Part 3
Malam tanpa bulan dan bintang, tertutup sudah oleh awan hitam, yang akan menurunkan butiran air. Ren duduk di balkon rumahnya, menatap awan hitam.
“Ta, apa aku berbuat salah dengan dia. Dia orang yang pertama menolongku ketika aku tertekan. Aku bingung untuk berterimakasih kepadanya. Berbicara saja aku tak mampu Ta. Suara ku hanya untuk berteriak dan menangis. bahkan tertawa dan tersneyum saja, sudah tidak ada di wajahku” ucap batin Ren.
Air mata Ren dan turunnya rintikan hujan jatuh bersamaan. Mereka saling membasahi permukaan, hujan membasahi kota Jakarta, dan air mata Ren membasahi pipinya. Segukkan suara tangisan Ren keluar dan gemuruh langit pun ikut berseru.
Suara ketukan pintu mampu membuat tangisan Ren terhenti. Ibu Ren membuka pintu dengan perlahan, mendekati Ren di balkon kamarnya. Angin malam, membuat Weni sang ibu Ren menggigil kedinginan.
“Sayang, Kita makan malam, sebentar lagi ayah pulang” kata Weni, mengusap pundak Ren.
Ren terdiam. Dan beberapa detik dia mengangguk, bersamaan datangnya Doni ayah Ren dengan mobil Fortunare.
“Mah.. besok ulang tahun Girta, pulang sekolah Ren akan menemui Girta” kata Ren, hanya anggukan Weni dan senyuman kasih sayang sebagai jawaban.
Weni meninggalkan Ren terlebih dahulu, karena Doni sudah mengetuk pintu, agar segara dibukakan pintu.
Ren berbeda sikap jika berada di sekolah dan dirumah. Ren menyembunyikan ini pada orang tuanya dengan cara prestasi Ren di sekolah tidak menurun. Dan penampilan pun juga berbeda, ketika di sekolah, rambut Ren selalu diurai dan menutupi wajahnya dengan poni, sedangkan dirumah, rambut Ren di kuncir kuda, tanpa menutupi wajah cantiknya.
Ren menuruni anak tangga, karena kamar Ren berada dilantai 2. Setiba di ruang makan, Ren duduk dan memulai makan tanpa basa-basi untuk berbicara. Weni dan Doni mehami hal ini, karena laki-laki yang selama ini menjaga Ren sudah pergi jauh, dan tak akan pernah kembali. Kesedihan Ren sudah melarut kedalam hatinya, bahkan Weni dan Doni tidak pernah melihat senyum dan tawa Ren.
---
Alarm membangunkan Ren, waktu masih menunjukan pukul 05.40 wib. Ren bangun dan melihat tanggal pada kalender mini yang berada diatas nakas. Ren tersenyum simpul.
“Selamat Ulang Tahu Girta” suara serak yang masih dalam kantuknya, dan juga air mata kembali berjatuh.
Ren bersiap-siap untuk sekolah. Kali ini dia membawa ikat rambut dan juga sebuah kertas origami warna-warni, di masukan kedalam ranselnya. Ren menuruni tangga, dan selalu seperti ini, rumah yang sangat mewah dan megah tidak menghidupkan isinya. Rumah ini sangat sepi, dan sama seperti kehidupan sebelumnya yang pernah Ren alami. Walau Weni, merasakan kebahagian di kehidupan ini.
©©©
Gemi bangun dengan terburu-buru, tadi malam dia menghabiskan waktunya dengan menonton drama luar mulai korea, Thailand dan Chines. Membuat lingkaran hitam di bagian matanya terlihat. Cemoohan Gemi sendirilah yang membuat kamarnya berisik, dan Gemi tersadar kalau, hari ini akan ada ulangan Fisika di jam pertama. Dan itu membuat Gemi terburu-buru.
Gemi diantar oleh pak Cau, tukang kebun di rumahnya, dengan memakai sepedah motor, agar tidak terkena macet. Pak Cau mengemudi motornya bagaikan dia membawa pisang, dan itu artinya pak Cau seperti tidak membawa nyawa. Hal asil Gemi hanya berdoa dalam hati, agar tidak terjadi apa-apa. Toh itu kesalahan Gemi sendiri.
Sampainya di depan Gerbang sekolah, Gemi turun dari motor dengan cepat. Ketika sudah memasuki sekolahan Gemi membuang napas dengan lega, karena dia tidak jadi terlambat. Tapi murid Mahardika, menatap Gemi dengan menahan tawa, ada pula yang tertawa lepas, dan juga menatap Gemi dengan heran.
“Ka Gemi” Panggilan Pak Cau.
“Lah pak, ada apa?” jawab Gemi memegang kepalanya. Dan merasakan kalau kepalanya sedikit membesar dan keras, Gemi mengetuk kepalanya, dan kemudian melihat apa yang berada di kepalanya. Helm yang di pakai Gemi masih membalut kepalanya, dan ini yang membuat satu sekolah tertawa melihat kekonyolan Gemi.
“Aduh pak, maaf. Gemi sampai lupa helm-nya” kata Gemi membuka Helm dan sedikit tertawa. Yaa.. sebenarnya sangat malu.
“Yasudah, saya pulang ya Ka” pamit Pak Cau. Dan jawaban Gemi hanya mengangguk.
Dalam perjalanan menuju koridor, Gemi merapihkani rambutnya, bahkan ujung rambut Gemi sedikit kusut, dengan cara manual jari jemarilah yang menjadi sisir dadakan saat itu.
Kemudian dari arah berlawanan Gissel tertawa melihat Gemi yang sedang kerepotan. Gemi berhenti jalan, ketika Gissel tersenyum ejek pada Gemi, bersamaan dengan ponsel Gissel dihadapan Gemi. Menunjukan suatu poto yang dimasukan kedalam snap instagram, dan itu ketika Gemi sedang berdiri dengan helm batok kepala.
Gemi membulatkan matanya, disaat itu juga Gissel melarikan diri, agar tidak terkena cabikan Gemi.
“GISSEL..!HAPUS …..” teriak Gemi mengejar Gissel, menyusuri koridor di sekolahan.
“KALAU MAU AMBIL HP-NYA SENDIRI kata Gissel, ikut berseru di koridor, tetap berlari.
La Nuit
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama