"Edgar..." Lea memanggil gue dengan lembut. Ngomong-ngomong, Alhamdulillah sekarang gue sudah punya nomor Lea. Walau pun dia pacar gue, kemarin sempat ada kesulitan waktu minta nomor dia.
Jadi begini ceritanya,
"Lea, kita kan pacaran. Jadi, sudah seharusnya kan kalau kita bertukar nomor." Lea menatapku dingin. Tak ada senyuman di wajahnya. Untungnya masih cantik walaupun muka datar begitu. Kalian tahu tidak, Lea itu mirip sama cewek korea yang lagunya bom bayah bom bayah itu. Itu, yang kalau nge rap mantap sekali. Suaranya mantap juga. Dengar-dengar sih, dia dari Thailand.
"Edgar..." Lea memanggil gue dengan lembut. Ngomong-ngomong, Alhamdulillah sekarang gue sudah punya nomor Lea. Walau pun dia pacar gue, kemarin sempat ada kesulitan waktu minta nomor dia.
Jadi begini ceritanya,
"Lea, kita kan pacaran. Jadi, sudah seharusnya kan kalau kita bertukar nomor." Lea menatapku dingin. Tak ada senyuman di wajahnya.
Untungnya masih cantik walaupun muka datar begitu. Kalian tahu tidak, Lea itu mirip sama cewek korea yang lagunya bom bayah bom bayah itu. Itu, yang kalau nge rap mantap sekali. Suaranya mantap juga. Dengar-dengar sih, dia dari Thailand. Ah entahlah.
"Buat apa memangnya?" tanya Mikha pakai acara nanya lagi. Masa ya iya, kami pacaran tapi nomor hapenya aja nggak punya? Bisa diketawain sama kuda lah!
"Ya biar kalau ada apa-apa kamu bisa hubungin aku, dan begitu juga sebaliknya," jawab gue berusaha sabar dengan Mikha. Mungkin Tuhan memang sengaja menurunkan Mikha, supaya gue bisa lebih banyak belajar untuk menahan amarah.
"Gimana, ya... Aku itu rada malas ngasih nomor hape ke orang-orang. Takut disalahgunakan." jawab Mikha. Gila ni orang! Kalau bukan cewek gue mah sudah dari tadi gue ceburin ke kolam yang isinya hewan-hewan reptil. Tapi karena orang ini adalah Mikha, mana tega gue ngelakuin itu. Nanti kalau dia hilang, gue juga yang sedih.
"Tapi aku nggak bakal menyalah gunakan kontak kamu kok sayang. Aku cuma hubungin kalau memang lagi ada perlu aja."
"Jadi kamu mau hubungin aku kalau lagi ada perlu aja???? Enak banget ya! Emangnya kamu pikir aku apaan?" Tuh kan.. Dia salah paham lagi.
"Tadi kan kamu bilang takut disalah gunakan." jawab gue membela diri.
"Bukan berarti kamu hubungin aku pas lagi perlu doang dong! Jangan kayak temen aku dulu, waktu sedih curhatnya ke aku! Pas lagi senang curhatnya ke orang, ngomongin aku lagi," Curhat bu???
"Eh.. Iya iya. Yaudah, aku bakal menghubungi kamu setiap saat. Bahkan dalam keadaan sesibuk apapun." Pasti ini jawaban yang dia mau. Mungkin tadi gue salah. Bukannya cewek suka sama cowok yang selalu ada setiap saat?
"Ya jangan kayak gitu juga! Memang kamu nggak ada kerjaan apa, seharian kerjanya cuma main hape,"
"-_-"
Pada akhirnya Mikha memberikan nomor dengan syarat, kalau bukan kebutuhan mendesak, gue nggak boleh hubungin dia. Yah, baru kali ini ada cewek yang memperlakukan pacarnya seperti orang asing. Ah... Anggaplah itu sebagai daya tarik seorang Mikha.
Jadi, seperti yang pertama kali gue bilang, malam ini kami ada rencana ketemuan. Sejenis ngedate gitu. Iyap! Setelah dua minggu hubungan kami, malam ini adalah yang pertama.
Tepatnya setelah sholat isya, gue langsung berangkat ke rumah Mikha. Cukup menguras bensin, tapi tidak apa lah. Setidaknya sampai disana, gue ketemu bidadari cantik, yang bisa bikin bensin gue habis dengan tidak sia-sia. Iya, dia! Si bidadari galak.
Akhirnya sampai juga. Ternyata Mikha sudah nunggu di depan rumah. Kalau dilihat dari wajah, sepertinya dia bakal...
"Kok lama banget sih! Aku sampai jamuran nih nunggu kamu! Coba kamu lihat! Bedak aku sudah mulai luntur, eyelinerku mulai meleleh, dan coba lihat bibir aku! Mulai mengering tau gak!"
Baru aja gue datang, bahkan belum turun dari motor tapi Mikha sudah ngomel-ngomel kayak ibu kos yang ditinggal kabur penghuni kosnya. Dengan keadaan yang seperti ini, gue cuma harus kuat-kuat menahan segala emosi.
"Sayang, aku cuma telat beberapa menit. Kan kamu tahu sendiri, kalau jalannya macet," jawabku. Tapi bibir Mikha masih mengerucut dengan kedua tangan berlipat di atas dada.
"Sayang, jangan marah ya.. Nanti cantik kamu luntur."
"Jadi menurut kamu, kecantikan aku ini nggak alami? Aku nggak pakai bedak pun masih cantik, cuma ya aku nggak mau bikin kamu malu aja, makanya pakai make up begini," Perasaan gue ngomong salah mulu.
"Iya sayang aku tau kamu cantik, cantik banget. Nggak ada yang mengalahkan kecantikanmu. Tapi sayang, jangan marah-marah terus dong nanti kita berangkatnya kemalaman."
Walau dengan wajah yang cemberut, Mikha akhirnya duduk di jok belakang motorku. Syukurlah...
"Sayang, senyum dong..."
"Hem.." gue berusaha merayu.
"Mana aku liat senyumnya?" gue membalik pandangan ke belakang. Ada sedikit senyuman terukir di wajahnya. Gue memang beruntung memiliki pacar yang cantik, tapi gue merasa lebih beruntung karena bisa memiliki orang yang gue cintai. Bagi gue, kecantikan paras cuma bonus.
Akhirnya kami sampai di hypermart.
"Sayang, coba kamu lihat deh cewek itu," Pandangan gue menuju ke arah tunjukan telunjuk Mikha
Ada perempuan menggunakan baju berwarna pink, rok super pendek dan rambut yang dibiarkan terurai.
"Kenapa memangnya, sayang?"
"Menurutmu dia cantik, nggak?"
"Ya.. Lumayan,"
"Cantik apaan? Lihat aja tuh lipstiknya kayak cat encer. Bajunya aja norak banget. Rambut kayak nggak keurus."
Ya mana gue tau soal begituan. Lagian Mikha kurang kerjaan, pakai acara segitunya memperhatikan orang.
"Sayang, nggak boleh gitu. Sudah ya, jangan ngurusin orang. Biar aja dia berantakan, asal kamu rapi." Ya sebagai laki-laki yang baik, gue berusaha menasehati si bidadari galak ini.
"Kok kamu belain dia sih?"
"Loh, aku nggak belain dia sayang."
"Tadi??"
"Aku nggak belain dia sayang, aku cuma ngasih tau kamu mana yang baik, dan mana yang buruk. Udah yuk, kita cari makan dulu. Kamu pasti lapar, kan?" Mikha mengangguk dengan cepat. Gue langsung merangkul Mikha dan mengajaknya jalan. Namun...
"Ih.."
"Loh, kenapa sayang?"
"Jangan rangkul-rangkul, mending genggam tangan aja." Yaudah, gue nurut.
Kami berjalan sambil sesekali Mikha bercerita soal hobinya. Ternyata Mikha suka main game. Gue kaget dengarnya, soalnya dari tampangnya, dia kelihatan lebih suka shoping dari pada nge-game.
Setelah mengenyangkan perut bidadari galak, gue ngajak dia nonton Bioskop. Tapi Mikha menolak,
"Sayang, ini sudah jam sepuluh,"
"Terus?"
"Ya saatnya pulang lah... Kamu kira orang tua aku nggak bakal nyariin apa kalau misalnya anaknya nggak ada di rumah jam segini," Behh... Mulai.
"Yaudah, ayo kita pulang."
Di perjalanan keluar, tanpa sengaja gue ketemu Fitri. Dia bahkan menahan kami.
"Haii.. Edgar." sapa Fitri dengan wajah yang ceria. Malam itu, Fitri kelihatan cantik. Jujur aja. Tapi meskipun dia cantik, gue nggak akan tertarik sama hal itu.
Mikha menatap Fitri dengan tajam, sedangkan Fitri malah tersenyum dengan lebar. Gue merasa ada hawa panas diantara mereka.
"Ngapain kamu ngikutin kami sampai kesini?" tanya Mikha langsung dempetin badan gue. Tangannya bahkan melilit di tangan.
"Siapa yang ngikutin kalian?"
"Kamu! Aku tahu aja, kamu pasti nggak suka kan kalau aku pacaran sama Edgar?" Pacar gue langsung nyerocos aja, gak peduli ada banyak orang yang lalu-lalang di situ.
"Sayang, udah yuk. Jangan bertengkar."
"Kamu diam! Ini masalah antara perempuan dan perempuan. Kamu laki-laki, jadi jangan ikut campur."
"Sayang, kamu itu pacar aku."
"Heh! Bule kegatelan. Lo itu jadi cewek jangan manja dong! Sukanya jadiin pacar kayak budak. Lo kira, semua cowok bakal tunduk sama apa yang lo mau cuma karena lo cantik? Dih, ingat ya bule gatel, lo bakal kehilangan semuanya. Cepat atau lambat." Setelah ngomong seperti itu, Fitri pergi ninggalin kami. Gue sampai nggak sanggup berkata-kata lagi. Sedangkan Lea, dadanya sudah kembang kempis. Sepertinya dia ingin menyusul Fitri, tapi sayang dia enggak sanggup, entah karena apa. Ya gue sih bersyukur Lea nggak ngelakuin hal sampai segitunya.
"Kok kamu nggak belain aku sih?"
"Kamu kok jadi marah sama aku, yang?" tanya gue yang tidak tau apa-apa ini, mendadak kena imbasnya.
"Yaiyalah! Seharusnya kan kamu belain aku. Bukannya diam aja, mana pakai acara nyuruh aku berhenti lagi." jawab Lea dengan wajah yang mengekerut.
"Bukannya aku nggak mau belain kamu sayang. Cuma aku nggak mau aja memperbesar masalah. Mungkin Fitri cuma iri sama kamu, karena kamu dicintai banyak orang. Sudah lah jangan terlalu dipikirin, nanti malah bikin kamu sakit kepala. Aku sayang kamu,"
"Ya ampun sayang!!!!!!"
"Kenapa sayang?" tanya gue kaget.
"Perasaan tadi aku megang dompet, tapi sekarang dompetnya sudah lenyap!!"
-_-
Hehehehhe... Enggak apa ada sedihnya sedikit ππ
Comment on chapter Part1