Loading...
Logo TinLit
Read Story - Help Me
MENU
About Us  

Sejak Rio mengutarakan perasaannya kepada Dhilla, pria itu benar benar menepati ucapannya yang akan mengurangi untuk berinteraksi dengan Dhilla. Kini sudah empat bulan sejak kejadian itu, dan beberapa hari lagi Penilaian Akhir Tahun  (PAT) akan dilaksanakan. Kini Windi selalu menggunakan sepeda ke sekolah. Dan Dhilla? Seperti biasanya, gadis ini selalu berjalan kaki ditemani lagu bias kesukaannya.

Windi dan Dhilla sengaja berangkat pagi sekali, bahkan terkadang gerbang sekolah belum dibuka namun mereka berdua sudah menunggu di depannya. Mengapa? Karena mereka akan melakukan aktivitas yang rutin dilakukan setahun dua kali. Yakni belajar bersama untuk persiapan kenaikan kelas atau pergantian semester. Dan kali ini adalah ulangan kenaikan kelas, Windi selalu membawa bekal makanan yang cukup untuk dirinya dan Dhilla.

Rintik hujan membuat Dhilla yang awalnya berjalan santai kemudian mempercepat langkahnya, bahkan ia berlari. Dhilla khawatir bukunya basah, Dhilla lupa tidak membawa payung. Akhirnya ia sampai di sekolah, namun gerbang baru saja ia segera berlari ke dalam bangunan sekolahnya. Windi? Kaki nya pegal mengayuh sepeda terlampau cepat karena hujan, gadis ini pun mengkhawatirkan bukunya basah, padahal tasnya terlindungi oleh jas hujan untuk tas (rain cover bag). Ia sampai di sekolah, namun rasa pegal itu terganti karena bukunya ternyata tidak basah. Ia melihat Dhilla yang sedang membuka tasnya.

“Coco” panggil Windi sambil mendekati Dhilla, ia melihat Windi yang cukup basah. Dhilla tidak terlalu basah, karena ketika hujan membesar, gadis itu sudah hampir dekat ke sekolah.

“Kamu basah Wuwu”

“Kamu tau Co? Kalau tadi aku gak ingat akan ke sekolah, mungkin aku dengan sengaja mengurangi kecepatan mengayuh sepedaku. Udah lama aku gak hujan hujanan” Windi mengucapkannya sambil tertawa, berbanding terbalik dengan Dhilla. Ia ingin hujan hujanan seperti yang Windi ucapkan, namun Dhilla terlalu takut karena daya tahan tubuhnya cukup lemah.

Mereka berjalan menuju perpustakaan untuk belajar bersama, dan tentunya petugas perpustakaan sudah berada disana.

“Buku kamu basah?” kaget Windi melihat buku yang Dhilla pegang.

“Iya, soalnya buku ini gak dimasukkan ke dalam tas.”

“Itu kamus bahasa Indonesia? Bukankah hari ini kita akan membahas pelajaran produktif?”

“Ini punya Rio”

“Apa???” Kaget Windi lagi. “Kapan kamu pinjam?” lanjutnya.

“Udah lama, dan aku lupa mengembalikannya” Windi memandang Dhilla tak percaya, bagaimana bisa sahabatnya ini mengucapka hal itu tanpa rasa khawatir.

“Memang kenapa?” Tanya Dhilla

“Kalian kan gak pernah ngobrol kaya dulu lagi sama kamu”

“Iya aku tau, kalo kamu aku malu atau enggak. Jawabannya Iya” ucap Dhilla dengan tenang, membuat Windi tidak mempercayainya.

“Jangan jadiin aku pengantar barang ya Co” Windi mencurigai sahabatnya ini.

“Tapi mau antar aku ke kelasnya kan?” Windi mengangguk.

“Dan nanti kamu yang berikan ini untuk Rio ya?” lanjut gadis itu kembali, membuat Windi menatapnya tak percaya. Windi kesal? Tidak, ia hanya ingin melempar Dhilla ke dalam wadah berisi cokelat, mungkin Dhilla akan menghabiskan semua cokelat dalam wadah itu bukan?

“Bersediakan engkau di cubit oleh saya?” ucap Windi berlebihan dengan tampang datarnya yang mengundang gelak tawa dari Dhilla. Untung saja perpustakaan sepi, hanya penjaga perpustakaan yang bosan menyuruh Dhilla untuk mengurangi nada suaranya yang selalu saja keras, sehingga tidak lagi menegur Dhilla untuk diam.

“Oke, cukup tertawanya lebih baik kita mulai belajar” ucap Dhilla

“Hanya kamu yang tertawa Coco” Dhilla terkekeh melihat ekspresi marah Wuwu yang di buat buat, sehingga Dhilla mendorong kecil bahu Windi. Namun dorongan itu mampu berdampak pada Windi yang akhrinya berada di lantai. Dhilla menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.

“Wuwu aku mendorongnya perlahan. Sungguh” ucap Dhilla meyakinkan

“COCONUT!!! KAU MENDORONGKU!!” teriak Windi yang kini sudah berdiri.

Penjaga perpustakaan hanya memperhatikan kelakuan mereka berdua yang selalu seperti itu. Percayalah, ini hanya candaan bagi Dhilla dan Windi.

“Maafkan aku Wuwu the pooh” Ucap Dhilla diselingi tawanya.

“Dhilla bersiaplah dengan menerimanyaaa!!!” Windi mengeluarkan rambutan, salah satu buah yang Dhilla takuti.

“Jangan bercanda” ucap Dhilla datar, sebenarnya gadis ini mulai ketakutan.

“Bersiaplahhh!!!” Windi melemparkan kulit rambutan ke arah Dhilla, membuat gadis itu berlari ketakutan keluar perpustakaan. Sedangkan Windi menertawakan wajah Dhilla yang begitu konyol menurut Windi. Bagaimana bisa Dhilla takut pada buah manis itu? Windi selalu memaksa Dhilla untuk memakannya, namun berakhir dengan Dhilla yang akan menangis.

Ia menatap kulit rambutan kedua yang Windi lempar yang tergeletak di lantai depan perpustakaan.

“Menyebalkan” ucap Dhilla sambil bergidik ngeri melihat kulit rambutan itu. Dan terkejut ketika melihat Windi yang menatapnya dengan senyuman, di mata Dhilla senyuman Windi nampak sepeti penyihir.

“Kamu suka sama singa tapi malah takut sama rambutan”

“Bukan takut! Hanya jijik.”

“Kamu harus coba Coco, buahnya begitu manis”

“No!!!” Teriak Dhilla membuat Windi lagi lagi tertawa. Windi mengambil kulit rambutan dan membuangnya ke tempat sampah.

“Ayo Coco kita lanjut belajar, maafkan kesalahan sahabatmu yang cantik ini ya?” Dhilla berjalan dengan tatapan kesal kearah Windi. Windi terkekeh melihat ekspresi Dhilla dan mengikuti sahabatnya untuk masuk ke perpustakaan kembali.

Sedangkan Rio dan sahabatnya Fahri serta Kiki yang tadinya akan ke perpustakaan justru memeperhatikan Dhilla dan Windi yang terlihat bertengkar bagi mereka.

“Si Dhilla takut rambutan?” Tanya Kiki kepada Rio, pria itu hanya menggeleng.

“Lo kenapa senyum Ri?” lagi lagi Kiki bertanya namun kali ini pada Fahri.

“Pengen aja, emang kenapa?” jawaban Fahri membuat Kiki mencebik kesal. Fahri dan Rio selalu balik bertanya jika ditanya, dan selalu seperti itu, bedanya Fahri tidak seperti Rio yang terlampau dingin sikapnya.

“Jadi gak ke perpustakaan?” Tanya Kiki lagi.

“Gue jadi, lo gimana Yo?” jawab Fahri, Rio melanjutkan langkahnya ke perpustakaan. Membuat Kiki terkekeh melihat sikap Rio.

“Gak bakal flashback Yo?” Tanya Kiki

“Lo juga gak bakal flashback sama Windi?” Kiki diam mendengar pertanyaan Rio yang begitu mengenai hatinya. Kini giliran Fahri yang tertawa melihat ekspresi Kiki.

Rio terus berjalan meninggalkan kedua sahabatnya, dan Kiki menatap Fahri.

“Apa?” Fahri aneh dengan tatapan Kiki.

“Gue tau kali Ri, lo juga jangan flashback. Sama sama moveon lo! Tunjukin solideritas sebagai sahabat, lo yang ngajak berubah ke gue sama Rio. Awas aja kalo gue tau ternyata lo belum moveon” usai mengucapkannya, Kiki langsung menyusul Fahri yang sudah memasuki perpustakaan.

Fahri diam, ia malah enggan memasuki perpustakaan. Ia justru memikirkan ucapan Kiki yang sesuai dengan apa yang Fahri rasakan. ‘Hanya mengungangkapkan, dan itu gak salah, lagian dia gak tau’ batin Fahri, kemudian pria itu memilih mengikuti kedua sahabatnya ke perpustakaan, bagi Fahri setidaknya ia memiliki waktu 30 menit untuk membaca novel di perpustakaan sebelum belajar di kelas.

##

Dhilla kini sedang belajar di kelasnya, menurut Dhilla tadi pagi ia dan Windi tidak belajar bersama seperti biasanya, mereka justru bercanda kemudian makan bekal yang Windi siapkan seperti biasanya. Jadi tadi pagi lebih banyak tertawa dari pada serius. Kini Dhilla mencoba serius, walaupun detak jantungnya masih tak karuan.

Flashback on

Pagi tadi, Rio ke perpustakaan. Sedangkan Windi usai membuang kulit rambutan malah mengajaknya bermain lagi, permainan dimana mata harus tertutup dan mata Dhilla lah yang ditutup kemudian harus menemukan keberadaan Windi. Dan bodohnya, karena tidak ada kain, Windi mengeluarkan isi tasnya sampai kosong, tas Windi dipakai untuk menutup mata Dhilla dengan memasukkan kepala Dhilla kedalam tas.

Bahkan pengawas perpustkaan justru tertawa melihat tingkah mereka, permainan di mulai dan saat itu Rio sudah ada di perpustakaan bersama kedua sahabatnya. Kiki menatap aneh kelakuan Dhilla dan Windi yang tidak menyadari keberadaan mereka. Dhilla yang tertutup tas dan Windi yang licik dengan sengaja bersembunyi di bawah meja belajar perpustakaan agar Dhilla tidak menemukannya. Fahri berjalan melewati Dhilla, karena rak buku novel berada di dekat Dhilla. Namun gadis itu menyangka Fahri adaah Windi, dan Windi yang memperhatika Dhilla, malah terkejut dengan keberadaan Fahri ‘Ada Fahri, pasti ada Kiki dan Rio, ada Rio pasti ada Kiki dan Fahri, ada Kiki pasti ada Rio dan Fahri’. Begitulah mereka, sehingga Windi keluar dari persembunyiannya untuk memastikan.

“Kenapa terlalu mudah Wuwu?” ucap Dhilla sambil menarik tas yang Dhilla fikir adalah punya Windi. ‘Bukankah tas Windi aku pakai?’ batin Dhilla sadar. Ia membuka tas dan terkejut melihat Kiki. “Maaf” itulah kata yang terucap oleh Dhilla, dan Fahri hanya menatapnya datar kemudian kembali mencari novel.

Dhilla mencari keberadaan Windi, ia lebih terkejut ketika melihat Kiki, terlebih lagi Rio. Dhilla dan Windi saling melempar pandangan, kemudian memasukkan buku serta bekal makanan kedalam tas lalu pergi dari perpustakaan melewati Rio yang bahkan tidak tersenyum sedikitpun pada Dhilla.

Flashback Off

“Terlalu memalukan untuk diingat” ucap Dhilla.

MoveOn

Sejak Rio mengutarakan perasaannya kepada Dhilla, pria itu benar benar menepati ucapannya yang akan mengurangi untuk berinteraksi dengan Dhilla. Kini sudah empat bulan sejak kejadian itu, dan beberapa hari lagi Penilaian Akhir Tahun  (PAT) akan dilaksanakan. Kini Windi selalu menggunakan sepeda ke sekolah. Dan Dhilla? Seperti biasanya, gadis ini selalu berjalan kaki ditemani lagu bias kesukaannya.

Windi dan Dhilla sengaja berangkat pagi sekali, bahkan terkadang gerbang sekolah belum dibuka namun mereka berdua sudah menunggu di depannya. Mengapa? Karena mereka akan melakukan aktivitas yang rutin dilakukan setahun dua kali. Yakni belajar bersama untuk persiapan kenaikan kelas atau pergantian semester. Dan kali ini adalah ulangan kenaikan kelas, Windi selalu membawa bekal makanan yang cukup untuk dirinya dan Dhilla.

Rintik hujan membuat Dhilla yang awalnya berjalan santai kemudian mempercepat langkahnya, bahkan ia berlari. Dhilla khawatir bukunya basah, Dhilla lupa tidak membawa payung. Akhirnya ia sampai di sekolah, namun gerbang baru saja ia segera berlari ke dalam bangunan sekolahnya.

Windi? Kaki nya pegal mengayuh sepeda terlampau cepat karena hujan, gadis ini pun mengkhawatirkan bukunya basah, padahal tasnya terlindungi oleh jas hujan untuk tas (rain cover bag). Ia sampai di sekolah, namun rasa pegal itu terganti karena bukunya ternyata tidak basah. Ia melihat Dhilla yang sedang membuka tasnya.

“Coco” panggil Windi sambil mendekati Dhilla, ia melihat Windi yang cukup basah. Dhilla tidak terlalu basah, karena ketika hujan membesar, gadis itu sudah hampir dekat ke sekolah.

“Kamu basah Wuwu”

“Kamu tau Co? Kalau tadi aku gak ingat akan ke sekolah, mungkin aku dengan sengaja mengurangi kecepatan mengayuh sepedaku. Udah lama aku gak hujan hujanan” Windi mengucapkannya sambil tertawa, berbanding terbalik dengan Dhilla. Ia ingin hujan hujanan seperti yang Windi ucapkan, namun Dhilla terlalu takut karena daya tahan tubuhnya cukup lemah.

Mereka berjalan menuju perpustakaan untuk belajar bersama, dan tentunya petugas perpustakaan sudah berada disana.

“Buku kamu basah?” kaget Windi melihat buku yang Dhilla pegang.

“Iya, soalnya buku ini gak dimasukkan ke dalam tas.”

“Itu kamus bahasa Indonesia? Bukankah hari ini kita akan membahas pelajaran produktif?”

“Ini punya Rio”

“Apa???” Kaget Windi lagi. “Kapan kamu pinjam?” lanjutnya.

“Udah lama, dan aku lupa mengembalikannya” Windi memandang Dhilla tak percaya, bagaimana bisa sahabatnya ini mengucapka hal itu tanpa rasa khawatir.

“Memang kenapa?” Tanya Dhilla

“Kalian kan gak pernah ngobrol kaya dulu lagi sama kamu”

“Iya aku tau, kalo kamu aku malu atau enggak. Jawabannya Iya” ucap Dhilla dengan tenang, membuat Windi tidak mempercayainya.

“Jangan jadiin aku pengantar barang ya Co” Windi mencurigai sahabatnya ini.

“Tapi mau antar aku ke kelasnya kan?” Windi mengangguk.

“Dan nanti kamu yang berikan ini untuk Rio ya?” lanjut gadis itu kembali, membuat Windi menatapnya tak percaya. Windi kesal? Tidak, ia hanya ingin melempar Dhilla ke dalam wadah berisi cokelat, mungkin Dhilla akan menghabiskan semua cokelat dalam wadah itu bukan?

“Bersediakan engkau di cubit oleh saya?” ucap Windi berlebihan dengan tampang datarnya yang mengundang gelak tawa dari Dhilla. Untung saja perpustakaan sepi, hanya penjaga perpustakaan yang bosan menyuruh Dhilla untuk mengurangi nada suaranya yang selalu saja keras, sehingga tidak lagi menegur Dhilla untuk diam.

“Oke, cukup tertawanya lebih baik kita mulai belajar” ucap Dhilla

“Hanya kamu yang tertawa Coco” Dhilla terkekeh melihat ekspresi marah Wuwu yang di buat buat, sehingga Dhilla mendorong kecil bahu Windi. Namun dorongan itu mampu berdampak pada Windi yang akhrinya berada di lantai. Dhilla menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.

“Wuwu aku mendorongnya perlahan. Sungguh” ucap Dhilla meyakinkan

“COCONUT!!! KAU MENDORONGKU!!” teriak Windi yang kini sudah berdiri.

Penjaga perpustakaan hanya memperhatikan kelakuan mereka berdua yang selalu seperti itu. Percayalah, ini hanya candaan bagi Dhilla dan Windi.

“Maafkan aku Wuwu the pooh” Ucap Dhilla diselingi tawanya.

“Dhilla bersiaplah dengan menerimanyaaa!!!” Windi mengeluarkan rambutan, salah satu buah yang Dhilla takuti.

“Jangan bercanda” ucap Dhilla datar, sebenarnya gadis ini mulai ketakutan.

“Bersiaplahhh!!!” Windi melemparkan kulit rambutan ke arah Dhilla, membuat gadis itu berlari ketakutan keluar perpustakaan. Sedangkan Windi menertawakan wajah Dhilla yang begitu konyol menurut Windi. Bagaimana bisa Dhilla takut pada buah manis itu? Windi selalu memaksa Dhilla untuk memakannya, namun berakhir dengan Dhilla yang akan menangis.

Ia menatap kulit rambutan kedua yang Windi lempar yang tergeletak di lantai depan perpustakaan.

“Menyebalkan” ucap Dhilla sambil bergidik ngeri melihat kulit rambutan itu. Dan terkejut ketika melihat Windi yang menatapnya dengan senyuman, di mata Dhilla senyuman Windi nampak sepeti penyihir.

“Kamu suka sama singa tapi malah takut sama rambutan”

“Bukan takut! Hanya jijik.”

“Kamu harus coba Coco, buahnya begitu manis”

“No!!!” Teriak Dhilla membuat Windi lagi lagi tertawa. Windi mengambil kulit rambutan dan membuangnya ke tempat sampah.

“Ayo Coco kita lanjut belajar, maafkan kesalahan sahabatmu yang cantik ini ya?” Dhilla berjalan dengan tatapan kesal kearah Windi. Windi terkekeh melihat ekspresi Dhilla dan mengikuti sahabatnya untuk masuk ke perpustakaan kembali.

Sedangkan Rio dan sahabatnya Fahri serta Kiki yang tadinya akan ke perpustakaan justru memeperhatikan Dhilla dan Windi yang terlihat bertengkar bagi mereka.

“Si Dhilla takut rambutan?” Tanya Kiki kepada Rio, pria itu hanya menggeleng.

“Lo kenapa senyum Ri?” lagi lagi Kiki bertanya namun kali ini pada Fahri.

“Pengen aja, emang kenapa?” jawaban Fahri membuat Kiki mencebik kesal. Fahri dan Rio selalu balik bertanya jika ditanya, dan selalu seperti itu, bedanya Fahri tidak seperti Rio yang terlampau dingin sikapnya.

“Jadi gak ke perpustakaan?” Tanya Kiki lagi.

“Gue jadi, lo gimana Yo?” jawab Fahri, Rio melanjutkan langkahnya ke perpustakaan. Membuat Kiki terkekeh melihat sikap Rio.

“Gak bakal flashback Yo?” Tanya Kiki

“Lo juga gak bakal flashback sama Windi?” Kiki diam mendengar pertanyaan Rio yang begitu mengenai hatinya. Kini giliran Fahri yang tertawa melihat ekspresi Kiki.

Rio terus berjalan meninggalkan kedua sahabatnya, dan Kiki menatap Fahri.

“Apa?” Fahri aneh dengan tatapan Kiki.

“Gue tau kali Ri, lo juga jangan flashback. Sama sama moveon lo! Tunjukin solideritas sebagai sahabat, lo yang ngajak berubah ke gue sama Rio. Awas aja kalo gue tau ternyata lo belum moveon” usai mengucapkannya, Kiki langsung menyusul Fahri yang sudah memasuki perpustakaan.

Fahri diam, ia malah enggan memasuki perpustakaan. Ia justru memikirkan ucapan Kiki yang sesuai dengan apa yang Fahri rasakan. ‘Hanya mengungangkapkan, dan itu gak salah, lagian dia gak tau’ batin Fahri, kemudian pria itu memilih mengikuti kedua sahabatnya ke perpustakaan, bagi Fahri setidaknya ia memiliki waktu 30 menit untuk membaca novel di perpustakaan sebelum belajar di kelas.

##

Dhilla kini sedang belajar di kelasnya, menurut Dhilla tadi pagi ia dan Windi tidak belajar bersama seperti biasanya, mereka justru bercanda kemudian makan bekal yang Windi siapkan seperti biasanya. Jadi tadi pagi lebih banyak tertawa dari pada serius. Kini Dhilla mencoba serius, walaupun detak jantungnya masih tak karuan.

Flashback on

Pagi tadi, Rio ke perpustakaan. Sedangkan Windi usai membuang kulit rambutan malah mengajaknya bermain lagi, permainan dimana mata harus tertutup dan mata Dhilla lah yang ditutup kemudian harus menemukan keberadaan Windi. Dan bodohnya, karena tidak ada kain, Windi mengeluarkan isi tasnya sampai kosong, tas Windi dipakai untuk menutup mata Dhilla dengan memasukkan kepala Dhilla kedalam tas.

Bahkan pengawas perpustkaan justru tertawa melihat tingkah mereka, permainan di mulai dan saat itu Rio sudah ada di perpustakaan bersama kedua sahabatnya. Kiki menatap aneh kelakuan Dhilla dan Windi yang tidak menyadari keberadaan mereka. Dhilla yang tertutup tas dan Windi yang licik dengan sengaja bersembunyi di bawah meja belajar perpustakaan agar Dhilla tidak menemukannya. Fahri berjalan melewati Dhilla, karena rak buku novel berada di dekat Dhilla. Namun gadis itu menyangka Fahri adaah Windi, dan Windi yang memperhatika Dhilla, malah terkejut dengan keberadaan Fahri ‘Ada Fahri, pasti ada Kiki dan Rio, ada Rio pasti ada Kiki dan Fahri, ada Kiki pasti ada Rio dan Fahri’. Begitulah mereka, sehingga Windi keluar dari persembunyiannya untuk memastikan.

“Kenapa terlalu mudah Wuwu?” ucap Dhilla sambil menarik tas yang Dhilla fikir adalah punya Windi. ‘Bukankah tas Windi aku pakai?’ batin Dhilla sadar. Ia membuka tas dan terkejut melihat Kiki. “Maaf” itulah kata yang terucap oleh Dhilla, dan Fahri hanya menatapnya datar kemudian kembali mencari novel.

Dhilla mencari keberadaan Windi, ia lebih terkejut ketika melihat Kiki, terlebih lagi Rio. Dhilla dan Windi saling melempar pandangan, kemudian memasukkan buku serta bekal makanan kedalam tas lalu pergi dari perpustakaan melewati Rio yang bahkan tidak tersenyum sedikitpun pada Dhilla.

Flashback Off

“Terlalu memalukan untuk diingat” ucap Dhilla.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ARABICCA
2957      1071     2     
Romance
Arabicca, seorang gadis penderita schizoid personality disorder. Selalu menghindari aktivitas sosial, menjauhi interaksi dengan orang lain, tertutup dan mengucilkan diri, terpaksa harus dimasukkan ke sekolah formal oleh sang Ayah agar dia terbiasa dengan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut semata-mata agar Arabicca sembuh dari gangguan yang di deritanya. Semenj...
Heavenly Project
596      405     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Sepi Tak Ingin Pergi
661      400     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Love and your lies
5748      1399     0     
Romance
You are the best liar.. Xaveri adalah seorang kakak terbaik bagi merryna. Sedangkan merryna hanya seorang gadis polos. Dia tidak memahami dirinya sendiri dan mencoba mengencani ardion, pemain basket yang mempunyai sisi gelap. Sampai pada suatu hari sebuah rahasia terbesar terbongkar
Snow
3221      1062     3     
Romance
Kenangan itu tidak akan pernah terlupakan
Daybreak
4285      1811     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
Teacher's Love Story
3253      1106     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Adiksi
8017      2377     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
#SedikitCemasBanyakRindunya
3326      1220     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Delapan Belas Derajat
11255      2317     18     
Romance
Dua remaja yang memiliki kepintaran di atas rata-rata. Salah satu dari mereka memiliki kelainan hitungan detak jantung. Dia memiliki iris mata berwarna biru dan suhu yang sama dengan ruangan kelas mereka. Tidak ada yang sadar dengan kejanggalan itu. Namun, ada yang menguak masalah itu. Kedekatan mereka membuat saling bergantung dan mulai jatuh cinta. Sayangnya, takdir berkata lain. Siap dit...