Waktu berputar begitu cepat, suara bell pulang berbunyi. Setelah itu getaran ponsel di kolong meja Gemi terdengar, Gemi mengambil ponsel bersilikon biru, dan juga ring tertempel pada ponselnya. Tertera nama Mamah di layarnya, di letakkan benda pipih itu di telinga Gemi.
“Hallo, mah”
“…”
“Berlawanan arah dengan tempat Les ku mah. Dan mungkin aku akan telat masuk les”
“…”
“Oh.. baik lah”
Gemi mematikan sambungan teleponnya. Gissel yang sedang menunggu Gemi, hanya menaikkan alisnya, bertanda apa yang terjadi.
“Nyokap, nyuruh gue beli bunga, terus gue kasih ke pak Cau” kata Gemi, memberikan penjelasan pada Gissel.
“Kenapa gak pak Caunya aja, yang beli”
“Pak Cau, gak tau bunga kesukaan Nenek, dan gak ada uang juga untuk pak Cau beli”
Gissel hanya menautkan kepalanya dan gumaman oh.
“Gue bareng lu ya” lanjut Gemi. dan Gissel berseru iya
Perjalan menuju toko bunga. Gissel dan Gemi bercanda tak jelas dalam mobil. Menceritakan tentang drama tadi malam yang di tonton oleh Gemi dan sebaliknya. Sampai tempat toko bunga. Gemi mengucapkan terimakasih, kemudian Gissel melanjutkan jalannya.
Gemi masuk ke toko bunga, senyuman seorang pegawai, dan kalimat selamat datang membuat Gemi tersenyum senang dan juga bau bunga begitu menghiasi ruangan toko ini. Menelusuri setiap pot bunga yang berada di ruangan. Dan menemukan bunga tulip berwarna ungu, Gemi menyukai bunga tulip seperti neneknya. Jadi tidak susah untuk bertanya atau susah-suah mencari bunga kesukaan nenek.
Gemi membayar bunga itu. Dan melihat jam tangannya menunjukan pukul 14.43 wib. Sebentar lagi jam Les Gemi di mulai. Gemi menyuruh, Pak Cau agar cepat datang ke toko bunga. 20 menit berlalu, pak Cau datang dengan mobil Honda jazz. Dan meminta maaf, kalau dalam perjalanan terhambat macet.
Disaat Gemi ingin masuk kedalam mobil. Ren keluar dari toko bunga yang sama, tapi kenapa Gemi tidak melihat Ren masuk delama toko tersebut. Pikiran penasaran Gemi muncul, dan kembali menutup pintu mobil.
“Ka? Tidak jadi bapak antar?” tanya pak Cau. Menurunkan jendela mobil.
“Tidak pak” jawab Gemi.
Ren memberhentikan bis, dan Gemi dengan cepat ikut menaiki bis tersebut, dengan beda pintu masuk. Pikiran Gemi di penuhi pertanyaan. Untuk apa Ren membeli satu bucket bunga tulip. Gemi mengambil topi hitamnya di dalam tas, dan dipakai agar Ren tak mengenalnya. Rasa detective Gemi pun muncul, dan akan mengetahui kenapa Ren mempunyai sikap aneh seperti itu.
Setengah jam perjalanan. Sampai di halte di daerah yang sama sekali Gemi tidak tau dia berada dimana. Ren berjalan kembali menyusuri sebuah jalan setapak. Gemi sedikit canggung, dan kembali mengikuti Ren, walau dia tahu kalau sekarang sudah melewati jam Les-nya.
Ren memasuki sebuah kawasan pemakaman umum. Gemi hanya bisa melihat Ren dari jauh, kemudian Ren meletakkan bucket bunga tulip. Gemi tidak melihat Ren dengan jelas, karena Ren membelakangi Gemi. tapi, ketika Gemi ingin meninggalkan tempat itu, Ren menguncir rambutnya, dan itu membuat Gemi menyiritkan keningnya.
Gemi terpaksa meninggalkan TPU karena jika dia meninggalkan Les sehari, ayahnya akan menjadi singa selama semalam. Sedangkan disisi lain. Ren, menangis dengan segukkannya. Tak kuasa jika dia terseyum di depan orang yang selama ini menjadi pahlawan bagi Ren. Dan sebagai sahabat sejati dan juga kakak yang paling terbaik, Ren berusaha agar Girta tidak kecewa disaat ulang tahunnya.
“Girta. Ren kangen sama Girta, Ren kangen di ajak makan es cream, Ren kangen di ajak ke pasar malam, dan Ren kangen candaan Girta” suara itu keluar. Ren benar-benar berada di dalam kesedihan. Suara tangisan Ren mampu membuat penjaga makam mengamati Ren.
Ren menghentikan tangisannya, dan mengeluarkan kertas origami warna-warni. Di letakan di tanah.
“Girta, masih ingat gak cara buat, pesawat, kapal laut, dan burung” tanya Ren, dan itu tidak akan pernah di jawab oleh Girta.
“Girta, Ren sekarang bisa buat bunga juga loh”
“Oiya, Girta. Ulang tahun Girta yang ke 18 mau apa?”
“Ren tau, pasti Girta mau, bola basket kan?”
“Iya dong Ren tau semuanya”
Ren terus berbicara sendiri. Dia tak peduli dengan orang yang mendengar atau melihatnya yang terbilang aneh. Ren terus berbicara sampai dia puas, karena Ren hanya bisa bertemu dengan Girta pada waktu yang istimewa. Sudah banyak kertas berbentuk aneka ragam, di atas tanah berunduk. Mulai dari kapal laut, pesawat, burung, bunga, dan lain-lain.
“Girta, kemarin aku ditolongin sama anak baru dikelas ku. Tapi, aku terlalu bodoh, meninggalkan dia begitu saja, aku tidak mengucapkan terimakasih sama dia. Pasti Girta marah besar sama Ren, karena sikap kanak-kanak Ren masih ada. Ren minta maaf Ta. Ren berjanji, akan mengucapkan terimakasih sama Gemi” ucap Ren, dengan senyum tulusnya.
Malam ini tidak seperti malam kemarin, suasana malam ini lebih baik dari malam kemarin. Bulan dan bintang bersinar terang, mengalahkan sinar lampu jalan. Gemi baru pulang les pukul 19.30 wib. Karena dia telat datang les, dan soal pelajaran tidak mengerti membuat, jam pulang menjadi larut.
Uang ongkos Gemi pun habis, karena membeli bunga dan juga untuk mengikuti Ren tadi siang. Dan sangat terpaksa, Gemi berjalan kaki sampai rumah. Ponsel Gemi pun lowbat, itu yang menjadi kendala, karena Gemi tidak bisa menelfon Pak Cau agar menjemputnya.
Gemi selalu bingung pada jalan ini, sangat sepi dan sunyi. Padahal waktu masih dibilang sore, bagi para karyawan. Gemi memakai earphone memutar lagu kesukaannya yaitu Without You-Fidding Hope, dan sedikit bernyanyi pada lirik yang dia ketahui.
Taman bermain. Gemi melewati taman itu tanpa ada rasa takut. Kemudian ada suara motor sport dan berhenti di samping Gemi. Gemi berhenti berjalan, dan melihat laki-laki yang sama seperti malam kemarin.
“Ada apa? kalau tanya jalan jangan ke saya. Saya tidak hafal jalan disini” kata Gemi. sebelum laki-laki itu bersuara. Sebenarnya bukan tidak hapal, melainka tidak tau
“Ikut aku, di depan sana ada segerombolan anak berandalan. Dan kalau kamu tidak mau kenapa-kenapa, naik” kata Laki-laki itu.
Gemi mempertajamkan matanya pada ujung jalan, kalau di depan sana benar-benar ada beberapa motor yang sedang di parkirkan sembarangan, dan juga banyak asap seperti asap rokok dan vape.
“Gak, siapa tau lu sekongkolan sama mereka”
“Naik atau aku tinggal”
Gemi terdiam sedikit bingung, jika dia menolak, sama halnya dia akan datang di rumah sangat malam, dan ditambah ada segerombolan anak berandalan. Kalau dia menerima, Gemi tidak mengetahui siapa laki-laki ini. Ketika laki-laki itu menghidupkan motornya kembali, Gemi menerima dan menaiki motor sport tersebut.
Sampai di depan rumah Gemi. rumahnya masih sepi, dan mobil Irgi belum terparkir didalam. Gemi turun dari motor Laki-laki itu. Gemi semakin penasaran sama wajah laki-laki itu, karena selama dia melihat laki-laki ini, Gemi belum pernah melihat wajahnya.
“Nama lu siapa?”
Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Gemi, melainkan melajukan motornya meninggalkan perkarangan depan rumah Gemi.
“Terima kasih” teriak Gemi. Wajah kecut Gemi keluar, dan rasa kesal sudah berada di umbun-umbunya. Gemi menghentakkan kakinya di permukaan tanah, dan memasuki halaman rumahnya.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama