Jam menunjukkan pukul 12 siang. Muti dan Aldi pergi ke tempat peribadatan umat islam sebagaimana mestinya. Dari kejauhan, sepasang bola mata menerawang dengan penuh selidik yang mendebarkan relung hati kepada dua insan yang sedang bercengkrama. Melihat secara tajam apa yang mereka lakukan, dengan Muti menjadi sorotan utamanya.
Gadis berjilbab yang hampir ia tabrak tadi. Bola mata itu adalah bola mata Tama. Bola mata yang melihat keindahan Tuhan yang telah meciptakan gadis cantik untuk seorang pria seperti Tama.
Muti dan Aldi, tak jarang mereka melakukan segalanya bersama-sama. Entah itu di tempat mereka mencari ilmu ataupun di tempat lain. Tapi mereka juga tidak mengabaikan teman-teman basket dan komunitas suka relanya Muti, dan berkumpul bersama mereka.
Terkadang seharian terpisah oleh kesibukan masing-masing yaitu kegiatan yang mereka tekuni. Banyak yang mengira mereka adalah sepasang kekasih, tetapi kenyatanya tidak. Muti menganggap bahwa Aldi dan dirinya sudah layaknya kakak beradik :)
Pukul 04.30 petang.
“Kita pulang ya?” sesaat setelah mereka mengadakan meeting kegiatan yang mereka ikuti.
“Iya.”
“Lagian juga udah sore.” Ucap Aldi.
Untuk kali kedua, Tama memperhatikan kembali mereka. Begitu penasarannya terhadap gadis itu. Ternyata Muti tahu keberadaan Tama, ia berpura-pura tidak merasa ada yang memperhatikan dirinya dan Aldi. Bahkan Muti sempat menoleh ke arah dirinya sekilas, namun Muti tak memperdulikan keberadaan Tama.
Seperti biasa Aldi mengantarkan Muti sampai di depan pintu gerbang kos khusus putri, sedangkan dirinya kembali ke rumah Budenya yang tak jauh dari kosan.
Satu minggu telah berlalu, tak terasa teramat sangat cepat. Tama masih saja memikirkan Muti bersama pria yang setiap hari bersamanya.
“Lo kenapa Tam? Bengong aja. Sakaw lo?” celetuk Tomy.
“Sialan lo.”
“Lagian sih tengah bolong gini malah bengong. Mikirin apaan sih lo? Kalo mau seneng-senengkan bisa nanti malem!” Tama tak menghiraukannya, karena ia sedang menerawang gadis yang hampir ditabraknya dan mengukir senyum manis kala mengingat gadis itu.
“Gue mikirin itu tuh?” jawabnya dengan sorot mata ke arah Muti.
“Itu? Siapa sih?” ucap Tomy mengikuti ke mana padangan mata Tama tertuju.
“Oh itu. Mutiara Amanda. Mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Informatika. Kepala Bidang Pendidikan dan anggota BEM di universitas ini.” Jelasnya dengan wajah menantang.
“Lo tahu dia Tom?” tanya Tama dengan penuh antusias.
“Taulah, diakan satu jurusan sama gue. Selain berhijab dia juga cukup cerdas, pintar, cerewet, memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap suatu hal, dan kalo sama temen-temennya dia engga pernah sombong.” Tomy.
“Terus apa lagi yang lo tahu tentang dia?” Tama terus saja bertanya.
“Oh iya dia juga anak beasiswa, dia masuk ke sini free. Engga pake biaya apapun bro.”
Hening sejenak antara Tama dan Tomy.
“Jangan-jangan lo suka lagi sama dia?” celetuk Tomy.
“Engga tau deh, lo pikir aja sendiri.” Jawabnya.
“Hati-hati bro kalo lo suka sama dia, dia itu engga pernah mau deket sama cowok yang suka sama dia. Dia cuma deket sama satu cowok di kelas.” Ungkap Tomy.
“Siapa Tom?” ungkapnya penasaran.
“Aldi. Anak basket itu loh. Dari dulu sampe sekarang nempel mulu, udah kaya perangko aja mereka."
“Dia pacarnya?”
“Bukan. Dari OSPEK Muti sama Aldi emang udah deket. Muti juga orangnya cuek, tapi orang yang baru kenal sama dia pasti langsung akrab.” Tomy menjelaskan panjang kali lebar.
“Ohhh.” Balasnya berOoohhhh saja.
“Tumben banget lo nanyain dia sama gue? Kalo lo engga suka sama dia, terus ada urusan apaan?” selidik Tomy dengan menyipitkan matanya.
“Tuh cewek pernah hampir ketabrak sama gue.”
“Kok bisa?”
“Gue juga engga tahu.” Ucapnya menggantung.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog