Sejak Rio mengutarakan perasaannya kepada Dhilla, pria itu benar benar menepati ucapannya yang akan mengurangi untuk berinteraksi dengan Dhilla. Kini sudah empat bulan sejak kejadian itu, dan beberapa hari lagi Penilaian Akhir Tahun (PAT) akan dilaksanakan. Kini Windi selalu menggunakan sepeda ke sekolah. Dan Dhilla? Seperti biasanya, gadis ini selalu berjalan kaki ditemani lagu bias kesukaannya.
Windi dan Dhilla sengaja berangkat pagi sekali, bahkan terkadang gerbang sekolah belum dibuka namun mereka berdua sudah menunggu di depannya. Mengapa? Karena mereka akan melakukan aktivitas yang rutin dilakukan setahun dua kali. Yakni belajar bersama untuk persiapan kenaikan kelas atau pergantian semester. Dan kali ini adalah ulangan kenaikan kelas, Windi selalu membawa bekal makanan yang cukup untuk dirinya dan Dhilla.
Rintik hujan membuat Dhilla yang awalnya berjalan santai kemudian mempercepat langkahnya, bahkan ia berlari. Dhilla khawatir bukunya basah, Dhilla lupa tidak membawa payung. Akhirnya ia sampai di sekolah, namun gerbang baru saja ia segera berlari ke dalam bangunan sekolahnya. Windi? Kaki nya pegal mengayuh sepeda terlampau cepat karena hujan, gadis ini pun mengkhawatirkan bukunya basah, padahal tasnya terlindungi oleh jas hujan untuk tas (rain cover bag). Ia sampai di sekolah, namun rasa pegal itu terganti karena bukunya ternyata tidak basah. Ia melihat Dhilla yang sedang membuka tasnya.
“Coco” panggil Windi sambil mendekati Dhilla, ia melihat Windi yang cukup basah. Dhilla tidak terlalu basah, karena ketika hujan membesar, gadis itu sudah hampir dekat ke sekolah.
“Kamu basah Wuwu”
“Kamu tau Co? Kalau tadi aku gak ingat akan ke sekolah, mungkin aku dengan sengaja mengurangi kecepatan mengayuh sepedaku. Udah lama aku gak hujan hujanan” Windi mengucapkannya sambil tertawa, berbanding terbalik dengan Dhilla. Ia ingin hujan hujanan seperti yang Windi ucapkan, namun Dhilla terlalu takut karena daya tahan tubuhnya cukup lemah.
Mereka berjalan menuju perpustakaan untuk belajar bersama, dan tentunya petugas perpustakaan sudah berada disana.
“Buku kamu basah?” kaget Windi melihat buku yang Dhilla pegang.
“Iya, soalnya buku ini gak dimasukkan ke dalam tas.”
“Itu kamus bahasa Indonesia? Bukankah hari ini kita akan membahas pelajaran produktif?”
“Ini punya Rio”
“Apa???” Kaget Windi lagi. “Kapan kamu pinjam?” lanjutnya.
“Udah lama, dan aku lupa mengembalikannya” Windi memandang Dhilla tak percaya, bagaimana bisa sahabatnya ini mengucapka hal itu tanpa rasa khawatir.
“Memang kenapa?” Tanya Dhilla
“Kalian kan gak pernah ngobrol kaya dulu lagi sama kamu”
“Iya aku tau, kalo kamu aku malu atau enggak. Jawabannya Iya” ucap Dhilla dengan tenang, membuat Windi tidak mempercayainya.
“Jangan jadiin aku pengantar barang ya Co” Windi mencurigai sahabatnya ini.
“Tapi mau antar aku ke kelasnya kan?” Windi mengangguk.
“Dan nanti kamu yang berikan ini untuk Rio ya?” lanjut gadis itu kembali, membuat Windi menatapnya tak percaya. Windi kesal? Tidak, ia hanya ingin melempar Dhilla ke dalam wadah berisi cokelat, mungkin Dhilla akan menghabiskan semua cokelat dalam wadah itu bukan?
“Bersediakan engkau di cubit oleh saya?” ucap Windi berlebihan dengan tampang datarnya yang mengundang gelak tawa dari Dhilla. Untung saja perpustakaan sepi, hanya penjaga perpustakaan yang bosan menyuruh Dhilla untuk mengurangi nada suaranya yang selalu saja keras, sehingga tidak lagi menegur Dhilla untuk diam.
“Oke, cukup tertawanya lebih baik kita mulai belajar” ucap Dhilla
“Hanya kamu yang tertawa Coco” Dhilla terkekeh melihat ekspresi marah Wuwu yang di buat buat, sehingga Dhilla mendorong kecil bahu Windi. Namun dorongan itu mampu berdampak pada Windi yang akhrinya berada di lantai. Dhilla menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.
“Wuwu aku mendorongnya perlahan. Sungguh” ucap Dhilla meyakinkan
“COCONUT!!! KAU MENDORONGKU!!” teriak Windi yang kini sudah berdiri.
Penjaga perpustakaan hanya memperhatikan kelakuan mereka berdua yang selalu seperti itu. Percayalah, ini hanya candaan bagi Dhilla dan Windi.
“Maafkan aku Wuwu the pooh” Ucap Dhilla diselingi tawanya.
“Dhilla bersiaplah dengan menerimanyaaa!!!” Windi mengeluarkan rambutan, salah satu buah yang Dhilla takuti.
“Jangan bercanda” ucap Dhilla datar, sebenarnya gadis ini mulai ketakutan.
“Bersiaplahhh!!!” Windi melemparkan kulit rambutan ke arah Dhilla, membuat gadis itu berlari ketakutan keluar perpustakaan. Sedangkan Windi menertawakan wajah Dhilla yang begitu konyol menurut Windi. Bagaimana bisa Dhilla takut pada buah manis itu? Windi selalu memaksa Dhilla untuk memakannya, namun berakhir dengan Dhilla yang akan menangis.
Ia menatap kulit rambutan kedua yang Windi lempar yang tergeletak di lantai depan perpustakaan.
“Menyebalkan” ucap Dhilla sambil bergidik ngeri melihat kulit rambutan itu. Dan terkejut ketika melihat Windi yang menatapnya dengan senyuman, di mata Dhilla senyuman Windi nampak sepeti penyihir.
“Kamu suka sama singa tapi malah takut sama rambutan”
“Bukan takut! Hanya jijik.”
“Kamu harus coba Coco, buahnya begitu manis”
“No!!!” Teriak Dhilla membuat Windi lagi lagi tertawa. Windi mengambil kulit rambutan dan membuangnya ke tempat sampah.
“Ayo Coco kita lanjut belajar, maafkan kesalahan sahabatmu yang cantik ini ya?” Dhilla berjalan dengan tatapan kesal kearah Windi. Windi terkekeh melihat ekspresi Dhilla dan mengikuti sahabatnya untuk masuk ke perpustakaan kembali.
Sedangkan Rio dan sahabatnya Fahri serta Kiki yang tadinya akan ke perpustakaan justru memeperhatikan Dhilla dan Windi yang terlihat bertengkar bagi mereka.
“Si Dhilla takut rambutan?” Tanya Kiki kepada Rio, pria itu hanya menggeleng.
“Lo kenapa senyum Ri?” lagi lagi Kiki bertanya namun kali ini pada Fahri.
“Pengen aja, emang kenapa?” jawaban Fahri membuat Kiki mencebik kesal. Fahri dan Rio selalu balik bertanya jika ditanya, dan selalu seperti itu, bedanya Fahri tidak seperti Rio yang terlampau dingin sikapnya.
“Jadi gak ke perpustakaan?” Tanya Kiki lagi.
“Gue jadi, lo gimana Yo?” jawab Fahri, Rio melanjutkan langkahnya ke perpustakaan. Membuat Kiki terkekeh melihat sikap Rio.
“Gak bakal flashback Yo?” Tanya Kiki
“Lo juga gak bakal flashback sama Windi?” Kiki diam mendengar pertanyaan Rio yang begitu mengenai hatinya. Kini giliran Fahri yang tertawa melihat ekspresi Kiki.
Rio terus berjalan meninggalkan kedua sahabatnya, dan Kiki menatap Fahri.
“Apa?” Fahri aneh dengan tatapan Kiki.
“Gue tau kali Ri, lo juga jangan flashback. Sama sama moveon lo! Tunjukin solideritas sebagai sahabat, lo yang ngajak berubah ke gue sama Rio. Awas aja kalo gue tau ternyata lo belum moveon” usai mengucapkannya, Kiki langsung menyusul Fahri yang sudah memasuki perpustakaan.
Fahri diam, ia malah enggan memasuki perpustakaan. Ia justru memikirkan ucapan Kiki yang sesuai dengan apa yang Fahri rasakan. ‘Hanya mengungangkapkan, dan itu gak salah, lagian dia gak tau’ batin Fahri, kemudian pria itu memilih mengikuti kedua sahabatnya ke perpustakaan, bagi Fahri setidaknya ia memiliki waktu 30 menit untuk membaca novel di perpustakaan sebelum belajar di kelas.
##
Dhilla kini sedang belajar di kelasnya, menurut Dhilla tadi pagi ia dan Windi tidak belajar bersama seperti biasanya, mereka justru bercanda kemudian makan bekal yang Windi siapkan seperti biasanya. Jadi tadi pagi lebih banyak tertawa dari pada serius. Kini Dhilla mencoba serius, walaupun detak jantungnya masih tak karuan.
Flashback on
Pagi tadi, Rio ke perpustakaan. Sedangkan Windi usai membuang kulit rambutan malah mengajaknya bermain lagi, permainan dimana mata harus tertutup dan mata Dhilla lah yang ditutup kemudian harus menemukan keberadaan Windi. Dan bodohnya, karena tidak ada kain, Windi mengeluarkan isi tasnya sampai kosong, tas Windi dipakai untuk menutup mata Dhilla dengan memasukkan kepala Dhilla kedalam tas.
Bahkan pengawas perpustkaan justru tertawa melihat tingkah mereka, permainan di mulai dan saat itu Rio sudah ada di perpustakaan bersama kedua sahabatnya. Kiki menatap aneh kelakuan Dhilla dan Windi yang tidak menyadari keberadaan mereka. Dhilla yang tertutup tas dan Windi yang licik dengan sengaja bersembunyi di bawah meja belajar perpustakaan agar Dhilla tidak menemukannya. Fahri berjalan melewati Dhilla, karena rak buku novel berada di dekat Dhilla. Namun gadis itu menyangka Fahri adaah Windi, dan Windi yang memperhatika Dhilla, malah terkejut dengan keberadaan Fahri ‘Ada Fahri, pasti ada Kiki dan Rio, ada Rio pasti ada Kiki dan Fahri, ada Kiki pasti ada Rio dan Fahri’. Begitulah mereka, sehingga Windi keluar dari persembunyiannya untuk memastikan.
“Kenapa terlalu mudah Wuwu?” ucap Dhilla sambil menarik tas yang Dhilla fikir adalah punya Windi. ‘Bukankah tas Windi aku pakai?’ batin Dhilla sadar. Ia membuka tas dan terkejut melihat Kiki. “Maaf” itulah kata yang terucap oleh Dhilla, dan Fahri hanya menatapnya datar kemudian kembali mencari novel.
Dhilla mencari keberadaan Windi, ia lebih terkejut ketika melihat Kiki, terlebih lagi Rio. Dhilla dan Windi saling melempar pandangan, kemudian memasukkan buku serta bekal makanan kedalam tas lalu pergi dari perpustakaan melewati Rio yang bahkan tidak tersenyum sedikitpun pada Dhilla.
Flashback Off
“Terlalu memalukan untuk diingat” ucap Dhilla.
MoveOn
Sejak Rio mengutarakan perasaannya kepada Dhilla, pria itu benar benar menepati ucapannya yang akan mengurangi untuk berinteraksi dengan Dhilla. Kini sudah empat bulan sejak kejadian itu, dan beberapa hari lagi Penilaian Akhir Tahun (PAT) akan dilaksanakan. Kini Windi selalu menggunakan sepeda ke sekolah. Dan Dhilla? Seperti biasanya, gadis ini selalu berjalan kaki ditemani lagu bias kesukaannya.
Windi dan Dhilla sengaja berangkat pagi sekali, bahkan terkadang gerbang sekolah belum dibuka namun mereka berdua sudah menunggu di depannya. Mengapa? Karena mereka akan melakukan aktivitas yang rutin dilakukan setahun dua kali. Yakni belajar bersama untuk persiapan kenaikan kelas atau pergantian semester. Dan kali ini adalah ulangan kenaikan kelas, Windi selalu membawa bekal makanan yang cukup untuk dirinya dan Dhilla.
Rintik hujan membuat Dhilla yang awalnya berjalan santai kemudian mempercepat langkahnya, bahkan ia berlari. Dhilla khawatir bukunya basah, Dhilla lupa tidak membawa payung. Akhirnya ia sampai di sekolah, namun gerbang baru saja ia segera berlari ke dalam bangunan sekolahnya.
Windi? Kaki nya pegal mengayuh sepeda terlampau cepat karena hujan, gadis ini pun mengkhawatirkan bukunya basah, padahal tasnya terlindungi oleh jas hujan untuk tas (rain cover bag). Ia sampai di sekolah, namun rasa pegal itu terganti karena bukunya ternyata tidak basah. Ia melihat Dhilla yang sedang membuka tasnya.
“Coco” panggil Windi sambil mendekati Dhilla, ia melihat Windi yang cukup basah. Dhilla tidak terlalu basah, karena ketika hujan membesar, gadis itu sudah hampir dekat ke sekolah.
“Kamu basah Wuwu”
“Kamu tau Co? Kalau tadi aku gak ingat akan ke sekolah, mungkin aku dengan sengaja mengurangi kecepatan mengayuh sepedaku. Udah lama aku gak hujan hujanan” Windi mengucapkannya sambil tertawa, berbanding terbalik dengan Dhilla. Ia ingin hujan hujanan seperti yang Windi ucapkan, namun Dhilla terlalu takut karena daya tahan tubuhnya cukup lemah.
Mereka berjalan menuju perpustakaan untuk belajar bersama, dan tentunya petugas perpustakaan sudah berada disana.
“Buku kamu basah?” kaget Windi melihat buku yang Dhilla pegang.
“Iya, soalnya buku ini gak dimasukkan ke dalam tas.”
“Itu kamus bahasa Indonesia? Bukankah hari ini kita akan membahas pelajaran produktif?”
“Ini punya Rio”
“Apa???” Kaget Windi lagi. “Kapan kamu pinjam?” lanjutnya.
“Udah lama, dan aku lupa mengembalikannya” Windi memandang Dhilla tak percaya, bagaimana bisa sahabatnya ini mengucapka hal itu tanpa rasa khawatir.
“Memang kenapa?” Tanya Dhilla
“Kalian kan gak pernah ngobrol kaya dulu lagi sama kamu”
“Iya aku tau, kalo kamu aku malu atau enggak. Jawabannya Iya” ucap Dhilla dengan tenang, membuat Windi tidak mempercayainya.
“Jangan jadiin aku pengantar barang ya Co” Windi mencurigai sahabatnya ini.
“Tapi mau antar aku ke kelasnya kan?” Windi mengangguk.
“Dan nanti kamu yang berikan ini untuk Rio ya?” lanjut gadis itu kembali, membuat Windi menatapnya tak percaya. Windi kesal? Tidak, ia hanya ingin melempar Dhilla ke dalam wadah berisi cokelat, mungkin Dhilla akan menghabiskan semua cokelat dalam wadah itu bukan?
“Bersediakan engkau di cubit oleh saya?” ucap Windi berlebihan dengan tampang datarnya yang mengundang gelak tawa dari Dhilla. Untung saja perpustakaan sepi, hanya penjaga perpustakaan yang bosan menyuruh Dhilla untuk mengurangi nada suaranya yang selalu saja keras, sehingga tidak lagi menegur Dhilla untuk diam.
“Oke, cukup tertawanya lebih baik kita mulai belajar” ucap Dhilla
“Hanya kamu yang tertawa Coco” Dhilla terkekeh melihat ekspresi marah Wuwu yang di buat buat, sehingga Dhilla mendorong kecil bahu Windi. Namun dorongan itu mampu berdampak pada Windi yang akhrinya berada di lantai. Dhilla menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.
“Wuwu aku mendorongnya perlahan. Sungguh” ucap Dhilla meyakinkan
“COCONUT!!! KAU MENDORONGKU!!” teriak Windi yang kini sudah berdiri.
Penjaga perpustakaan hanya memperhatikan kelakuan mereka berdua yang selalu seperti itu. Percayalah, ini hanya candaan bagi Dhilla dan Windi.
“Maafkan aku Wuwu the pooh” Ucap Dhilla diselingi tawanya.
“Dhilla bersiaplah dengan menerimanyaaa!!!” Windi mengeluarkan rambutan, salah satu buah yang Dhilla takuti.
“Jangan bercanda” ucap Dhilla datar, sebenarnya gadis ini mulai ketakutan.
“Bersiaplahhh!!!” Windi melemparkan kulit rambutan ke arah Dhilla, membuat gadis itu berlari ketakutan keluar perpustakaan. Sedangkan Windi menertawakan wajah Dhilla yang begitu konyol menurut Windi. Bagaimana bisa Dhilla takut pada buah manis itu? Windi selalu memaksa Dhilla untuk memakannya, namun berakhir dengan Dhilla yang akan menangis.
Ia menatap kulit rambutan kedua yang Windi lempar yang tergeletak di lantai depan perpustakaan.
“Menyebalkan” ucap Dhilla sambil bergidik ngeri melihat kulit rambutan itu. Dan terkejut ketika melihat Windi yang menatapnya dengan senyuman, di mata Dhilla senyuman Windi nampak sepeti penyihir.
“Kamu suka sama singa tapi malah takut sama rambutan”
“Bukan takut! Hanya jijik.”
“Kamu harus coba Coco, buahnya begitu manis”
“No!!!” Teriak Dhilla membuat Windi lagi lagi tertawa. Windi mengambil kulit rambutan dan membuangnya ke tempat sampah.
“Ayo Coco kita lanjut belajar, maafkan kesalahan sahabatmu yang cantik ini ya?” Dhilla berjalan dengan tatapan kesal kearah Windi. Windi terkekeh melihat ekspresi Dhilla dan mengikuti sahabatnya untuk masuk ke perpustakaan kembali.
Sedangkan Rio dan sahabatnya Fahri serta Kiki yang tadinya akan ke perpustakaan justru memeperhatikan Dhilla dan Windi yang terlihat bertengkar bagi mereka.
“Si Dhilla takut rambutan?” Tanya Kiki kepada Rio, pria itu hanya menggeleng.
“Lo kenapa senyum Ri?” lagi lagi Kiki bertanya namun kali ini pada Fahri.
“Pengen aja, emang kenapa?” jawaban Fahri membuat Kiki mencebik kesal. Fahri dan Rio selalu balik bertanya jika ditanya, dan selalu seperti itu, bedanya Fahri tidak seperti Rio yang terlampau dingin sikapnya.
“Jadi gak ke perpustakaan?” Tanya Kiki lagi.
“Gue jadi, lo gimana Yo?” jawab Fahri, Rio melanjutkan langkahnya ke perpustakaan. Membuat Kiki terkekeh melihat sikap Rio.
“Gak bakal flashback Yo?” Tanya Kiki
“Lo juga gak bakal flashback sama Windi?” Kiki diam mendengar pertanyaan Rio yang begitu mengenai hatinya. Kini giliran Fahri yang tertawa melihat ekspresi Kiki.
Rio terus berjalan meninggalkan kedua sahabatnya, dan Kiki menatap Fahri.
“Apa?” Fahri aneh dengan tatapan Kiki.
“Gue tau kali Ri, lo juga jangan flashback. Sama sama moveon lo! Tunjukin solideritas sebagai sahabat, lo yang ngajak berubah ke gue sama Rio. Awas aja kalo gue tau ternyata lo belum moveon” usai mengucapkannya, Kiki langsung menyusul Fahri yang sudah memasuki perpustakaan.
Fahri diam, ia malah enggan memasuki perpustakaan. Ia justru memikirkan ucapan Kiki yang sesuai dengan apa yang Fahri rasakan. ‘Hanya mengungangkapkan, dan itu gak salah, lagian dia gak tau’ batin Fahri, kemudian pria itu memilih mengikuti kedua sahabatnya ke perpustakaan, bagi Fahri setidaknya ia memiliki waktu 30 menit untuk membaca novel di perpustakaan sebelum belajar di kelas.
##
Dhilla kini sedang belajar di kelasnya, menurut Dhilla tadi pagi ia dan Windi tidak belajar bersama seperti biasanya, mereka justru bercanda kemudian makan bekal yang Windi siapkan seperti biasanya. Jadi tadi pagi lebih banyak tertawa dari pada serius. Kini Dhilla mencoba serius, walaupun detak jantungnya masih tak karuan.
Flashback on
Pagi tadi, Rio ke perpustakaan. Sedangkan Windi usai membuang kulit rambutan malah mengajaknya bermain lagi, permainan dimana mata harus tertutup dan mata Dhilla lah yang ditutup kemudian harus menemukan keberadaan Windi. Dan bodohnya, karena tidak ada kain, Windi mengeluarkan isi tasnya sampai kosong, tas Windi dipakai untuk menutup mata Dhilla dengan memasukkan kepala Dhilla kedalam tas.
Bahkan pengawas perpustkaan justru tertawa melihat tingkah mereka, permainan di mulai dan saat itu Rio sudah ada di perpustakaan bersama kedua sahabatnya. Kiki menatap aneh kelakuan Dhilla dan Windi yang tidak menyadari keberadaan mereka. Dhilla yang tertutup tas dan Windi yang licik dengan sengaja bersembunyi di bawah meja belajar perpustakaan agar Dhilla tidak menemukannya. Fahri berjalan melewati Dhilla, karena rak buku novel berada di dekat Dhilla. Namun gadis itu menyangka Fahri adaah Windi, dan Windi yang memperhatika Dhilla, malah terkejut dengan keberadaan Fahri ‘Ada Fahri, pasti ada Kiki dan Rio, ada Rio pasti ada Kiki dan Fahri, ada Kiki pasti ada Rio dan Fahri’. Begitulah mereka, sehingga Windi keluar dari persembunyiannya untuk memastikan.
“Kenapa terlalu mudah Wuwu?” ucap Dhilla sambil menarik tas yang Dhilla fikir adalah punya Windi. ‘Bukankah tas Windi aku pakai?’ batin Dhilla sadar. Ia membuka tas dan terkejut melihat Kiki. “Maaf” itulah kata yang terucap oleh Dhilla, dan Fahri hanya menatapnya datar kemudian kembali mencari novel.
Dhilla mencari keberadaan Windi, ia lebih terkejut ketika melihat Kiki, terlebih lagi Rio. Dhilla dan Windi saling melempar pandangan, kemudian memasukkan buku serta bekal makanan kedalam tas lalu pergi dari perpustakaan melewati Rio yang bahkan tidak tersenyum sedikitpun pada Dhilla.
Flashback Off
“Terlalu memalukan untuk diingat” ucap Dhilla.