Bagian XI
Selepas memakai pakaiannya, tak lupa Azka bercermin sebelum keluar dari kamar mandi seraya berbicara sendiri bahkan mencoba berbagai pose bak seorang model.
“Emang ganteng banget ini muka gue.” Dengan percaya diri Azka mengatakannya sembari menyurai rambut dengan jarinya. “Bisa-bisanya si Miranda gak terpikat sama sekali? Apa jangan-jangan dia cuma jual mahal? Atau aku emang kurang ganteng, ya?”
Saat Azka ingin melangkahkan kakinya, ia dibuat terperanjat lantaran Miranda yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar mandi tanpa permisi ataupun mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Ya ampun, Mir. Bikin kaget aja, ketuk pintu dulu bisakan? Ini kalo aku tiba-tiba kena serangan jantung, gimana? Baru aja nikah, kan gak lucu kalo besok langsung pemakaman.” Azka bicara panjang tapi yang diajak bicara hanya diam bahkan tak lupa memasang wajah datarnya.
“Cerewet banget nih orang.” Gumam Miranda seraya mengalihkan pandangannya dari Azka. “Mama sama ayah kamu mau pulang, tuh di bawah nungguin kamu lama banget.”
Azka dan Miranda mendatangi mama dan ayah Azka yang menunggu di teras rumah.
“Nah, ini Azkanya.” Sahut ka Aldi.
“Miranda sayang, mama pulang dulu ya. Jangan lupa istirahat, ya sayang.”
“Iya, ma. Mama sama ayah hati-hati dijalan.”
“Iya, sayang. Mama mau peluk kamu boleh gak?”
Mendengar permintaan mama Azka, Miranda pun tersenyum kikuk. Tak sengaja Miranda bertatapan dengan ibunya, walaupun tak bicara langsung dapat Miranda artikan bahwa ibunya meminta agar Miranda segera memeluk mama Azka. Miranda pun menatap mama Azka dan mengangguk, mama Azka tersenyum dan memeluk Miranda. Mama Azka membisikkan sesuatu di telinga Miranda.
”Mama sayang banget sama Miranda, mama harap kamu sama Azka bisa terus sama-sama.”
Tak lama mama Azka melepas pelukkannya dari Miranda dan berjalan menuju Azka yang berbincang dengan ayahnya di dekat mobil.
“Azka, ingat pesan mama ya. Kontrol emosi kamu, buat Miranda suka sama kamu. Mama rasa Miranda masih sedikit canggung sama kamu, buat dia nyaman.”
“Iya, mama ku sayang. Aku bakal buat Miranda gak hanya suka sama aku tapi juga bahagia nikah sama aku.” Azka pun memeluk mamanya dan dibalas mamanya.
“Azka, ingat jangan buat Miranda kecewa sama kamu.” Timpal ayah Azka dan dibalas anggukkan oleh Azka.
Setelah melepas kepergian kedua orang tua Azka, sekarang Miranda berada di dalam kamar ka Aldi. Tangannya sibuk memainkan bibir bawahnya, pandangannya tampak kosong tapi pikirannya sekarang campur aduk.
Aldi yang melihat Miranda di dalam kamarnya, lalu menghampiri adiknya yang duduk di atas kasur. “Kenapa, hm? Sini cerita sama kakak.”
Miranda hanya menggelengkan kepalanya.
“Beneran gak mau cerita? Kalau gak mau, ya sudah. Keluar sana, kasihan tuh Azka sendirian di kamar.”
“Dasar, ngeselin.”
“Ngomong apa tadi kamu? Ngeselin? Ditanya kenapa, jawabnya apa. Kamu yang gak nyambung dek.”
“Orang lagi sedih malah diajak adu bacot, bukannya dihibur.”
“Susah bener punya adek macam kamu ini, an... neh...”
Tiba-tiba omongan kak Aldi terhenti, melihat Miranda menundukkan wajahnya dan menutupi seluruh wajahnya dengan rambut panjangnya. Kak Aldi merangkul pundak Miranda.
“Kalo gak mau cerita gak apa-apa. Kalo mau nangis jangan di tahan, nanti malah tambah sakit.” Kata ka Aldi menarik Miranda ke dalam pelukkannya. “Kakak, tau mungkin kamu masih belum bisa terima keadaan ini. Tapi yang perlu kamu tau, ayah sama ibu gak mungkin nikahin kamu tanpa alasan. Mungkin ini pilihan terbaik mereka buat kamu.”
Miranda hanya diam dipelukkan ka Aldi, menangis pun rasanya tak akan mengubah apapun. Miranda hanya berharap semoga ini memang jalan yang terbaik untuknya.
“Udah, jangan sedih lagi. Mending kamu ke kamar terus kamu pandangin si Azka, nanti juga kamu bakal suka sama dia. Gak usah jual mahal, udah syukur ada yang mau.”
Miranda melepas pelukkannya.
“Aku mau kasih sesuatu sama ka Aldi? Mau gak?”
“Mau kasih apa?”
“Tapi ka Aldi berdiri dulu terus balik badan, soalnya ini rahasia.”
“Sangat mencurigakan, oknum Miranda ini.”
“Oknum apaan. Saudara sedarah, di bilang oknum. Cepetan balik badan.”
“Iya, bawel.”
Akhirnya ka Aldi membalikkan badannya, muncullah ide-ide jahil Miranda. Untuk membalas ka Aldi yang seharian membuat Miranda kesal.