Read More >>"> Dinding Kardus (Kakak) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dinding Kardus
MENU
About Us  

Kontrakan yang disediakan Dokter Azhar lumayan besar. Hampir sama dengan rumah kardus kami di pinggir pembuangan sampah. Hanya saja temboknya lebih kokoh dengan dinding bata, bukan kardus yang mudah basah dan robek. Lebih nyaman memang, aku akan memulai kembali segalanya bersama mereka di sini.

Asep menata semua barang yang kami bawa. Dia banyak memerintah. Kami hanya menurut saja, dia sudah seperti kakak tertua di antara kami. Kontrakan yang tidak seberapa luasnya ini harus kami rawat dan rapikan sebaik mungkin. Aku tidak mau sampai Dokter Azhar merasa kecewa pada kami.

“Hanya satu ruangan, dengan kamar mandi di dalam. Tapi ini lebih baik daripada rumah kardus yang setiap hujan harus kita lapisi dengan plastik kan?” Dani merebahkan badannya di kasur, disusul Asep, Ajat, dan Aku.

“Ya, semuanya lebih baik di sini. Entahlah beberapa waktu ke depan. Aku hanya tidak mau mengecewakan Dokter Azhar. Dia harus merasa bangga pada kita di segala hal.” Timpal Asep.

“Eh, nanti kita masak di mana?” Aku bertanya.

“Di luar saja, nanti uang hasil nabung di Pak Wasid kita belikan kompor minyak. Minyaknya pakai oli bekas biar murah.” Asep menatap langit-langit, seperti setengah melamun.

“Aku akan menjadi anak yang paling pintar di sekolah nanti.” Sahut Ajat. Kami mengaminkan.

Sambil berbaring, kami asyik berandai-andai. Gelak tawa memenuhi ruang kontrakan seluas tiga kali empat meter ini. Satu per satu mulai menguap. Mata kami terpejam. Hingga akhirnya semua tertidur. Hanya aku yang tersisa. Belum ada rasa kantuk yang menghinggapiku.

---

Ada empat rumah kontrakan yang berjejer. Rumah kami di paling pojok sebelah kanan dari luar. Dekat dengan kandang ayam pemilik kontrakan. Sampai hari ini kami masih belum bertemu dengannya. Katanya orang yang punya kontrakan ini sedang keluar kota, ada perlu keluarga. Itu menurut Kang Oji, tetangga kami yang rumahnya persis di sebelah. Dia mengontrak sendiri, dan kami hanya bisa bertemu ketika malam tiba. Kang Oji selalu sibuk.

Sudah tiga hari kami berada di rumah kontrakan. Untuk mengisi rutinitas sebelum masuk sekolah, setiap malam Dokter Azhar mengajari kami beberapa pelajaran yang nantinya akan kami kerjakan untuk masuk ke SMP. Jam dua belasnya dia pulang ke tempat kos.

Pelajaran kelas enam SD ternyata tidak begitu sulit. Kami bisa menyelesaikannya dengan mudah. Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Hanya saja Dani, dia agak kurang suka belajar. Entahlah, semoga saja dia bisa menyusul ketertinggalannya. Aku takut dia tidak bisa menyelesaikan soal-soal yang harus kami kerjakan untuk masuk SMP.

Tepat tanggal 27 Juli 2017, hari ini kami harus mengikuti ujian paket A. Ujian yang selama ini kami nanti-nanti. Kukira hanya kami yang ikut ujian ini. Ternyata ada banyak anak dan orang tua yang mengikutinya. Aku tidak mengerti, bagaiamana mungkin seorang  kakek-kakek masuk SMP.

Dani terlihat tenang sekali. Padahal kami bertiga sangat mengkhawatirkannya. Selama pelajaran yang dibimbing langsung oleh Dokter Azhar, dia selalu mendapatkan hasil terjelek. Asep selalu memarahinya untuk lebih giat lagi belajar. Ini kesempatan yang sering didambakan para gelandangan di jalanan. Sekolah, sukses, mengubah nasib. Itu sudah seperti sebuah kemerdekaan bagi kami.

“Sep, nanti kasih tahu saja dia.” Bisikku sambil menyikut tangannya.

“Oke, pokoknya semua harus lulus!” Asep mengepalkan tangannya.

“Lihat, Dani tidak terlihat tegang sama sekali.” Ajat menunjuknya. Kami semua menoleh.

Ujian dimulai. Kami duduk terpisah. Semuanya ditentukan atas nomor yang kami dapatkan dari undian. Aku duduk paling belakang, Asep dan Ajat di tengah terpisah beberapa kursi. Dan Dani, dia duduk paling depan. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk membantunya. Kami tidak diperbolehkan bekerja sama, kalau ketahuan resikonya diskualifikasi.

Ujian dilakukan di lapangan terbuka, di depan kantor kecamatan. Dokter Azhar sengaja mengambil cuti untuk mendukung kami. Dia duduk di pinggir lapangan, menatap kami satu per satu. Tatapan matanya penuh rasa percaya. Aku tidak mau mengecewakannya. Aku yakin, mereka pun tidak ingin membuat Dokter Azhar kecewa.

“Ujian Paket A ini hanya akan meluluskan sepuluh orang. Dengan kata lain, sepuluh orang lainnya tidak akan lulus. Tidak ada ketentuan nilai minimal, hanya sepuluh besar teratas yang akan lulus.” Ucap panitia di depan, semuanya terenyak.

Kami hanya perlu masuk sepuluh besar teratas. Itu cukup. Tapi Dani, ah lagi-lagi aku memikirkannya.

-----

Jumlah soalnya cukup banyak. Seratus soal dengan macam-macam mata pelajaran. Semua yang kupelajari dari Dokter Azhar ada di sini. Tidak terlalu sulit. Waktu dua jam yang diberikan panitia bahkan terasa terlalu lama bagiku. Dalam waktu tiga puluh menit aku sudah menyelesaikan semuanya.

Panitia menyuruhku menyimpan lembar ujian di mejanya, lantas menunggu di kursi pinggir lapangan. Dokter Azhar menyeringai. Tangannya mengacak-acak rambutku.

“Aku tahu kalian pasti bisa.” Pujinya padaku.

“Tapi Dani…” aku menundukkan kepala.

“Kenapa? Dia sudah selesai sejak dua puluh menit pertama. Lebih cepat darimu,” jawab Dokter Azhar tenang.

“Tapi apa Dokter yakin jawabannya benar semua?” Aku menatap matanya.

“Kita lihat saja nanti.” Jawabnya singkat.

Dokter Azhar memberiku minuman dingin rasa jeruk. Dia sengaja membeli lima, untuknya, dan yang lain. Aku langsung meminumnya. Segar sekali. Setelah mengerjakan soal-soal itu rasanya memang haus. Walaupun mudah, tetap saja aku harus berkonsentrasi, menguras tenaga dan pikiranku.

“Waktu tinggal lima menit lagi!” Panitia berbicara melalui pelantang.

Aku semakin tidak tenang. Asep dan Ajat mengumpulkan lembar jawabannya. Dani masih duduk santai di kursinya. Tak sedikit pun dia melirik lembar jawabannya lagi. Para peserta ujian terlihat sangat cemas. Sama sepertiku. Tapi aku bukan mencemaskan diriku sendiri, aku mencemaskan Dani yang sepertinya tidak menganggap serius ujian ini.

Ayolah!

“Waktu habis! Selesai atau tidak, kumpulkan sekarang!”

Dani melenggang dengan santai. Hanya wajahnya yang masih terlihat tenang. Padahal semua peserta ujian amat cemas dengan hasil yang akan mereka dapatkan. Dia menghampiri kami yang sejak tadi sudah menunggunya. Sambil tertawa, dia lantas mengambil minuman yang ditawarkan Dokter Azhar.

“Kau ini, susah ya soalnya?” Aku bertanya cemas.

Dani malah tertawa, seakan tidak mendengar apa yang kutanyakan.

“Hey! Tadi susah atau bagaimana?” Asep tidak sabar.

“Dasar aneh,” Ajat menggelengkan kepalanya.

Dokter Azhar hanya tertawa. Dia sama santainya dengan Dani yang membuat kami kesal.

“Kalian ini, sudahlah, lupakan soal-soal tadi. Aku tidak mau membahasnya sekarang. Lebih baik kalian habiskan minuman jeruknya, ini enak sekali lho,” Dani malah bercanda dengan tenangnya.

“Benar, sudahlah, aku percaya kalian semua sudah melakukan yang terbaik. Berdoalah, semoga kalian semua masuk sepuluh besar.” Dokter Azhar meyakinkan kami.

“Berdoa? Aku tidak tahu caranya berdoa Dokter…” jawabku lirih.

“Ah tenanglah, kalau begitu nanti kalian kumasukan ke MTs saja.” Jawab Dokter Azhar sambil memegangi dagunya.

“MTs itu apa Dokter?” Dani bertanya antusias.

“Madrasah Tsanawiyah, seperti SMP, tapi lebih fokus ke pelajaran agamanya. itu bagus buat kalian.”

“Pesantren?” Asep terlihat kaget.

“Iya, tapi bedanya kalian tetap tinggal di rumah masing-masing, tidak tinggal di sekolah.” Dokter Azhar meminum minumannya.

“Aku sih terserah Dokter mau sekolah di mana pun,” Ajat menjawab ringan.

“Kenapa?” Aku bertanya penasaran.

“Soal sekolah Dokter Azhar lebih tahu dari kita. Iya kan Dokter?”

Dokter Azhar tersenyum. Kami semua mengangguk, mengerti apa yang dikatakan Ajat. Benar. Dokter Azhar tidak mungkin membohongi kami. Dia selalu memberikan yang terbaik. Dan aku, aku pasti akan membalasnya dengan yang terbaik juga. Pada orang asing yang baru saja aku kenal ini.

Panitia pemeriksa hasil ujian terlihat sangat teliti membaca setiap jawaban kami. Aku penasaran berapa nilai yang kudapatkan. Meskipun Dokter Azhar selalu meyakinkan kami pasti lulus, tetap saja aku tidak bisa menganggap remeh peserta yang lain. mungkin saja di antara mereka ada yang menjawabnya dengan lengkap. Atau mereka lebih pintar dari kami.

Tiga puluh menit kami menunggu hasil ujian. Panitia sudah bersiap-siap untuk mengumumkannya. Dadaku semakin berdegup kencang. Semuanya berdiri. Tidak ada yang bisa duduk dengan tenang. Kulit pucat dengan keringat dingin terlihat di wajah para peserta ujian. Tak terkecuali dengan para pengantar peserta. Hanya Dokter Azhar dan Dani saja yang masih terlihat santai. Aku benar-benar tidak mengerti.

Seorang panitia berkerudung merah muda membawa selembar kertas di tangan kanannya. Lantas mengambil pelantang di meja pengawas ujian. Dia menarik napas dalam-dalam. Lantas mulai berbicara, basa-basi. Semuanya sudah tidak sabar menunggu pengumumannya.

“Percepat Bu!” Teriak salah seorang peserta di belakangku.

“Iya Pak maaf. Baiklah ini hasilnya, akan saya bacakan. Sepuluh orang yang lulus adalah…”

Jantungku rasanya benar-benar mau copot. Semuanya terlihat tegang. Ajat menutup matanya, padahal yang dipakai mendengar telinga, bukan mata. Dokter Azhar menggerak-gerakan bibirnya seperti sedang membaca sesuatu. Dani, dia malah terlihat antusias, wajahnya sumeringah menunggu hasil jawaban.

“Peringkat kesepuluh jatuh pada…”

Semoga, keluar namaku, tidak apalah kesepuluh yang penting lulus.

“Kusnadi!”

Semuanya bertepuk tangan. Seseorang bernama Kusnadi itu yang tadi berteriak di belakangku. Dia meneteskan air mata haru.

“Dan kesembilan… Ajat!”

“Yeah!!!” Ajat memeluk Dokter Azhar. Kami saling berpelukan.

-----

Hingga nomor enam, namaku, Asep, dan Dani masih belum keluar. Aku sangat gugup. Takut mengecewakan Dokter Azhar. Padahal kukira soal yang kukerjakan tadi amatlah mudah. Aku menyesal sudah menganggap enteng ujian ini. Rasanya ingin sekali menangis. Tapi ini sudah terlambat.

“Kelima, Asep!”

Semuanya bersorak, bertepuk tangan. Aku merangkulnya, ikut senang dengan kelulusan temanku. Tinggal aku dan Dani sekarang. Sudah nomor empat, masih belum keluar juga nama kami. Aku cemas, kalau justru aku yang tidak lulus. Lihat Dani, dia malah masih terlihat tenang dan sumeringah.

“Peringkat tiga jatuh pada…”

Aku berharap namaku yang keluar. Tidak ada-apa ketiga, yang penting aku lulus. Semuanya hening menunggu panitia menyebutkan nama peringkat ketiga.

“Ujang!!!”

Semuanya bersorak. Tepuk tangan riuh di mana-mana. Semua pandangan tertuju padaku. Walaupun ada beberapa mata yang terlihat tidak suka dengan munculnya namaku di peringkat ketiga. Nama mereka belum keluar. Dokter Azhar tersenyum bangga, dia menepuk punggungku.

“Dan di posisi kedua adalah…”

Semuanya semakin serius mendengarkan. Lapangan kembali hening.

“Tanti!!!”

Aku kecewa, nama yang keluar bukan Dani. Tinggal posisi pertama. Kami bertiga sudah putus asa. Asep bahkan mengajak kami pulang saja. Tapi Dokter Azhar menahannya, menyuruh kami menunggu. Dia masih tetap santai dan tenang. aku tidak tahu apa yang membuatnya seyakin ini.

“Dan yang pertama adalah…”

Aku menelan ludah. Ini sangat menegangkan bagiku. Semuanya sudah lulus, tinggal Dani seorang. Aku tidak mungkin akan meninggalkannya jika tidak lulus. Lebih baik aku tidak sekolah saja daripada meninggalkan salah satu temanku. Salahku juga tidak bisa memberinya tambahan pelajaran setelah Dokter Azhar pulang. Andai saja waktu bisa diulang.

-----

Bukan main kagetnya saat mendengar nama Dani keluar sebagai peringkat pertama. Dokter Azhar menang. Entah, aku masih belum mengerti kenapa dia bisa secerdas itu. Padahal saat belajar, Dani sangat sulit memahami apa pun yang disampaikan Dokter Azhar. Tapi yang jelas aku bangga dan ikut senang.

Dani menyeringai dingin. Dia memandangi Dokter Azhar, tersenyum bangga. Aku memukul kepalanya. Dia tertawa.

“Kalian tidak tahu bagaimana Dani belajar.” Dokter Azhar mulai berbicara.

Kami menatapnya keheranan.

“Sesaat setelah kalian semua tertidur, Dani masih terjaga. Dia mengatasi semuanya sendirian. Dia belajar lebih keras dari kalian. Dan hasilnya sangat memuaskan. Awalnya aku sendiri tidak tahu, tapi karena penasaran, semalam aku tidak langsung pulang. Aku sengaja menunggu di kontrakan Kang Oji, mengintip, apa yang kalian lakukan setelah aku pulang. Dan ternyata tidak ada, selain Dani yang belajar sendirian tengah malam.

“Kalian tidak tahu, aku sempat masuk saat itu. Mengendap-endap agar tidak membuat kalian terbangun. Dani kesulitan di beberapa soal. Aku membantunya sampai benar-benar bisa sendiri, lalu pulang dengan keyakinan bahwa kalian semua akan lulus. Dan benar. Kalian semua membuatku bangga.”

Aku benar-benar terharu mendengarnya. Kami saling berpelukan. Dokter Azhar mengacak-acak rambut kami seperti adik sendiri. Entah mimpi apa aku bisa menemukan seseorang yang baik seperti dia. Meninggalkan kehidupan jalanan yang tak mungkin orang ingin mengalaminya. Keadaan berat tanpa tempat mengadu, sudah biasa kami jalani tiap waktu. Dan aku tidak bilang kalau aku baik-baik saja.

“Dokter…” Aku memanggilnya lirih.

“Iya? Kenapa Ujang?” Jawabnya sambil melepas pelukan kami.

“Terima kasih…”

Aku meneteskan air mata yang sudah sejak tadi kutahan. Semuanya ikut menangis melihatku. Tak terkecuali Dokter Azhar yang sedari tadi terlihat tenang.

“Oh iya, berhentilah memanggilku Dokter, panggil saja Kakak atau Kak, ya?” Ucap Dokter Azhar sambil mengusap air matanya.

“Ehm!” Kami menjawab bersamaan.

-----

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • AyPurnama

    @Itikittiy aku masih muda kok kwkwk

    Comment on chapter Rongsokan
  • AyPurnama

    @Itikittiy ikutin terus ya:D

    Comment on chapter Rongsokan
  • Itikittiy

    kak Zar kamu itu emang masih muda atau tipe yang gak mau di pandang tua?

    Comment on chapter Kakak
  • Itikittiy

    lah! bukannya kalian emang udah saling sayang sedari dulu yak? aku doain kalian gak di bully karena masalah kasta ....

    Comment on chapter Pergi
  • Itikittiy

    Benarkah?! aku baru tahu tifus seberbahaya itu. Alhamduliliah aku bisa sembuh dari penyakit itu dulu. tapi malah datang yang baru.lagi gak ada habis nya wkwkwk

    Comment on chapter Dokter Azhar
  • Itikittiy

    ceritanya memang sedih tapi aku lebih banyak berbahagia melihat pertemanan mereka

    Comment on chapter Klinik 24 Jam
  • Itikittiy

    makanan sisa dan gak sehat aku juga gak di buang di beri ke ikan peliharaan. tapi kaliankan lebih mulia masa makannya sama

    Comment on chapter Makanan Halal
  • Itikittiy

    Denden khilaf sesaat lucunya

    Comment on chapter Copet Kecil
  • Itikittiy

    rumput yang higienis karena sudah di masak aku mau coba......

    Comment on chapter Sup
  • Itikittiy

    Terimakasih untuk mebawa ku ke tempat baca yang baru ya Ay

    Comment on chapter Rongsokan
Similar Tags
Behind Friendship
3912      1113     9     
Romance
Lo harus siap kalau rasa sahabat ini bermetamorfosis jadi cinta. "Kalau gue cinta sama lo? Gue salah? Mencintai seseorang itu kan hak masing masing orang. Termasuk gue yang sekarang cinta sama lo," Tiga cowok most wanted dan dua cewek receh yang tergabung dalam sebuah squad bernama Squad Delight. Sudah menjadi hal biasa jika kakak kelas atau teman seangkatannya meminta nomor pon...
Ending
4373      1164     9     
Romance
Adrian dan Jeana adalah sepasang kekasih yang sering kali membuat banyak orang merasa iri karena kebersamaan dan kemanisan kedua pasangan itu. Namun tak selamanya hubungan mereka akan baik-baik saja karena pastinya akan ada masalah yang menghampiri. Setiap masalah yang datang dan mencoba membuat hubungan mereka tak lagi erat Jeana selalu berusaha menanamkan rasa percayanya untuk Adrian tanpa a...
Alfazair Dan Alkana
212      172     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...
Frasa Berasa
55317      6150     91     
Romance
Apakah mencintai harus menjadi pesakit? Apakah mencintai harus menjadi gila? Jika iya, maka akan kulakukan semua demi Hartowardojo. Aku seorang gadis yang lahir dan dibesarkan di Batavia. Kekasih hatiku Hartowardojo pergi ke Borneo tahun 1942 karena idealismenya yang bahkan aku tidak mengerti. Apakah aku harus menyusulnya ke Borneo selepas berbulan-bulan kau di sana? Hartowardojo, kau bah...
INTERTWINE (Voglio Conoscerti) PART 2
2826      775     2     
Romance
Vella Amerta—masih terperangkap dengan teka-teki surat tanpa nama yang selalu dikirim padanya. Sementara itu sebuah event antar sekolah membuatnya harus beradu akting dengan Yoshinaga Febriyan. Tanpa diduga, kehadiran sosok Irene seolah menjadi titik terang kesalahpahaman satu tahun lalu. Siapa sangka, sebuah pesta yang diadakan di Cherry&Bakery, justru telah mempertemukan Vella dengan so...
Time Travel : Majapahit Empire
42547      3908     9     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Untuk Reina
22190      3260     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
TRIANGLE
9982      1544     3     
Romance
"Apa pun alasannya, yang namanya perselingkuhan itu tidak bisa dibenarkan!" TRIANGLE berkisah tentang seorang gadis SMA bernama Dentara dengan cerita kesehariannya yang jungkir balik seperti roller coaster. Berasa campur aduk seperti bertie botts bean. Berawal tentang perselingkuhan pacar tersayangnya. Muncul cowok baru yang berpotensi sebagai obat patah hati. Juga seorang dari ...
Warna Rasa
10014      1814     0     
Romance
Novel remaja
Anything For You
2837      1148     4     
Humor
Pacar boleh cantik! Tapi kalau nyebelin, suka bikin susah, terus seenaknya! Mana betah coba? Tapi, semua ini Gue lakukan demi dia. Demi gadis yang sangat manis. Gue tahu bersamanya sulit dan mengesalkan, tapi akan lebih menderita lagi jika tidak bersamanya. "Edgar!!! Beliin susu." "Susu apa?' "Susu beruang!" "Tapi, kan kamu alergi susu sayang." &...