"Mungkin aku pemuda paling beruntung di dunia karena memilikimu di sampingku."
-Dua Sisi-
Namanya Chandra Birendra Putra, akrab dipanggil Chandra atau bang Chan. Si hiu jenius dari fakultas teknik. Kenapa dipanggil hiu jenius? Karena Chandra adalah seorang atlet renang yang juga berotak encer. Jadi selain jago dibidang non akademik, dia juga tak kalah jago dalam hal akademik. Itu sebabnya dia jadi kesayangan dosen. Walau sering absen karena sibuk berlatih dan mengikuti turnamen di berbagai daerah. Nilainya tak pernah turun. Lebih sering stabil. Semuanya juga heran, padahal dia jarang hadir saat perkuliahan tapi dia akan dengan mudah menyerap materi yang tertinggal hingga ketika ujian tiba. Nilainya selalu bagus.
Chandra tersenyum, melambai-lambaikan tangan setelahnya pada seorang gadis yang berjalan anggun mendekati pemuda itu. Masih menggunakan celana training dan kaos tim renang yang dibalut jaket, dia menyempatkan diri hadir di kampus walau hanya bisa hadir di menit terakhir perkuliahan.
"Gimana latihannya?" Gadis itu bertanya. Di dudukinya kursi di sebrang Chandra lantas berpangku dagu menunggu sang kekasih bercerita.
"Aman terkendali, bu bos. Bahkan jadi yang tercepat di sesi latihan tadi. Terus langsung jadi kandidat buat turnamen bulan depan juga. Laporan selesai."
Gadis itu terkekeh. Dia suka ketika Chandra mulai bercerita mengenai kegiatannya. Selain juga karena pemuda itu bercerita dengan gaya jenaka yang selalu berhasil membuat gadis itu tertawa.
"Laporan diterima,"balasnya.
"Iyalah, cintanya aku aja kamu terima."
Gadis itu berdecih, pura-pura sebal padahal sudah ambyar dengan gombalan sang kekasih.
"Kalau engga kamu terima mana mungkin kita bisa duduk berdua kayak gini, sayang-sayangan. Iyakan sayang?"Chandra menaikturunkan alisnya jenaka. Sebelah alis Chandra itu pitak. Iya alis sebelah kirinya terbelah jadi dua, sudah macam preman. Dia bilang sengaja biar keren. Ada-ada saja dia. Padahal sih iya keren. Alis pitaknya jadi pesona sendiri untuk pemuda itu. Bikin kesal juga karena hal itulah penggemar Chandra makin banyak.
"Apaan sih? Dasar alis pitak!"
"Tapi kamu suka 'kan?"
Chandra mencondongkan kepalanya, mendekati gadis itu lantas sengaja menaikkan alis sebelah kirinya.
"Ih, jangan deket-deket. Kamu bau!"kilahnya sambil mendorong kepala Chandra.
Chandra menghusap dahinya yang didorong menggunakan telunjuk. Bersikap berlebihan.
"Aduduh, dahi aku sakit nih. Tanggung jawab dong, berdarah engga?"
Gadis itu memutar netranya malas, "lebay banget deh jadi orang."
Tapi dia menurut. Ingin bertanggung jawab. Dicondongkan badannya pada Chandra kesal karena meja jadi sekat di antara mereka. Tapi tak masalah. Disingkirkan poni pemuda itu yang menghalangi dahi lantas diusapnya lembut dahi Chandra.
"Dah, sembuh,"tuturnya lembut lalu kembali duduk dengan tegak.
"Ih, belum tau. Masih nyut-nyutan. Kayaknya kalau udah dapat ciuman baru sembuh deh, "sahut Chandra dengan kerlingan nakal.
Sang kekasih melayangkan tatapan tajam, diremasnya tisu di atas meja sedetik kemudian melemparnya pada Chandra.
"Dih, ogah! Apaan ih? Kamu menel gitu ketularan siapa, coba jawab? Ketularan Danu ya? Atau Yogi?!"
"Engga ih salah kamu, bukan mereka tapi si Januar."
"Sama aja ih, bang Chan! Malah lebih parah! Kurang-kurangin deh bergaul sama dia, nanti ketularan mesum."
Chandra tertawa, "terus aku mainnya sama siapa dong? Dia 'kan sohib aku dari SMA."
Gadis itu mendengus. Dia rela jauh-jauh menuju gedung fakultas teknik hanya untuk menemui kekasihnya. Tapi yang dia dapat apa? Kekesalan. Nyebelin memang si alis pitak.
"Eh, eh, jangan marah dong sayangku. Mawarku. Maaf ya, kamu mau makan apa? Sini biar aku pesenin, mie ayam 'kan kayak biasa? Engga pake sayur tapi banyakin ayamnya. Iya deh aku pesenin bonus jus jeruk biar kamu seger, "ucap Chandra sambil menggenggam tangan gadisnya.
"EH, EH. Apa-apaan nih mesra-mesraan di kantin?! Engga kasian apa sama yang jomblo,"ucap si mulut besar Bambang Bachtiar tapi lebih suka dipanggil Bams-biar keren katanya-. Telek dasar.
Pemuda tinggi itu tidak datang sendirian, dia datang bersama Lisa gadis tomboy anak teknik mesin. Mereka berdua tanpa ijin duduk satu meja dengan Chandra.
"Iya nih dasar! Mentang-mentang, mentang-mentang,"sahut Lisa yang langsung dapat toyoran dari Bambang.
"Gaje bego."
"Bodo ih, mulut-mulut gue ini."
Bambang mendengus, "telek."
"Mulut dijaga."
"Suka-suka gue,"balas Bambang.
Gantian Lisa yang mendengus kesal.
"Kalian jadian aja sih, gemes lama-lama gue tuh liat kalian, "ucap kekasih Chandra itu melupakan kekesalannya. Salahkan saja duo rusuh yang tak pernah akur tapi selalu bersama itu.
"Siapa? Gue sama si cabe ini? Maaf ya, ogah banget gue sama cabe mulut gede kayak dia,"sahut Lisa cepat.
Bambang melirik Lisa tajam.
"Ih, calon perawat kalau ngomong suka engga di filter. Mana mau gue sama bentukan kayak dia. Gaya macam cowok, tepos lagi tuh bokong-Wadaw!"
Bambang melirik sambil mengelus kepalanya yang berdenyut atas ulah Lisa yang memukul kepalanya tanpa perasaan.
"Sakit bego!"
"Lagian mulut kayak cabe!"
Kekasih Chandra itu tertawa. Mengabaikan Chandra yang masih berusaha membuatnya tidak kesal.
"Eum, sayangku, mawarku, perawat hatiku, udah engga kesel sama aku lagi 'kan?"
Lisa dan Bambang yang sedang adu mulut sontak melirik jijik.
"Elah, bucin bener."
Chandra tak peduli biar dikata bucin atau apalah.
"Yang,"panggil Chandra.
"Yang yang pala lo peyang. Udah ih sana jangan pegang-pegang!"
"Ya udah, mie ayamnya berarti dibatalin aj-"
"Eh, jangan dong. Masa gitu aja nyerah sih? Engga gentle banget, "potongnya sambil mendengus.
Chandra tersenyum, dia tau kekasihnya pasti akan langsung luluh hanya karena semangkuk mie ayam.
"Ya udah aku pesenin sekarang."
"Gue juga ya, Chan. Satu, sama es teh juga, "sahut Lisa.
"Gue juga, tak. Sambelnya dikit aja."
"Cemen lo, taik!"ucap Lisa.
Chandra berdecak. Kenapa sekarang dia seperti seorang babu dengan tiga orang majikan?
"Kalian berdua bayar sendiri-sendiri,"ucapnya sambil beranjak pergi.
"Ih, pelit banget si hiu jenius! I engga like."
Bodo amat, Bambang. Dasar pengganggu.
Iya, Chandra kesal. Karena waktu berduanya jadi terganggu.
***
Kini Chandra dan gadis berlabel kekasihnya itu sedang dalam perjalanan pulang. Bukan, Chandra tidak mengantar sang kekasih menggunakan mobil mewah atau bahkan motor gede berharga fantastis. Dia sadar diri. Dia mana sanggup membelinya. Dia hanya mengantar sang kekasih bermodal motor scoopy berwarna coklat kesayangannya. Harta berharga Chandra satu-satunya.
"Chan. "
"Hmm.."
"Chandra."
"Hmm."
"Ih alis pitak! Kok nyautnya hm doang?"
Chandra kadang heran. Kenapa dia bisa cinta dengan gadis moody-an yang sedang duduk di jok belakang ini.
"Iya, apa sayang?"
Gadis itu mengeratkan pelukannya di pinggang Chandra.
"Aku engga masalah kalau kamu cuma bisa nganter-jemput aku pake motor ini, tapi janji ya cuma aku cewek yang duduk disini? Cuma aku, cewek yang kamu boncengin."
"Iya."
"Janji?"
"Iya, janji."
Gadis itu tersenyum dibalik kaca helm. Senang ketika Chandra mengelus tangannya yang melingkar dipinggang pemuda itu.
"Chandra."
"Iya, aku tau. Aku juga sayang kamu, Roseanne."
Rose terdiam dengan pipi yang bersemu merah.