Loading...
Logo TinLit
Read Story - LANGIT
MENU
About Us  

BAB 11

***

"Aku mencintai dan menyayangimu lebih dari apapun. Jangan tanya kenapa karena aku pun tak tahu."

***

"A...A...A...AISYAH BOJOKU JATUH CINTA, PA...PA...PA...PADA JAMILA~" Miko berdendang dengan video Tik Tok yang menampilkan cewek goyang dua jari. Cowok dengan wajah tampan seperti pahatan dewa itu tersenyum sendiri. "ANJIR! ENAK BANGET, DAH NIH LAGU. BAKAL GUE DOWNLOAD!!!"

"ASTAGHFIRULLAH, MIKO!!!" Dami di sampingnya beristighfar seraya menggeleng-gelengkan kepala menatap sahabatnya yang satu ini melihat video cewek cantik dan seksi di ponselnya seperti anak yang baru mendapat mimpi basah. "Lo nonton cewek dengan body aduhai begini, Mik? Pake lagu-lagu gituh lagi."

"Lo kayak kagak tau video-video jaman now, aja." Ucap Miko tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya. "Yang kayak gini tuh lagi hits-hitsnya."

Dami berdecak, tapi dia ikut menonton juga. "Oke, juga tuh cewek." Celetuknya.

"NAH, MAKANYA! Seger kan mata Lo??" 

Dami mengangguk cepat sambil tersenyum konyol. Mereka berdua senyum-senyum sendiri melihat layar ponsel Miko. Tak ayal mereka berdua mendapat jitakan dari Angkasa yang baru masuk ke kamarnya membawa mangkok dengan kepulan asap di atasnya. Aroma mie instan rebus rasa soto banjar dengan cabe rawit dan telur rebus di atasnya memenuhi kamar milik saudara Langit itu. 

"Awh!" Ringis Dami dan Miko. 

"Lo kalo jitak orang kira-kira juga kali, Kas! Sakit nih!" Tukas Dami.

Angkasa mencibir. "Gue kagak peduli!"

"Eh, apaan tuh?" Celetuk Miko langsung mengambil mangkok yang Angkasa pegang. "Kayaknya enak."

Angkasa kembali mengambil mangkok yang ada di tangan Miko. "Ini mie, Oon!" 

Miko mencebik, mie instan rebus itu hampir saja jadi miliknya jika saja Angkasa tidak mengambil balik. Miko berjalan menuju televisi yang ada di kamar saudaranya Langit itu dan menyalakannya.

"Ambil tuh di dapur. Gue udah suruh Bi Ipeh buatin buat kita berempat." Jelas Angkasa. "Gue cuma bawa buat gue sendiri."

"Ugh! Angkasa baik banget, deh!" Seru Miko dengan wajah sok imut minta ditabok. Ia berdiri dari duduknya dan langsung keluar kamar.

Dami juga langsung turun dari kasur berukuran king size. Bertepatan dengan Langit yang merebahkan diri di kasur setelah lama menyendiri di balkon menatap bangunan-bangunan komplek yang mirip dengan rumahnya. Ia selalu begitu, ada saja yang memenuhi pikirannya. Namun kali ini, pikirannya di penuhi oleh satu nama.

Ia memejamkan matanya, bukan tertidur. 

"WOI, LANG!!! MAU GUE AMBILIN KAGAK MIE LO??!" Langit bergumam mengiyakan teriakan Dami. Lalu, Dami pun pergi keluar kamar untuk mengambil mi instan rebus yang telah dibuatkan Bi Sumi.

Sepeninggal Dami, yang tersisa si ruangan itu cuma Angkasa dan Langit. Angkasa yang duduk di depan televisi sambil menikmati mi rebusnya dan Langit yang tengah berseluncur dalam ingatan saat di sekolah tadi.

Koridor yang tidak terlalu ramai, siswa-siswi telah mengungsikan diri di kantin karena sudah sekian jam bergelut dengan pelajaran. Bulan menarik Langit dari kelasnya secara paksa karena kalau tidak dipaksa cowok itu tak akan mau menuruti keinginannya.

Langit hanya bisa pasrah kemana cewek itu membawanya. Hingga mereka sampai di pinghir lapangan basket. Banyak pohon yang tingginya sekitar empat meteran dengan daun-daun yang cukup rindang untuk berteduh dari teriknya matahari, pohon-pohon itu tumbuh dengan jarak yang cukup jauh satu sama lainnya.

Bulan membawanya duduk di bawah pohon rindang berhadapan dengan ring basket yang berjarak tiga meteran dari posisi mereka. Maklumlah, SMA Pancasila memang termasuk ke dalam kategori sekolah yang luas.

Setelah mereka duduk manis dengan jarak yang cukup kentara seukuran orang pacaran. Bulan pun membuka tutup kotak bekal yang dari tadi dibawanya. Kali ini bukan nasi dan ayam goreng sebagai bekalnya, melainkan 4 potong roti isi selai coklat.

Bulan mengambil dua potong di antaranya. Ia memberikan satu potong roti pada Langit yang sedari tadi memandangnya dalam diam.

"Nih," Kata Bulan seraya menyodorkan sepotong roti itu pada Langit.

Langit hanya mengernyit memandang roti itu, Bulan pun memutar bola matanya malas. Ia mengambil tangan kanan Langit dan menaruh roti itu di telapak tangan Langit.

"Makan." Ucap Bulan mengintruksi cowok itu seraya ia juga menggigit roti miliknya.

Langit tersenyum tipis tanpa sepengatahuan Bulan. Ia menggigit dan mengunyah roti yang tadi Bulan berikan.

Bulan menatap Langit yang tengah menelan roti itu. Ia tersenyum mengembang. "Habisin. Biar kenyang. Hehe," Bulan terkekeh kecil seraya menggigit lagi rotinya.

Langit juga menggigit rotinya lagi, mengunyah dan menelannya. Ia memandangi rotinya yang tinggal sedikit lagi dan tersenyum sangat tipis.

Langit menatap Bulan yang sedang menelan rotinya. Ia bertanya, "Kenapa lo suka sama gue?"

Bulan menoleh pada Langit dan tersenyum simpul. "Kadang ada hal yang ingin kita capai tapi kita tidak tau alasannya mengapa." Bulan menyelipkan helain rambut ke belakanng telinganya. Dan melanjutkan kalimatnya. "Jadi... gue gak bisa jelasin alasannya kenapa, Lang."

Alis Langit menyatu. "Maksudnya?"

Bulan memandang ke arah lapangan basket beberapa siswa yang baru saja datang dari kantin mulai mengisi lapangan dan mengatur permainan suka-suka mereka. Ia tersenyum lagi.

"Mencintai seseorang itu tak perlu mempunyai alasan, Lang. Karena jika beralasan maka cinta itu tak akan abadi. Ketika alasan itu hilang atau tidak ada lagi di diri seseorang yang kita cintai, maka lama kelamaan cinta itu akan memudar seiring berjalannya waktu." Jelas Bulan sambil terus menatap ke depan diikuti Langit yang juga menatap ke arah yang sama, setia mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan cewek di sampingnya ini.

"Masa orientasi sekolah dulu adalah masa paling berkesan bagi gue." Ujar Bulan. "Lo ingat saat lo marah-marah waktu senior-senior kita memperlakukan kita dulu ?"

Langit mengangguk. "Ingatlah." Ucap Langit sedikit sewot karena diingatkan dengan perlakuan senior mereka dulu. "Para senior songong itu nyuruh kita semua emut satu permen gantian sampe tuh permen habis. Ya, jelaslah gue marah karena itu gak berprikemanusiaan banget. Jijik menurut gue."

Bulan menganggukkan kepalanya seraya tersenyum simpul. "Yap. Dari situ gue suka sama lo."

Langit mengernyit tak mengerti."Berarti lo suka sama gue karena gue marahin senior itu dong? Katanya kan lo gak punya alasan suka sama gue,"

Bulan terkekeh kecil. "Bukan karena itu sih sebenarnya." Ia menatap Langit dengan dalam. "Kalaupun Dami atau Miko yang waktu itu marah-marah sama para senior, yang waktu itu ada di posisi lo. Gue tetap suka sama lo, Lang. Seperti yang gue bilang, gue juga gak tau kenapa. Istilahnya gimana, ya..." Bulan mengetuk telunjuknya di dagu seraya berpikir. "Semacam... love at first sight gituh."

Langit sempat tertegun dengan kalimat-kalimat yang diucapkan cewek yang berstatus pacarnya ini, walau coba ia tepis dengan raut wajah yang datar.

Langit membalas tatapan Bulan sama dalamnya. Entah mengapa, jantungnya berdebar melebihi ritme standar. Ini bukan kali pertama ia merasakannya. Jantung Langit juga pernah berdebar cepat saat bersama Keisha, namun kali ini debarannya terasa berbeda.

Langit menghela napas ringan. Ia tersenyum tipis pada Bulan. "Jangan terlalu cinta sama gue, Bulan. Gue gak mau lo terus-terusan sakit hati saat di dekat gue."

"WOI, LANGIT!!!"

Sontak Langit tersentak dan membuka matanya dengan cepat, ia melirik pelaku peneriakan itu, Dami.

Langit menatap tajam yang dibalas dengan cengiran oleh cowok yang membawa dua mangkok mi rebus itu. 

"Sorry, Ma Bro. Gue dari tadi udah manggil-manggil lo, tapi lo nya aja yang kagak denger."

Langit berdecak. Ia turun dari kasur milik saudaranya itu, lalu bergabung dengan Angkasa dan Miko yang tengah asik menikmati mi rebus beraroma sedap itu seraya menonton televisi.

Dami menyodorkan semangkok mi rebus pada Langit yang disambut cowok itu. "Kenapa lo tadi? Ketiduran?"

"Nggaklah." Sahut Langit. Lalu, mengaduk-aduk mi rebusnya dan menikmatinya dalam diam.

***

Bulan menutup buku tebal dengan sampul bertulisan 'MATEMATIKA KELAS XII'. Ia menguap dan mengucek-uceknya. Rasa kantuk sekarang menyelimutinya sedari tadi. Tapi, matanya ia tahan untuk tetap terjaga. 

Bulan bangkit dari duduknya dan melakukan peregangan dengan memutar pinggangnya ke kiri dan kanan untuk meredakan sakit di punggung dan pinggang karena kelamaan duduk.

Karena haus dan air putih tidak ada di kamarnya, ia pun keluar kamar untuk menuju dapur.

Ia berjalan pelan dan melihat ke arah kamar ibunya, pintunya terbuka sedikit. Bulan berpikir mungkin ibunya lupa mengunci pintu kamarnya. Tangan Bulan terulur pada knop pintu itu dan memdorongnya sedikit agar ia bisa melihat sedikit saja ke dalam kamar ibunya.

Tampak Anita tidur tanpa selimut. Hati nurani Bulan terenyuh melihat ibunya yang sepertinya kedinginan karena AC yang suhunya rendah. Bulan mendorong pintu dengan pelan hingga terbuka sepenuhnya dan ia bisa masuk ke dalamnya.

Bulan meneguk salivanya kasar, dadanya berdetak kencang. Ia tak pernah sekalipun memasuki kamar Anita, apalagi sekarang tanpa sepengatahuan ibunya itu. 

Anita tidur sendirian di kamar yang cukup luas ini. Kedua orang tuanya tidur terpisah, entahlah sejak kapan dan Bulan sama sekali takut bertanya apa alasannya. Jangankan bertanya, mengajak bicarapun rasanya ia takut. Sudahkah ia bilang jika mereka diibaratkan seperti orang-orang asing yang terjebak dalam rumah yang sama.

Bulan berjalan pelan mendekat pada kasur Anita agar ia bisa melihat lebih dekat wajah ibunya.

Pucat dengan rambut yang berantakan. Kerutan di wajahnya semakin terlihat dari hari ke hari. Bulan menghela napas pelan. Ia berjongkok dan memberanikan diri untuk membelai rambut ibunya dengan sayang.

Bulan tersenyum getir, ia tak pernah melihat wajah damai dari ibunya. Dan sekarang ia bersyukur pada Tuhan karena memberikannya kesempatan emas ini.

Bulan mengambil selimut yang terletak rapi di ujung kasur dan menyelimutkannya pada ibunya hingga tertutup sampai leher. Bulan kembali tersenyum getir. 

Bulan menarik napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Ia mendekatkan wajahnya pada ibunya. Bulan pun mencium kening ibunya dengan pelan dan penuh kasih sayang seraya membisikkan empat kata yang dari dulu ingin ia bisikkan.

"I love you, mom."

***

Bulan menutup kamar Anita secara perlahan, takut ibunya akan terbangun.

Bulan kembali pada tujuan awalnya yaitu meminum air putih karena tenggorokannya terasa kering. Ia kehausan. Setelah mencium kening ibunya, rasanya seperti lega dan hangat di hatinya. Bulan tak henti-hentinya tersenyum sendiri. 

Ia berjalan perlahan melawan kegelapan yang memenuhi penjuru rumah. Hanya ada sedikit cahaya dari luar yang masuk melalui ventilasi-ventilasi rumahnya. Bulan menuju dapur dan mengambil gelas yang tersusun rapi di rak. Lalu, ia mengambil air putih melalui dispenser. Ia menenggak setengah gelas air putih dan rasanya nyaman sekali karena tenggorokannya terbasahi. 

Bulan meletakkan gelasnya di meja. Bulan melangkah menuju tangga, ia ingin ke kamarnya. Namun, ketukan keras di pintu utama membuatnya mengurungkan niatnya.

Ada rasa takut, tapi rasa penasaran lebih menguasainya. Ia pun berjalan menuju pintu utama. Ketukan di pintu semakin keras memasuki indra pendengarannya.

Bulan sedikit menyingkap gorden agar ia bisa melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya dengan keras. Hal itu bisa saja membangunkan ibunya yang sedang tertidur.

Tampak siluet seseorang, namun ia tak bisa melihat wajahnya. Bulan mencoba melihat dengan jelas sekali lagi, rasanya ia kenal dengan pengetuk rumah itu.

Tanpa rasa takut lagi, ia memutar kunci dan membuka pintu utama rumahnya dengan lebar.

Brukk

"Hah!"

***

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Tataniiiiii

    Yahhh rada kecewa kalo sad ending gini , terharu aku tuuu

    Comment on chapter EPILOG
  • dreamon31

    Hai...aku suka sama nama Langit. Aku juga punya judul cerita yang sama - LANGIT - , mampir juga di ceritaku yaa...

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
Dimensi Kupu-kupu
14123      2743     4     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
KATAK : The Legend of Frog
426      343     2     
Fantasy
Ini adalah kisahku yang penuh drama dan teka-teki. seorang katak yang berubah menjadi manusia seutuhnya, berpetualang menjelajah dunia untuk mencari sebuah kebenaran tentangku dan menyelamatkan dunia di masa mendatang dengan bermodalkan violin tua.
PENTAS
1191      701     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
F I R D A U S
737      489     0     
Fantasy
The Journey Of F
2217      1098     1     
Romance
beberapa journey, itu pasti ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan, bagaimana kalau journey ini memiliki banyak kesan di dalamnya. pastilah journey seseorang berbeda beda. dia adalah orang yang begitu kecil lugu dan pecundang yang ingin menaklukan dunia dengan caranya. yaitu Berkarya
My world is full wounds
487      345     1     
Short Story
Cerita yang mengisahkan seorang gadis cantik yang harus ikhlas menerima kenyataan bahwa kakinya didiagnosa lumpuh total yang membuatnya harus duduk di kursi roda selamanya. Ia juga ditinggalkan oleh Ayahnya untuk selamanya. Hidup serba berkecukupan namun tidak membuatnya bahagia sama sekali karena justru satu satunya orang yang ia miliki sibuk dengan dunia bisnisnya. Seorang gadis cantik yang hid...
Kala Saka Menyapa
12021      2852     4     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
The World Between Us
2371      1025     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
Silver Dream
8935      2118     4     
Romance
Mimpi. Salah satu tujuan utama dalam hidup. Pencapaian terbesar dalam hidup. Kebahagiaan tiada tara apabila mimpi tercapai. Namun mimpi tak dapat tergapai dengan mudah. Awal dari mimpi adalah harapan. Harapan mendorong perbuatan. Dan suksesnya perbuatan membutuhkan dukungan. Tapi apa jadinya jika keluarga kita tak mendukung mimpi kita? Jooliet Maharani mengalaminya. Keluarga kecil gadis...
ADITYA DAN RA
18852      3122     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...