Pagi ini, usai memarkir sepeda motornya, Arei melihat Shea baru saja turun dari mobil mewahnya. Gadis cantik itu selalu tampak cantik. Tapi ia punya mata yang sayu. Arei selalu ingin menyapa gadis itu. Tapi entah kenapa ia selalu mundur.
“Hai Shea...”
Ia mencoba memberanikan diri mengiringi langkah gadis cantik itu. Ia tak pernah dengar cerita tentang Shea. Apa dia model anak borjuis yang sangat menjauhi anak – anak kaum proletar ?. Tak sedikitpun menoleh, Shea malah melenggang lebih cepat.
“BUAKK !!,” Tiba – tiba saja dua buah tangan kekar mendarat di bahu mungil Arei. Rupanya Angga dan Bisma.
“Ya ampun mang.., udah tahu temennya kecil ringkih, masih aja dipukul,” Keluh Arei.
Bisma dan Angga malah tergelak.
“Ampun, neng. Kesambet apaan loe ?, berani nyapa si Shea Butter,” Tanya Angga.
“Shea Butter ?, emang itu namanya ?. Kok kayak hand body gue ya ?,” Tanya Arei.
Bisma dan Angga kembali tergelak.
“Bocah – bocah !, loe anak MIPA nggak tau Shea Butter ?.Gue yang anak bahasa aja tau. Itu Cuma ejekannya aja bray. Nama aslinya Sheana Amudda. Bukannya kalian sekelas ya ?,” Tanya Angga.
“Ya sih.”
“Eh udah, gue harus cepet – cepet ke kelas. Loe tahu kan anak kelas gue gimana. Udah entar dilanjut pas istirahat,” Ujar Arei sambil berlari ke kelasnya.
“Itu tuh, anak pinter,” Ujar Bisma.
Sesampainya di kelas, seperti teman sekelasnya, Arei langsung membuka laptop dan belajar. Hari ini pelajaran pertama adalah matematika, materi trigonometri. Luar biasa ribetnya. Harus dikerjakan perlahan, satu tahapan salah, sampai bawah salah.
Guru matematika mereka masih muda, Pak Andi. Usianya baru 30 tahun, namun kemampuannya matematikanya tidak bisa diragukan. Di masa lalunya ia pernah memenangkan berbagai kejuaraan matematika baik nasional maupun internasional.
Usai 2 jam berkutik dengan matematika, saatnya kimia. Masing – masing anak tentunya punya titik jenuh. Begitupun dengan Arei. Di balik laptopnya, matanya berkutat dengan game online.
“Uhukk!.”
Tak digubris.
“Uhukk! Ehemm!!.”
“Ta, siapa sih yang lagi flu. Kayaknya deket banget ?,” Bisik Arei pada teman sebangkunya, Arta. Arta melirik lalu balas berbisik, “Pak Indra, Rei…”
“Plakk!!.”
Seketika Arei terlunjak dan langsung mematikan game onlinenya.
“Pak Indra.., kelihatannya tenggorokan Bapak agak nggak enak, perlu saya ambilkan minum ?,” Tawaq Arei.
“Nggak perlu. Ambilkan saya laptopmu itu, bawa ke depan dan pergi ke depan kelas.”
“Tapi pak… saya tadi..”
“Saya tadi apa ??, kepencet ?. Nggak mungkin Areina. Saya lihat kok kamu sudah main 15 menit,” Pak Indra menyanggah alasan Arei yang bahkan belum keluar.
“Baik, maaf pak.”
Arei segera keluar usai meletakkan laptopnya di meja guru. Tanpa diperintah, otomatis kakinya naik satu dan tangannya direntangkan.
Saat asyik memutar pandangan, tiba – tiba pandangan Arei terhenti pada coeok yang berdiri dengan posisi sama sepertinya.
Belum juga Arei menyapa, cowok itu sudah menoleh dan melambaikan tangan.
“Hei, pasti dihukum juga. Loe abis ngapain ?,” Tanya Arei.
“Gue abis chattingan di Oh! My girl !,” Jawab Reza.
“Gile lu, Za.”
Athafa Reza, cowok dari X MIPA 4 ini kapten basket SMAN 4 Bandung. Bukan hanya itu, ia juga tampan dan gitaris di suatu band.
“Entar gue ikut main dong, waktu istirahat,” Pinta Reza tiba – tiba.
“Suka – suka loe, kalo gue sih ayo – ayo aja,” Sahut Arei.
Akhirnya suara bel yang indah terdengar. Bel istirahat. Para siswa langsung ngeluyur. Seolah baru diperangkap seharian.
Seperti biasa, Arei menuju kantin bersama Hanna dan Ghea dari koridor MIPA, Reza yang tadinya mau ikut entah kemana. Sampailah mereka di kantin.
Tiba segerombol gadis paling menyebalkan sesekolahan datang. Mereka gerombolan dari kelas X dengan beberapa orang kelas XII. Gank anak – anak sok cantik dan sok kaya. Toh, apa – apa yang mereka punya dibeli dari uang orang tua mereka.
“Hei guys !!!, tahu nggak sih yang namanya Areiina Aren Achemmm, anak dari kelompok bantuan yang sok – sokan !. Tahu nggak, kamsek banget loe kalo gatau !.”
“Aha !, gue tahu, dia anak MIPA 3, paling orang tuanya mohon – mohon sujud – sujud ke kepsek biar anaknya bisa dimasukin kelas itu. Padahal dia tolol !.”
“Bego banget. Tau nggak sih, dia sok – sokan ikut gank kantin dan sok akrab banget sama yayang – yayang kita. Masa iya si Bisma, Reza sama Asnar main sama si kucel !.”
“Loe tahu nggak sih, kemarin gue ketemu dia di Café Garriz !.”
“Masa ?, mana mampu dia beli di café kayak gitu ?”.
“Kan gue belum selesai ngomong, cyin…. Dia nggak beli apa – apa disitu, tapi dia..”
Arei beranjak dan menatap gadis ber-contact lens hijau. Wajahnya yang kecil dan sok imut membuat matanya tampak seperti kucing.
“Cindy Arfeta, itu kan nama loe ?,” Tanya Arei tegas.
“Aha, iya. Kenapa, loe iri gue punya nama bagus ?.”
“Cindy Armpreet… tau nggak sih, jadi orang jangan sok imuut. Liat deh, gue tahu lu pake contact lens warna ijo. Apa perlu gue laporin ke Bu Wiwik ?. Nggak cocok tau, loe malah keliatan kayak kucing kampong yang sering nyolong ikan di rumah gue !, ya nggak ?.”
Para audiens langsung terpingkal – pingkal. Tentunya kecuali Gank Cindy.
“Oh, emang loe bisa beli ikan ?!.” Balas Aretta.
“Bisa, buktinya ada kucing kampung yang doyan..”
“Loe tuh nggak usah belagu ya, Bapak cuma sales, ibu kerjanya amburadul, nggak usah belagu !,” Ujar Kak Tia yang tiba – tiba langsung menarik kerah Arei.
Namun tangan gadis itu ditepis.
“Kak, apa begini contoh kakak kelas yang baik ?. Yang belagu siapa coba ?,” Tiba – tiba Reza muncul.
“Nggak usah belain dia, Rezaa !!!!,” Jerit Cindy.
“Dia temen gue,” Tiba – tiba Reza memeluk Arei. Membuat setiap mata disana keheranan.
Tak jauh dari kerumunan, seorang gadis bermata sayu berdiri terpaku melihat Reza.
“Reza…,” Gumamnya.