3 Tahun kemudian.
Saat masa kecilku, aku belum begitu menyadari kekurangan apa yang aku miliki karena ibu angkatku begitu menyayangiku. Aku punya banyak teman disini dan mereka mempunyai latar belakang yang hampir sama denganku sama-sama tidak tahu siapa orang tua mereka. Atau kasarnya, sama-sama dibuang oleh orang tua mereka.
Aku bermain dengan mereka setiap hari seperti anak normal pada umumnya. Walau aku sering terjatuh berkali-kali namun, aku akan bangun lagi. Aku tak bisa berjalan dengan sempurna. Kaki kiriku tak bisa kugerakkan. Entah karena apa, aku juga tidak tahu.
"Rey ... " panggil seorang wanita dengan sangat lembut padaku. Itulah orang-orang biasa memanggil namaku. Rey ... Serena.
Aku berjalan tertatih - tatih menghampirinya.
" Ibu...." panggilku.
Ia mengulurkan tangan padaku dan menggendongku. Aku merasa begitu nyaman dalam pelukan hangatnya. "Ayo makan...kau pasti sudah lapar" katanya padaku dan aku mengangguk pelan.
" Anak-anak mari kita makan bersama" Katanya sambil tersenyum pada anak lainnnya yang sedang asyik bermain. "Yeah....." Teriak mereka sambil meloncat loncat kegirangan. Merekapun berebut masuk kedalam untuk menikmati makan siang mereka.
" Hati-hati anak-anak nanti kalian terjatuh" katanya sambil menaruhku dikursi. Aku langsung menyantap makanan yang ada didepanku.
Disini aku diajari menjadi seorang anak yang mandiri. Walau aku cacat. Aku terbiasa melakukan semuanya sendiri sejak aku mulai bisa berjalan walau dengan terpincang-pincang.
Aku merasa begitu nyaman disini, disinilah tempatku tinggal selama ini walau ini bukan tempat dimana aku dilahirkan. Saat aku kecil sebenarnya aku cukup jarang menangis kecuali ada yang menggangguku.
Seperti yang kau tahu di dunia ini tidak semua orang adalah orang yang baik, adakalanya kau bertemu dengan orang yang jahat atau tak suka denganmu. Seperti kebanyakan temanku, memang mereka mau berteman denganku tapi sebagian hanya menjadikanku bahan olok-olokan. Walau kita sama-sama anak yang terlantar tanpa orang tua. Terkadang mereka melampiaskan rasa sakit hati mereka pada orang yang lebih lemah. Itulah dunia. Dunia dimana aku tinggal. Dimana orang yang kuat akan menindas yang lemah dan orang yang lemah akan melampiaskan amarahnya pada orang yang lebih lemah darinya.
"Hey...kau serahkan mainan itu." Hardik seorang anak betubuh gempal padaku.
" Tidak mau. Ini mainanku. Ini hadiah ulang tahunku dari Bunda." Tolakku sambil memeluk erat-erat mobil-mobilan yang Bunda berikan padaku saat ulang tahunku kemarin.
" Sini berikan..." Katanya sambil menarik paksa mainan itu dari tanganku. Karena tak mau kalah aku pun memberontak.
"Jangan..." teriakku setengah menjerit.
Karena anak itu lebih besar dan kuat dariku akupun terseret dan terjatuh. Mainan itupun lepas dari tanganku. Akupun menangis. Saat aku menangis. Bunda datang dan mengendongku. " Cup...Cup...sayang jangan menangis, kenapa ada yang jahat padamu" tanya Bunda sambil menimangku.
" Bunda...dia mengambil mainanku" kata ku sambil mengusap air mata dan menunjuk anak itu dengan jari telunjukku.
"Bimo...kembalikan. Jangan mengambil yang bukan milikmu." Perintah Bunda.
" Baik Bunda" katanya sambil menyerahkan mainan padaku.
" Cepat minta maaf Bimo, dan jangan mengulanginya lagi." Perintah Bunda.
Anak itupun mengangguk dan menyalamiku. Lalu ia pun pergi.
"Terimakasih Bunda." kataku.
"Iya, lain kali jangan menangis lagi ya, jika ada yang menganggumu beritahu Bunda saja." kata Bunda sambil menurunkanku.
" Iya Bunda." aku tersenyum dan melanjutkan permainanku tadi.
Memang Bunda lebih memerhatikanku ketimbang anak lainya. Karena aku memiliki kekurangan fisik tidak seperti teman-teman ku yang terlahir sempurna.
Keesokan harinya, saat aku berjalan-jalan di taman rumah sambil teratih-tatih. Ada yang mendorongku dari belakang sampai aku terjatuh.
" Heh...kau anak cengeng...Jangan suka mengadu pada Bunda, jika kau lakukan itu lagi aku akan memberi pelajaran padamu." Kata anak itu berteriak padaku dan berlalu meninggalkanku.
Akupun menangis dibalik tanaman di taman itu. Aku takut Bunda menjadi sedih. Aku ingin Bunda menilaiku sebagai anak yang tegar dan mandiri seperti nasihat yang Bunda selalu katakan padaku. Walau aku sekarang hanya bisa menangis tanpa suara. Aku hanya bisa berharap aku bisa setegar bunga-bunga ditaman yang tak layu walau kepanasan dan tak tumbang walau diterpa hujan.
Waktu berlalu begitu cepat. Penuh lika-liku yang kualami dalam hidup ini. Kau tidak bisa berharap semua hal akan berjalan mulus tanpa ada suatu rintangan. Karena lika-liku itulah yang akan buat hidupmu penuh makna.
Sekarang umurku sudah 8 tahun. Aku tumbuh menjadi anak yang manis ceria dan mandiri. Sekarang Aku sudah cukup mengerti apa itu kesempurnaan fisik. Yang selalu orang bicarakan, tapi terdiam saat melihat ku. Aku juga sudah cukup mengerti apa itu arti sebenarnya dari sebuah keluarga.
"Rey...." panggil Bunda membuyarkanku dari lamunanku.
"Iya, Bunda." Sahutku
" Sini ikut Bunda sebentar" katanya sambil melambaikan tangannya padaku. Akupun meraih kruk tongkatku dan menghampirinya. Bunda pun memegang pundakku dan berjalan berdampingan denganku.
Sampai di depan ruang tamu, akupun melihat sepasang suami istri sedang duduk dan berbincang. Mereka terlihat dari keluarga kaya. Wanita itu membawa tas cantik yang diletakkan disampingnya. Ia berdandan sangat glamour memakai banyak perhiasan di sana sini. Sang suami memakai setelah jas dan dasi yang sangat rapi menandakan ia seorang pengusaha yang cukup mapan.
"Ibu lidya dan bapak eko, ini Serena. Ia sangat cocok dengan kriteria yang bapak ibu cari." Suara Bunda mecahkan keheningan sejenak. Pasangan itu mengamatiku dari ujung kaki sampai kepala, mereka terdiam sejenak lalu sang istri membisikkan sesuatu pada sang suami. Sang suami pun mengangguk menyetujuinya.
"Maaf...bu sebelumnya kami ingin mencari anak yang sempurna, bukan yang cacat." Kata sang istri menegaskan.
" Serena anak yang cukup mandiri dan pintar bu, ia tidak akan menyusahkan kalian." bela Bunda tak terima.
" Walau dia mandiri tetap ia akan jadi aib dan beban bagi kami." Sergah sang suami.
"Ayo ... pergi pa, kita cari tempat lain saja." kata sang istri sambil memalingkan muka.
Kedua pasangan itu pun pergi.
"Tunggu bapak ibu, jangan pergi dulu." Cegah Bunda. Bundapun mencoba mencegah mereka tapi mereka terlanjur menaiki mobil dan pergi. Dan untuk pertama kali aku melihat ekspresi kekecewaan dimata Bunda.
"Bunda, mereka siapa" tanyaku mendekatinya.
"Mereka adalah orang yang akan mengdopsimu nak" kata Bunda sambil membungkuk dan mengelus rambutku.
"Adopsi itu apa Bunda???" tanyaku.
"Adopsi itu artinya mengangkatmu jadi anak mereka, sayang" jelas Bunda.
"Buat...apa Bunda? Kan aku sudah punya Bunda." Sahutku masih tak paham.
"Dengar sayang, kamu akan tumbuh besar. Kamu harus punya keluarga dan menjalani hidupmu sendiri." Kata Bunda sambil mengelus pipiku.
Akupun hanya mengangguk setengah tidak mengerti. Aku sudah nyaman tinggal disini dan mereka semua adalah keluargaku untuk apa aku harus pergi , batinku dalam hati. Karena aku fikir hidup di panti ini bersama Bunda adalah hal yang menyenangkan.
Thanks ya...atas semua masukannya...
Comment on chapter PROLOG