Loading...
Logo TinLit
Read Story - Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
MENU
About Us  

Sepanjang jalan menuju sekolah, mulut Fariz tidak berhenti bernaynyi. Baik lagu maupun senandung, semuanya keluar dari mulut cowok itu. Menandakan dia lagi bahagia hari ini. Bagaimana tidak bahagia? Sebab hari ini, dia akan jalan dengan Shevia walau sebenarnya jalan dalam artian remaja lainnya, tetapi Fariz akan tetap menganggapnya seperti itu. Mungkin dari sini, Fariz akan melancarkan pdktnya.

            Motor bewarna hitam Fariz berhenti di belakang mobil, refleks Fariz mencodongkan tubuhnya ke kanan agar bisa melihat milik siapa. Dan lagi dia refleks, kali ini bibirnya yang tertarik ke atas ketika melihat siapa yang turun. Shevia Andriana, cewek yang tengah melambaikan tangan seraya mobil sedan hitam itu menghilang. Dengan sigap Fariz kembali menjalankan motornya, sebelum Shevia benar-benar masuk ke dalam sekolah.

            “Pagii ...,” sapanya terhenti lantaran bingung harus memanggil Shevia apa. Dia tidak ingin memanggil nama cewek itu, takut jika dibilang sok akrab walaupun memang tujuannya seperti itu. “Patner,” lanjutnya setelah mengetahui kata yang pas untuk menggambarkan hubungan mereka saat ini.

            Shevia jelas kaget, ketika tiba-tiba ada seseorang yang berhenti di depannya dengan mengendarai motor. Namun, rasa kaget itu hanya sebentar saja sebab saat ini fokusnya kepada Fariz yang tengah memberikan senyum dan menyapanya.           

            “Pagii juga,’ balasnya tidak lupa juga memberikan senyum.

            Dalam hati, Fariz merutuki diri sendiri melihat balasan senyuman Shevia dari dekat setelah sekian lama hanya melihatnya dari jauh. Dan di saat itu juga, dia baru menyadari betapa alay seorang Fariz ketika tengah jatuh cinta.

            “Bareng yuk ke kelasnya,” ajak Fariz implusif.

            “Motornya?” tanya Shevia keheranan. Tidak mungkin bukan, jika mereka berdua ke dalam kelas menggunakan motor.

            “Gue parkir dulu ya, tunggu,” ujar Fariz buru-buru menuju ke parkiran sekolah tanpa menunggu jawaban dari Shevia.

            Fariz memarkirkan motornya dengan cepat, dan dia berlari menuju ke tempatnya tadi dan Shevia takut jika cewek itu sudah meninggalkan terlebih dahulu. Begitu dia melihat Shevia masih di sana, tidak sadar Fariz menghela napasnya.

            “Udah?” tanya Shevia melihat Fariz tengah berjalan ke arahnya.

            “Ayok,” kata Fariz tidak mengindahkan pertanyaan Shevia yang menurutnya tidak perlu dijawab.

            Kini keduanya berjalan menaiki tangga bersisian, tidak ada obrolan di dalamnya. Fariz sendiri bingung harus membiacarakan apa, kini dia tahu perasaan teman-temannya ketika tidak memilik topik untuk dijadikan bahan obrolan. Rasanya ingin bicara, tetapi takut jika topik yang dibicarakan akan mengubah suasana menjadi semakin canggung.

            Sekarang mereka telah berjalan di koridor, beberapa anak memanggil Fariz dan dengan santai Fariz menjawabnya. Seperti itulah Fariz, dirinya sangat humble kepada semua orang maka tidak heran banyak yang menyukainya, dan walau dia menjadi pentolan sekolah tetapi tidak menjadikannya semena-mena atau sombong.

            “Riz,” panggil Arham di tempat biasa kelima anak itu nongkrong.

            “Oi,” sahut Fariz. Biasanya Fariz tidak akan langsung ke kelas, dia akan nongkrong bersama teman-temannya, mengobrol, bercanda atau bernyanyi. Namun kali ini beda, dia harus ke kelas terlebih dahulu sebab dia sudah mengajak Shevia ke kelas bersama.

            “Ke sana aja Riz, gue gapapa kok,” ujar Shevia tahu kebiasaan Fariz jika cowok itu tidak langsung ke kelas.

            “Gue mau ke kelas dulu kok,” balas Fariz cepat, takut jika Shevia meninggalkannya.

            Shevia hanya mengangguk, tidak mendebat.

            “Nanti jadi kan?” tanya Fariz ketika mereka telah dekat dengan kelas.

            “Jadi. Dimana emangnya?”

            “Ntar gue pikirin.”

            Setelah itu keduanya berpisah, lantaran beda baris tempat duduk. Namun sebelumnya mereka saling melempar senyum.

***

Shevia telah menyelesaikan catatan yang diberikan oleh Pak Susilo, dia lantas melirik jam dinding yang berada di atas papan tulis. Lima belas menit ke depan bel pulang akan berbunyi, sekarang matanya memperhatikan Salsa yang tengah menyelasaikan catatan dalam kondisi malas. Dia menggeleng melihat kelakuan teman sebangkunya, dia lantas memperhatikan keadaan kelas yang nyatanya sama seperti Salsa. Wajar jam-jam segini adalah jam yang sangat tepat untuk tidur siang bukan untuk menulis catatan.

            Merasa masih punya banyak waktu sampai pulang, Shevia memilih untuk melalukan lettering. Kegiatan menulis indah itu sudah disukainya sejak kelas 10. Waktu itu dia tidak sengaja melihat quotes di instagram dengan tulisan indah, dan Shevia lantas langsung mencari tahu bagaimana caranya lewat youtube. Dia juga membeli alat-alatnya di online shop, dan tidak lama dirinya sudah mahir. Maka dari itu kini lettering menjadi salah satu hobinya di waktu kosong. Shevia sangat menyukai tulisan tangan indah, sebab terlihat rapi dan berseni.

            Bunyi bel berbunyi, bertepatan dengan lettering milik Shevia yang telah jadi. Dia lanntas memasukan hasilnya ke dalam map yang memang dia khususkan untuk hasil-hasil lettering, begitu juga dengan alat-alat yang dia masukkan ke dalam tempat pensil khusus. Setelah merapikan semua perlengkapannya, Shevia melihat ke arah tempat duduk yang telah kosong. Matanya mencari keberadaan cowok itu yang ternyata kini sudah mendekat ke tempatnya.

            “Oh ya Sal, gue nggak bareng lo,” ucap Shevia sembari memakai tas ransel berwana biru miliknya.

            “Kenapa emang?” tanya Salsa. Cewek itu tengah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, jadi dia belum melihat Fariz yang sudah ada di dekatnya.

            “Gue mau diskusi sama Fariz mengenai fisika buat besok,” jelas Shevia menunggu Salsa yang kini sudah berbalik ke depan dan matanya memandang Fariz bertanya-tanya.

            “Lo kok nggak bilang kalau patnernya si Fariz?” bisik Salsa takut jika Fariz mendengarnya.

            “Lupa,” kekeh Shevia.

            ‘Yaudah sana,” usir Salsa ngambek. Bukan apa-apa, tetapi dia merasa tidak suka jika Shevia bilang mendadak seperti ini.

            “Maaf ya Sal,” ujar Shevia tidak enak. Dia tahu jika temannya marah karena apa, tettapi dia benaran lupa tentang Fariz.

            “Iya.”

            Shevia berdiri, karena juga tidak enak membiarkan Fariz menunggu terlalu lama.

            “Jangan marah napa Sal, Shevianya gue pinjam bentar doang,” ujar Fariz tahu jika Salsa ngambek.

            “Jagain temen gue,” ketus Salsa.

            Fariz terkekeh menanggapinya, dia lantas mengancungkan jempolnya. Walaupun tidak pernah sekelas dengan Fariz bukan berarti kedunya tidak dekat, sebab dengan kepribadian saling terbuka mereka akrab walau hanya di sekolah.

            Kini Shevia dan Fariz telah keluar kelas. Sama seperti tadi pagi banyak yang menyapa, dan Fariz membalas sapaan dengan tersenyum. Hingga tiba Gavin yang baru naik tangga, menyapa Fariz.

            “Ayok Riz main bola,” ajakanya. Ini sduah seperti kebiasaan di sekolah mereka, setiap pulang sekolah anak kelas 12 akan bermain bola di lapangan. Maka angkatan Fariz juga melanjutkan kebiasaan ini.

            “Ada tugas coy,” sahut Fariz.

            “Bisa nanti tugas mah.” Gavin mencoba untuk menggoyahkan Fariz.

            “Nggak bisa coy tugas yang ini. Udah yak gue duluan.” Fariz menepuk bahu Gavin pelan, lalu meninggalkan temannya itu disusul Shevia yang sedikit menjaga jarak ketika dia menobrol dengan Gavin. Fariz refleks memperpendek langkahnya, agar Shevia dapat menyusulnya.

            “Gapapa kan naik motor?” tanya Fariz takut jika Shevia tidak terbiasa naik motor.

            “Gapapa kok,” jawab Shevia memberikan senyuman menyakinkan.

            Melihat senyuman itu, membuat Fariz juga ikut tersenyum. Dia lalu menyodorkan helm yang memang sengaja dia bawa untuk Shevia. “Dipake yaa.”

***

Lagu You are the reason milik Calum Scott mengisi pendengar kedua pelanggan yang baru memasuki restoran cepat saji. Fariz memang sengaja memilih tempat ini, karena selain dekat tetapi juga tempat yang nyaman untuk nongkrong di sana. Sebab mau beberapa jam di sana tidak ada yang ngusir, beda dengan tempat makan lain. Walau begitu Fariz masih tahu diri, dia juga beli makanan. Lagipula dia dan Shevia memang memperlukan waktu lama untuk belajar fisika ini. Jadi bagi Fariz tempat ini sangat pas.

            “Gue pesan dulu yak, lo cari tempat duduk,” titah Fariz yang segera dituruti oleh Shevia.

            Shevia memilih tempat duduk pinggir dekat kaca. Sambil menunggu Fariz, dia memilih untuk membuka catatan milik Bu Heti yang diberikan kepadanya. Dia kembali melanjutkan pemahaman tadi malam yang belum sempat dia selesaikan.

            Tidak lama Fariz datang membawa nampan. Ada dua minuman serta dua burger. Cowok itu duduk di hadapan Shevia yang kini telah mengalihkan perhatian kepada dirinya.

            “Cemilannya dulu ya,” jelas Fariz memberikan Shevia satu burger dan minuman. Lalu dia menyingkirkan nampan agar tidak menganggu.

            “Gue juga masih kenyang kok.” Lagi-lagi Shevia mengakhirinya dengan senyum.

            Sekarang Fariz tahu jika Shevia bukan cewek sombong seperti kelihatannya, nyatanya cewek itu sering memberikan senyum. Mungkin karena dia pintar, maka banyak yang segan dan itu malah membuat Shevia sombong, lantaran tidak banyak yang dekat dengan Shevia kecuali Salsa.

            Tanpa membuang waktu lama-lama lagi, keduanya sudah sibuk dan fokus terhadap materi fisika yang akan diajarkan besok di depan kelas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • parwah

    wiwiw

    Comment on chapter S A T U
Similar Tags
Isi Hati
502      356     4     
Short Story
Berawal dari sebuah mimpi, hingga proses berubahnya dua orang yang ingin menjadi lebih baik. Akankah mereka bertemu?
Kutu Beku
385      259     1     
Short Story
Cerpen ini mengisahkan tentang seorang lelaki yang berusaha dengan segala daya upayanya untuk bertemu dengan pujaan hatinya, melepas rindu sekaligus resah, dan dilputi dengan humor yang tak biasa ... Selamat membaca !
WEIRD MATE
1613      774     10     
Romance
Syifa dan Rezeqi dipertemukan dalam kejadian konyol yang tak terduga. Sedari awal Rezeqi membenci Syifa, begitupun sebaliknya. Namun suatu waktu, Syifa menarik ikrarnya, karena tingkah konyolnya mulai menunjukkan perasaannya. Ada rahasia yang tersimpan rapat di antara mereka. Mulai dari pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), pengguna narkoba yang tidak diacuhkan sampai kebencian aneh pa...
Lilian,Gelasmu Terisi Setengah
854      566     2     
Short Story
\"Aku bahkan tidak dikenali oleh beberapa guru. Sekolah ini tidak lain adalah tempat mereka bersinar dan aku adalah bagian dari figuran. Sesuatu yang tidak terlihat\"
Ending
5407      1398     9     
Romance
Adrian dan Jeana adalah sepasang kekasih yang sering kali membuat banyak orang merasa iri karena kebersamaan dan kemanisan kedua pasangan itu. Namun tak selamanya hubungan mereka akan baik-baik saja karena pastinya akan ada masalah yang menghampiri. Setiap masalah yang datang dan mencoba membuat hubungan mereka tak lagi erat Jeana selalu berusaha menanamkan rasa percayanya untuk Adrian tanpa a...
Sweet Scars
306      254     1     
Romance
Lingkaran Ilusi
10328      2215     7     
Romance
Clarissa tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Firza Juniandar akan membawanya pada jalinan kisah yang cukup rumit. Pemuda bermata gelap tersebut berhasil membuatnya tertarik hanya dalam hitungan detik. Tetapi saat ia mulai jatuh cinta, pemuda bernama Brama Juniandar hadir dan menghancurkan semuanya. Brama hadir dengan sikapnya yang kasar dan menyebalkan. Awalnya Clarissa begitu memben...
I'il Find You, LOVE
6278      1711     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Half Moon
1177      642     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
Pensil Kayu
404      273     1     
Romance
Kata orang cinta adalah perjuangan, sama seperti Fito yang diharuskan untuk menjadi penulis buku best seller. Fito tidak memiliki bakat atau pun kemampuan dalam menulis cerita, ia harus berhadapan dengan rival rivalnya yang telah mempublikasikan puluhan buku best seller mereka, belum lagi dengan editornya. Ia hanya bisa berpegang teguh dengan teori pensil kayu nya, terkadang Fito harus me...