Loading...
Logo TinLit
Read Story - Anything For You
MENU
About Us  

Di hari pertama, gue bahagia banget karena akhirnya bisa memiliki gadis yang sangat gue kagumi selama ini. Saat itu minuman pesanan Lea sudah berada dalam genggaman, gue aga gak paham sih apa keinginannya, tapi yang jelas ini adalah minuman yang paling sesuai dengan seleranya. 

Lea yang sedang asyik membaca buku seketika mendungak ketika gue memanggilnya dengan pelan, "Ini minumannya?" aku menyodorkan botol air mineral. Lea tertegun melihat senyum yang terpatri jelas di pipi ini. Awalnya Lea tersenyum, tapi seketika senyuman itu hilang dan berubah menjadi bibir yang bergelombang. 

"Sebenarnya kamu paham nggak sih apa yang aku mau?" firasat gue mulai nggak enak. Gue mencium aroma bahaya kala melihat wajah bening Lea mendadak memerah. 

"Ya, itu kan yang kamu pesan? Nggak dingin, terus nggak manis juga?" Seperti orang bodoh yang sama sekali tidak tahu apa-apa, aku malah bertanya dan makin membuat suasana makin memanas. 

"Iya emang! Tapi bukan berati harus air mineral kan?"

"Tapi kamu bilang jangan beli yang manis, ya ini kan sudah nggak manis." Tentu saja gue harus membela diri terlebih dahulu.

"Iya kamu beli yang masem-masem atau minuman apa gitu yang nggak kemanisan. Tapi jangan juga malah beli air mineral! Hambar! Kayak hubungan kita." omel Lea membuag kuping panas. Baru aja pacaran, masa hubungan ini langsung dikata hambar. Ya gimana mau nggak hambar, orang belum ketemu garamnya eh dia udah nggak sabar buat ngangkatnya. 

"Tapi sayang, kamu kan nggak bilang ka-" 

"Jangan banyak alasan! Cuma laki-laki pecundang yang repot mencari alasan buat membela kesalahannya sendiri." Buset dah ni cewek. Setidaknya, dengar dulu penjelasan gue. Tapi ya mau gimana lagi, masa gue mau marahin dia balik, mana tega.. 

"Ya udah maaf sayang, nih aku beliin yang baru."

"Nggak perlu, yang ini aja." Golok mana golok? Gue mau nusuk perut gue sendiri. Yeah! Seharusnya kalau dia tetap mau minum, nggak usah pakai acara ngomel-ngomel kek! 

Gue mengelus dada, jantung dan hati gue serasa mau copot gara-gara melayani satu cewek yang anehnya kalaupun cerewet, suka ngomel ini, dia tetap kelihatan selalu cantik. 

Sampai-sampai gue percaya, pasti ada bidadari yang galak kayak Lea. Atau jangan-jangan, Lea lah bidadari itu? 

"Bagus deh kalau kamu mau minum. Aku mau balik ke kelas dulu, ya."

"Ya." 

"Iya." Ada satu hal yang aku tunggu. 

"Ya."

"Iya," 

"Kamu ngapain masih disini sih? Katanya mau ke kelas?" Tuh kan, akhirnya gue ngerasain apa yang sering cewek-cewek rasakan di luaran sana. Gimana sakitnya punya pacar yang nggak peka! Sekarang sebagai cowok gue juga merasakannya. 

"Kamu nggak mau ngomong yang panjang kali lebar gitu, buat pengantar kepergianku?" tanyaku. 

"Nggak perlu lah. Yang jelas-jelas, hati-hati aja." Ah.. Harus tetap bersyukur dan sabar dengan sikap Lea. Semoga suatu saat dia berubah. 

Mungkin Lea menerimaku bukan karena cinta. Tapi karena dia bosan jadi incaran banyak orang. Makanya itu, aku harus berusaha lebih keras lagi supaya bisa memenangkan hatinya. 

Gue tersenyum beberapa detik, Lea membalas senyuman itu dengan bibir yang sulit sekali tertarik dengan sempurna. 

***

"Ed, lu beneran pacaran sama Eleanor?" tanya Daren dengan mata melotot, sorot matanya tajam masuk ke dalam pupilku. 

Gue mengangguk sambil tersenyum dengan bangga. Ya jelas lah, gue harus bangga karena berhasil menjadi satu-satunya cowok yang bisa menaklukan hati bunga Secantik Lea. Nikmat yang tidak bisa diindahkan. 

"Wah, beruntung banget lo bisa dapetin cewek secantik Eleanor. Sudah cantik, bohay, pintar terus.. Bule lagi. Sayangnya, orangnya jutek bikin bosan." ucap Daren awalnya muji tapi diujung malah mengungkit kekurangan orang.

Gue cuma nyengir-nyengir malas membahasnya. Mau menenangkan hati yang cape karena baru saja ditindas sama pacar sendiri. 

Daren menepuk pundak gue, senyumnya sumringah karena senang sekali karena gue berpacaran dengan Lea. Padahal gue yakin kalau seandainya Daren tau sifat aslinya Lea bisa-bisa kepalanya meledak. 

"Jadi gue bisa ikutan dong, kalau seandainya lo berduaan sama Eleanor."

"Setan dong."

"Mending setan-setanan daripada setan beneran kan malah lebih bahaya."

"Terserah deh."

Mood gue sedang buruk karena tahu sifat buruk Lea. Perasaan gue mulai tidak enak. Bagaimana kalau gue tidak tahan dengan sikap Lea lalu  memilih menyerah dan malah mengecewakannya? Pasti dia bakal benci sama gue. Sebisa mungkin gue harus bertahan! Anggap saja sikap buruk Lea adalah cobaan buat hubungan kami. Tahan nggak gue sama sikapnya? 

***

Saat pulang sekolah, gue bingung mau ngapain. Lea sudah nggak ada di kelasnya. Dan sialnya, gue belum minta nomor hapenya. Gue takut, Lea lagi nungguin gue atau sedang nyari gue. Nanti dia bisa marah. Bukannya kami harus pulang bareng? 

Jadi, gue putuskan buat nunggu Lea di gerbang. 

Ratusan langkah bolak-balik sudah gue lakukan waktu lagi nungguin Lea. Kemana sih tuh cewek? 

"Edgar? Lo ngapain disini?" Fitri, teman sekelas gue datang. 

"Nungguin Lea," Fitri nampak kebingungan, ah ya! Gue lupa kalau Lea dikenal sebagai Eleanor. Cuma gue yang secara spesial manggil dia dengan sebutan Lea. Dan Lea mengijinkannya. Aku bersyukur akan hal itu. 

"Eleanor maksudnya," 

"Oh... Tadi sih gue liat dia sudah dijemput sama supirnya. Memangnya, ada apa kok sampai harus nungguin dia? Kayak orang pacaran aja." Fitri tertawa namun seketika menatap dengan sinis. 

Gue nyengir sambil garuk-garuk kepala, "Kami memang pacaran. Baru jadian hari ini." Mata Fitri membulat, dia sepertinya terkejut dengan berita itu. Ah.. Wajar saja sih. Banyak yang tidak menyangka jika aku bisa menaklukan hati Lea. 

"Jadi, lo pacaran sama dia?" 

"Iya,"

"Wah..." Fitri menyambut tangan gue, matanya berkaca-kaca senyumannya mengambang. Baru kali ini ada yang begitu sangat bahagia akan hubungan gue. 

"Kalian ngapain disini?" tiba-tiba Lea datang di antara kami. Sorot matanya tajam memperhatikan tangan gue dan Fitri yang saling bersambutan. Ah! 

"Lea?" 

"Baru aja jadian sebentar, masa sudah main perempuan sih! Aku benci kamu!"

Yaelah! 

"Lea, ini nggak seperti yang kamu pikirkan Le.. Dengerin gue,"

"Gue? Baru sebentar, sudah berubah!" Lea ngomel-ngomel lagi. Pipinya yang merona itu semakin merah. Tangannya menggenggam dengan kuat disisi pahanya. 

"Lea, dengerin dulu penjelasanku. Plies.."

"Nggak ada yang harus dijelaskan! Semuanya sudah jelas."

Tuh kan! Ini nih cewek! Suka mengambil kesimpulan sendiri, terus waktu mau dijelasin mereka sama sekali nggak mau dengar. Benar-benar nggak dikasih kesempatan! 

"Aku benci kamu!" Kemudian Lea berlari masuk ke dalam mobil berwarna hitam. Tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. 

Ah... Baru aja jadian sehari masa sudah ada masalah sih? 

----

Hai.. Haii... 
Selamat membaca ya!!!! 
Semoga suka
Erii Ying-

How do you feel about this chapter?

1 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • Eriiyingg

    Hehehehhe... Enggak apa ada sedihnya sedikit πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter Part1
  • zufniviandhany24

    Waah.. Ini bukannya lucu, jatoh ceritanya malah sedih ya kakπŸ˜‚
    Jangan lupa mampir dicerita aku ya kak "Phsycopath vs Indigo"😁

    Comment on chapter Part1
  • Pat

    Hahahaha kocak nih Kakak Lea, Cerewet tapi tetap cantik.

    Comment on chapter Part1
  • Eriiyingg

    Ayooo bacaaa

    Comment on chapter Part1
  • Eriiyingg

    Terima kasihhh...

    Comment on chapter Prolog
  • Pat

    Renyah banget nih!!!

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags