“Gue hampir rusak hanya karena tingkah tolol lo!.” Bentak Nessa dengan segala emosi yang selama ini tersimpan.
Nevan terdiam, dia memperbaiki posisi tubuhnya dari tiduran menjadi duduk bersandar. Beberapa jam yang lalu dia melakukan pengobatan, pipinya kurus dan bibirnya terlihat pucat. Ali hanya menatap makhluk kembar ini yang sama-sama terdiam, ada rasa iba melihat Nevan yang selalu berusaha tegar dan sang saudari masih tidak menyadarinya.
“Ness, maafin aku.” Lirih Nevan, kini dia menggunakan kata aku-kamu.
Nessa hanya bisa menatap saudara kembarnya dari layar ponsel, dia juga tidak tega memberikan caci maki untuk saudaranya yang tengah berjuang melawan sakit. Nessa mengangguk lemah, dia memaksa untuk tersenyum. “Gue mohon berubah lah.” Pinta Nessa.
“Iya, jaga diri lo baik-baik ya. Insyaallah sahabat-sahabat gue bakalan jagain lo. Nggak usah khawatir, soal tadi gue bakalan bilang sama papa.”
“Jangan bilang sama papa Van, dia sudah repot dengan lo nanti makin repot dengan masalah ini.”
“Lo cewek Ness, anak perempuan satu-satunya papa dan adik perempuan gue satu-satunya. Ini masalah serius, apalagi tindakan ini dilakukan di lingkungan sekolah. Lo tenang aja, hidup lo nggak bakalan terganggu jika masalah ini dibawa ke polisi.” Ucap Nevan dengan tenang.
Nessa menggangguk pasrah, “Lo istirahat gih, nanti malam gue vc.” Suruh Nessa.
Nessa memberikan ponsel Ali, dia merasa cukup lega karena secara tidak langsung Nevan memberikan dia perlindungan.
“Oke bos, siap.” Ujar Ali kemudian menutup vidio call.
Ali mengajak Nessa pulang, tidak banyak yang Nessa ucapkan. Kini pikirannya bercabang-cabang, dia memikirkan bagaimana Nevan sekarang apakah dia kuat tanpa dirinya disamping Nevan, bagaimana keadaan Adelio sekarang apakah dia juga baik-baik saja melawan mantan gengnya itu. Tak banyak yang bisa membuat dia bahagia, dan selalu saja ada masalah yang menghampirinya.
Sesampai di rumah, Thifa menyambut kedatangan Nessa dengan cemas. Dia memeriksa keadaan Nessa dari ujung kepala sampai ujung kaki, alhamdulillah tidak ada yang lecet. Dia baru saja mendapat telfon sang suami, dan pastinya sebagai orang tua dia sangat cemas dan takut putrinya kenapa-kenapa. “Nggak papa ma, Nessa baik kok.” Ucap Nessa setidaknya bisa mnepis rasa khawatir Thifa.
Thifa mengangguk, “Iya sayang, syukur lah teman-temanmu cepat datang, kamu tenang saja mama bakal urus semua ini. Ini sudah masuk dalam tindakan pelecehan dan kriminal, sekarang kamu istirahat ya. Kalau ada apa-apa panggil mama ya.” Thifa mengecup kening Nessa, sangat lama sampai Nessa terharu dengan cinta kasih mamanya yang amat besar.
Setelah bersih-bersih dan menunaikan shalat Nessa berbaring disamping Daffa yang terlelap. Wajah Daffa sangat ganteng dan mirip dengan Nevan yang membedakan hanya warna bola matanya. Dia membelai rambut halus milik Daffa, senyum Nevan yang indah kini membuat hatinya makin sakit.
Pintu kamar terbuka, “Adelio kesini, dia mau mastiin kondisi kamu. Kamu keluar ya, mama mau buatin dia minum dulu.” Ucap Thifa.
Nessa mengangguk malas, dengan jalan tertaih dia keluar kamar. Sudah ada Adelio yang duduk di sofa, matanya tajam melihat kondisi Nessa. Adelio sepertinya tidak mendapatkan kondisi yang buruk dari Nessa, gadis itu masih dapat tersenyum tipis meski masam. Nessa duduk di sebelah Adelio, dia masih jengkel melihat Adelio, pria dengan kepribadian aneh yang tidak bisa dia tebak.
“Kenapa harus lewat sana sih Ness?” Nessa sudah dihujani pertanyaan.
“Nggak tahu tiba-tiba kepikiran lewat sana aja.” Ucap Nessa enteng.
“Lo nggak apa-apa kan?”
Nessa menggeleng. “Lo ngapain kesini?”
“Cuman mastiin keadaan lo.” Lirih Adelio.
“Keadaan gue baik, meski sedikit syok.” Jelas Nessa.
Adelio menatap bola mata Nessa, begitu indah sampai dia terpukau. “Syok? Bisa jelasin kenapa bisa syok?” pinta Adelio.
“Gue syok aja dengan kejadian tadi, hampir saja masa depan gue hilang. Terus gue syok dengar cerita lo tentang Nevan, sumpah semua di luar yang gue pikirin.” Nessa tertunduk.
“Banyak yang nggak lo ketahui di luar sana Ness, jadi berhati-hatilah.” Ucap Adelio seolah membuat Nessa makin takut.
Thifa datang membawa dua cangkir coklat panas yang sangat pas dengan suasan gerimis di luar sana.
“Diminum Lio.” Ucap Thifa.
“Makasih tan. Hmm, coklat panasnya nggak pernah beda ya tan masih kayak dulu, enak banget.” Puji Adelio yang membuat Nessa bingung, masih kayak dulu? Berarti Adelio sering main ke rumah, tapi ngapain?
“Ah kamu bisa aja, makanya sering main kesini.”
“Gimana mau kesini tan, teman aku yang dulu kan sudah jadi musuh.” Ucap Adelio memamerkan deretan giginya.
“Masih ada Nessa.”
“Katanya sih dia mau jadi musuh aku juga Tan.”
“Loh kok musuh? Bukannya kalian pacaran ya?”
“Hah?” Nessa sontak kaget mendengar pertanyaan atau pernyataan mamanya itu.
“Hampir tan, doain aja.” Goda Adelio yang membuat pipi Nessa memerah.
“Ada-ada aja kamu, oh ya tante titip Nessa di sekolah ya. Soalnya kamu tahu sendirikan, anak gadis yang cantik ini banyak banget yang ngicar.” Ucap Thifa mencoleh dagu Nessa.
“Issh, apaan sih ma.” Nessa terlihat kesal.
“Oke tan, selagi ada Adelio insyaallah Nessa aman.” Adelio mengacungkan dari jempolnya.
Thifa mengangguk, dia kembali mengurus El yang sudah merengek minta susu. Ruang tamu kembali hening. Nessa menunduk menatap keramik yang indah, sedangkan Adelio memperhatikan tingkah Nessa yang menggemaskan.Kini dia terlihat sangat beda dengan saudara kembarnya yang garang dan menakutkan.
“Gue pulang dulu ya, soalnya mau hujan lebat nih.” Adelio beranjak berdiri, dia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah menjelang magrib.
Nessa mengangguk, ada kata yang tertahan di tenggorokannya. Adelio yang sangat mengerti gerak-gerik wanita hanya tersenyum geli, tangannya mengacak rambut Nessa hingga berantakan. “Lo tenang aja, gue bakalan ada buat lo dan kita nggak cuman berdua ada teman-teman gue dan temannya Nevan yang bakalan jagain lo dan memastikan lo aman di sekolah atau di luar rumah. Gue pulang dulu, bilang sama tante ya gue pamit, bye.” Adelio tersenyum hangat, dia melangkah menuju halaman depan, tak lama kemudian suara motornya terdegar menjauh.
Nessa tersenyum tipis, dia kembali masuk kamar untuk istirahat seraya memeluk Daffa yang begitu nyenyak dan terbuai dengan mimpi-mimpi indah.
***
“Gue dengar Nevan sakit ya? Keadaannya sekarang gimana Nes? Dia bakalan ballik ke sini lagi kan?” ini pertanyaan ke empat kalinya yang dilontarkan kepada Nessa.
“Sekarang sudah baikan sih, doain aja ya.” Jawab Nessa singkat dan meninggalkan sang penanya yang belum puas bertanya.
Kelas terasa ramai saat Nessa datang menginjakkan kakinya di sana, kabar Nessa yang hampir celaka begitu cepat meluas. Mereka berbondong-bondong menanyakan keadaan Nessa apakah baik-baik saja atau ada yang terluka. Nessa menjawab dengan senyuman tipis, itu sudah cukup mengambarkan kondisi batinnya yang kurang enak.
“Lo nggak apa-apakan Ness? Kenapa langsung sekolah sih? seharusnya lo nenangin diri dulu.” Nasehat Tari.
“Kalau gue di rumah, gue makin stres Tar. Lo tahu sendirikan gue ini gimana.” Jawab Nessa malas.
“Tapi lo nggak ada yang lecetkan? Gue denger-denger sih anak-anak yang mau celakain lo di keluarkan dari sekolahnya.” Intan mengambil posisi duduk di hadapan Nessa.
“Seriusan? Kenapa sekolahnya cepat banget ngambil tindakan?” tanya Nessa penasaran.
“Sekolah mereka juga sudah capek ngurusin kebandelan mereka, dan mereka juga sudah janji satu kali lagi membuat masalah mereka akan dikeluarkan.” Jelas Dira yang mendapatkan anggukan dari teman-temannya.
Kelas yang ramai seketika sepi, semua kembali ke aktifitas mereka masing-masing. Tari, Intan, dan Dira yang menyadari perubahan drastis dari teman-temannya langsung menoleh ke pintu masuk, sudah ada Adelio bersama teman-teman Nevan. Mereka tidak masuk, hanya saja mereka berunding di depan kelas orang lain. Tak lama Ali mengangguk dan masuk ke kelas.Dialah orang yang paling dekat dengan Nessa diantara sahabat-sahabat Nevan.
“Lo selalu dengerin apa kata kita-kita ya Ness, kalau pulang langsung pulang.Jika ada urusan keluar rumah apa pun itu urusannya lo harus ngomong dulu sama kita-kita biar diantara kita ada yang ngikutin lo.” Ucap Ali.
“Lho memang kalian siapa? Kenapa gue harus lapor dulu mau ngapain.” Jawab Nessa sewot.
“Betul tuh.” Timpal Intan.
“Lo ya sama aja sama Nevan bikin gue naik darah. Ini demi keselamatan lo juga Ness, apa lo mau kejadian kemarin terulang lagi? Nggakkan? Penting dengerin aja kata kita kalau mau hidup lo selamat. Ingat Ness, Nevan sekarang nggak ada buat jagain lo dan lo tahu sendirikan gimana musuh Nevan?” Ali menaikan salah satu alisnya.
“Iya-iya deh, pergi gih. Teman-teman sekelas gue sudah risih.” Usir Nessa.
Ali mengangguk, dia berjalan meninggalkan kelas. Teman sekelas Nessa tidak perlu kepo lagi dengan perbincangan mereka, toh Ali bicara secara terang-terangan dan lantang. Siapa pun yang ada di kelas akan mendengarnya. Ali dan yang lain pergi dari kelas Nessa, sungguh ini kejadian diluar pemikiran Nessa.
“Jangan cemas Ness, kita bakalan ada di samping lo.” Ucap Dira yang berusaha menenangkan Nessa. Sepandai apa pun Nessa berusaha baik-baik saja, berusaha tegar semua akan mudah terungkap dari sorot mata dan tingkahnya yang gelisah.
“Makasih guys.” Nessa menarik sudut bibirnya yang kaku untuk tersenyum.
Bagus banget siihh...
Comment on chapter Ini Aku (Nessa PoV)