Kring!!!
Bel istirahat berbunyi, pak Gerno sudah keluar 20 detik sebelum bel berbunyi. Gemi mengambil buku hariannya. Setiap hari Gemi selalu menulis, kesehariannya. Tapi, Gemi tidak memulai menulis, karena gadis yang Gemi lihat sebelumnya, berjalan menunduk dengan sebelah wajah ditutup poni panjang.
"Dia Ren, namanya Ren Diana Tri. Anaknya memang kaya gitu, ya semenjak pacarnya meninggal sih. Tapi, sebelumnya dia gak begitu. Kenapa gue tau, so gue se-smp sama dia. Tapi gak pernah berteman, sekedar tau nama" kata gadis yang duduk di depan Gemi.
"Oh, dia kaya gitu karena..."
"Gue gak tau pasti, tapi dari berita yang gue dapat seperti itu. Oiya, kenalin nama gue Gissel Cantika, panggil aja Gissel, plus gue wakil ketua kelas. Dan satu lagi, sebaiknya lu jangan dekat sama dia" ucap Gissel panjang lebar.
"Kenapa?"
"Itu percuma, dia gak akan jawab pertanyaan yang lu tanya ke dia"
"Bisu? Terus dia di buli gak?"
"Kalau Bisu gak sih, tapi kalau soal buli itu pasti, apalagi sama senior"
Gemi mengangguk bingung. Kemudian Gissel mengajak Gemi ke kantin. Perjalanan menuju kantin, Gissel menjelaskan setiap ruangan demi ruangan, bahkan cerita latar belakang sekolah Mahardika. Sampainya, di kantin sudah di padati oleh lautan murid Mahardika. Membuat Gemi dan Gissel mengantri, untuk membeli makanan.
Dua mangkuk bakso sudah berada di hadapan Gemi dan Gissel. Mereka memakan sangat hati-hati, karena kuah bakso masih mengeluarkan uap panasnya. Disaat-saat menikmati makanan, tiba tiba...
Bruk!!!
"Cupu, lu kalau jalan hati-hati!" kata perempuan berlogo XII Ips bernama Sela. Menatap Ren dengan sangat mencekram.
"Potong poni lu, kalau bisa botakin. Supaya, kalau jalan gak nabrak orang!" lanjut Via. Yang terkena Bumbu Siomay. Membersihkan bajunya dengan tissue.
Seisi kantin melihat dengan antusias. Ada yang merekam, dan juga menjepret dengan hp kameranya. Ren hanya mematung dan kembali menatap mata kakak kelas yang sebenarnya sangat ingin mencabik Ren.
Benar saja. Suara tamparan terdengar jelas, keheningan sudah meluas di kantin, aktifitas pun terhenti. Ren tetap diam saja, tamparan itu pun tidak membuat dia goyah pada tumpuannya.
Gemi berdiri mendekati Ren dan 2 kakak kelas yang sedari tadi mempojoki Ren. Bahkan tak ada satu orang pun untuk menjadi penengah. Mereka lebih baik menonton, seperti di bioskop, dengan gendre Non-fiksi.
"Sorry ka, dia gak sengaja" kata Gemi, tapi Ren pergi begitu saja. Setelah Gemi mencoba menolongnya. Suara sorakan menimpa pada Ren, tidak hanya suara bahkan kertas atau pun sampah ikut serta. Gemi hanya diam dan memejamkan matanya beberapa detik.
"Lu pasti anak baru disini, sebab itu lu belum tau dia. Dan lebih baik lu jangan pernah ikut campur urusan orang" kata Via. Meninggalkan Gemi, dan diikuti Sela.
Setelah itu, kantin kembali ramai. Gissel mendekati Gemi, dan mengajak Gemi menuju ruangan yang tertuli, Ruang Mading.
"Gue kan udah bilang ke lu jangan deketin dia. Dan tadi lu tolongin Ren, sekarang lu tau kan Ren seperti apa" kata Gissel, duduk di bangku sambil merapihkan meja kerjanya.
"Kalau gak dibantu, masalahnya pasti gak bakalan sampai disitu aja" jawab Gemi.
"Setelah lu selamatin dia, dia gak bertemakasihkan sama lu"
"Ya-ya,, sudahlah. Gue tolongin dia itu ikhlas. Gue gak suka aja ada pembulian di sekolah"
Terserah lu deh Ge. Oiya, lu mau gak masuk eskul Mading. Kebetulan gue yang jadi ketua sementara disini. Ya ketua aslinya Ren, terus dia di keluarin karena ada masalah gitu" kata Gissel.
"Jadi ini maksud lu ngajak gue keruangan ini?"
"Bukan, ya. Gue sering kesini aja. Kalau jam istirahat, dan gue kepikiran tentang lu. Ya lu mau gak masuk eskul madding?"
"Menarik, gue ikut deh"
—————————
Malam bbegitu sunyi, suara angin dengan lampu jalan sedikit reduksi, membuat suasana menjadi horor. Gemi baru selesai hari pertama sekolah dan juga hari pertama Les (belajar tambahan). Dan itu membuat Gemi harus pulang pukul 18.15 wib. Setiap jam belajar tambahan.
Pohon kapuk dihembus oleh angin, menyisir buah kapok berjatuhan. Angin malam menyentuh kulit Gemi, membuat rasa merinding menyelimuti tubuhnya. Berjalan sedikit cepat, mampu menghilangkan rasa takut, walau hanya sedikit.
Gemi tidak takut dengan hantu atau makhluk dari dunia yang berbeda dengan Gemi, melainkan mereka yang berbuat jahat, seperti perampok atau orang jahil lainnya.
Ketika Gemi berjalan melewati taman bermain. Gemi melihat laki-laki yang tadi pagi dilihat sebelumnya. Sedang duduk di bangku taman. Gemi berhenti sebentar melihat laki-laki itu, rasa ingin mendekati itu sudah berada di pikirannya. Tapi, tidak dengan niatnya, Gemi melanjutkan perjalanannya.
EBI-nya Bung. Masih berantakan.
Comment on chapter Pertama