya masih jadian. Kebetulan pas perjanjian itu, Farrel putus sama Tasya. Ara mau deketin Ferrel karena gua udah acuh ke dia.? sergah Nicho tak mau kalah. Nicho terlihat sangat antusias membuka kartu hitam Ara. Menyiratkan seberkas kebencian di lubuk hatinya.
?Jadi... Lu ngehianatin gua Nic? Lu ngasih mantan lu itu buat gua? Dengan tujuan lu mau menghindar dari Ara dan mau merusak cewek secantik Calista??
Calista dan Ferrel geram dengan semua ungkapan itu sehingga mereka lekas pergi meninggalkan suasana panas itu. Mereka merasa sebagai korban dari perjanjian bodoh yang pernah ada di muka bumi ini.