Besok paginya di tanggal 27 Desember 2017, seperti biasa sebelum pergi aku selalu pamit dulu dengan Aim melalui WA.
“PING”
“Ya sayang. Aim pergi kerja yah sayang”
“Iya sayang. Ini Yani juga mau gerak”
Sejam kemudian dia membalas pesanku,
“Udah dimana sayang?”
“PING”
“PING”
“Amplas sayang.” kataku
“Ohhh Hati-hati yah sayang aim”
“Iya sayang. Semangat kerjanya yah sayangku”
Siangnya aku pulang kerja lebih awal dari biasanya, aku dan Aim sudah berencana mau pergi. Aku menunggunya di rumah. Dia bilang tunggu yah sayang dan akupun menunggunya. Tetapi firasatku gak enak, kenapa lama sekali. Sejam lebih aku menunggu. Dia juga gak membalas pesanku. Akhirnya dia datang sudah tidak bernyawa lagi. Dia mengalami kecelakaan dan pergi selamanya. Sungguh aku bagaikan tersambar petir. Badanku lemas, jantungku berdetak gak karuan mendengar beritanya dari mamaku. Aku gak percaya ini terjadi. Aku teriak. Aku bilang sama mamaku, “Ma ... ditinggalkan sih Aim aku ma. Jahat dia ma. Ditinggalkannya aku ... Gak ada lagi kawanku ma.” Ternyata lagu haruskahku mati yang dinyanyikannya semalam itu sebagai lagu terakhirnya untukku. Lagu perpisahannya untukku.
Aku gak terima dengan ini semua. Gak mungkin dia pergi. Gak mungkin. Tadi kami masih chattingan. Aku hancur. Hatiku sakit. Dalam hati aku berkata, Kenapa ? Kenapa ini bisa terjadi ? Kenapa ini bisa terjadi sama kita Aim? Kamu tega yah. Kamu ninggalin aku sendiri. Kenapa kamu gak berjuang untuk aku? Apa rupanya yang sakit ? Mana yang sakit ? Selemah itu lelaki yang selama ini bersmaku ? Kamu jahat yah. Gak ada lagi kawanku sekarang. Sejam sebelum kejadian kita masih chatting. Harapan dan mimpi yang kita bangun selama hampir 6 tahun hancur begitu saja. Bagaimana hidupku tanpamu ?
Aku datang ke rumahnya ketika aku merasa siap. Aku berjalan menuju rumahnya yang gak jauh dari rumahku. Rumahnya sudah rame sekali. Tenda yang sudah siap untuk dipasang di depan rumahnya. Aku masuk ke dalam rumahnya. Semua mata tertuju padaku. Aku melihat mamanya, keluarganya dan semua orang yang ada disitu menangis. Aku lihat dia tertidur, tubuhnya yang tinggi, putih, dan gagah yang selalu melindungiku menjadi kaku dan tak berdaya, wajahnya pucat, senyumannya hilang, nafas dan detakan jantungnya tidak ada lagi. Aku tersungkur disamping jasadnya. Kakaknya teriak saat melihatku, “Efraim, sih Ani datang. Efraim, lihat sih Ani datang.” Biasanya saat aku datang, dia langsung bangun dan menyambut kedatanganku atau aku bakal masuk ke kamarnya untuk membanguni dia yang sedang tidur. Tapi saat itu, aku teriak sambil menangis. Dia gak merespon. Dia tertidur begitu pulas. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku berteriak sekuat-kuatnya.
“Aim ....
Kau tinggalkan aku yah ...
Jahat kau samaku yah ...
Aim ...
Gak sayang lagi kau samaku yah ...
Jahat kali kau Aim ...”
Dia hanya diam. Dia tidak menjawabku.
Hal yang gak pernah aku bayangkan dalam hidupku harus mengalami ini. Tuhan gak ngasih aku kesempatan untuk merawat kamu saat kamu kecelakaan seperti kamu dulu merawat aku.. Aku kehilangan sahabat terbaikku. Aku kehilangan kekasihku yang hebat. Tuhan memutuskan untuk mengambil separuh jiwaku. Tuhan mengambil bagian berarti dalam hidupku. Lelaki yang sejak kecil sudah ku kenal. Lelaki yang setiap hari selalu ku lihat wajahnya. Lelaki yang selalu ku doakan supaya sehat selalu. Aku selalu berdoa supaya Tuhan memberkatinya dimanapun dan apapun yang dia lakukan. Lelaki yang selalu menemani ku kemanapun. Lelaki yang rela hujan hujanan untukku. Lelaki yang selalu berkorban apapun demi aku. Lelaki yang sangat tulus mencintaiku dan melindungiku. Ini gak adil Tuhan. Kenapa dia ? Kenapa pacarku ? Kenapa aimku ? Jahat rupanya dia ? Yang aku tau baiknya dia, tapi kenapa Tuhan ? Ingin rasanya aku berontak. Aku gak bisa menerima kenyataan pahit ini.
Semua orang gak menyangka dengan kepergiannya yang begitu cepat. Semua orang gak percaya dengan ini. Semua terkejut. Mereka bilang, dia lelaki yang baik. Dia lelaki yang bertanggungjawab. Dia lelaki yang ramah. Banyak sekali teman, saudara, keluarga, sahabat yang mengucapkan turut berduka melalui pesan dan sosial media kepadaku untuk menguatkan aku dan memberikan dukungan untukku.
“Sabar dan tetap kuat yah kak Yani. Tuhan tidak pernah menjanjikan yang tidak baik. Tuhan sudah menyelesaikan rumah bang Efraim di surga yang kekal untuk ditempati. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini semua. Percayalah kak rencana Tuhan yang jauh lebih indah, jauh lebih baik telah disediakan sama kakak. Ikhlaskan kepergiannya kak semua indah pada waktunya. Hidup adalah Kristus dan kematian adalah Keuntungan. Tuhan menyertaimu.”
“Turut berdukacita kak Suryani Naibaho. Yang sabar yah kak. Kaget kali dengar kabarnya. Semoga Tuhan menempatkan bang Efraim disisi-Nya. Buat keluarga yang ditinggalkan dapat penghiburan dari Tuhan Yesus. Amen.”
“Kita akan tetap melanjutkan hidup dan harus tetap berusaha untuk membahagiakan diri serta orang yang disekeliling kita, memang gak mudah untuk melepaskan bahkan melupakan orang yang kita sayang, jangankan untuk pergi selamanya yang putus cinta aja yang memang karna ada masalah butuh waktu lama untuk melupakannya apalagi yang pergi tiba-tiba untuk selamanya, percayalah saudaraku ada bahagia di balik sedihmu ini. Bukan hanya keluarga dan orang sekitar yang menginginkanmu bangkit tapi dia yang sudah di surgapun menginginkanmu bangkit, jadilah wanita kuat.”
“Terkejut, gak percaya, merinding, sedih sampai ku teteskan ai mata atas kepergianmu .. Sahabat, teman kecil, tetanggaku ... Orang yang humble, baik sopan, supel Efraim Nababan. Buat dek Suryani Naibaho harus tetap kuat. Karna yang diciptakan oleh-Nya kembali pada-Nya. Selamat jalan saudara dan teman kami. Tenanglah di surga.”
28 Desember 2017
Pagi hari aku pergi ke rumahnya. Hari ini adalah hari dia akan dimakamkan. Bahkan sampai saat ini aku masih belum percaya kalau dia sudah meninggalkanku selamanya. Banyak sekali sahabat-sahabat dan keluarga yang datang. Semua kehilangannya. Semua bersedih. Aku dan keluargaku membuat acara perpisahan. Acara dimana aku menyampaikan kata-kata perpisahan padanya.
“Aim ... kau tinggalkan aku yahh ... jahat kau samaku yah ... Aim ... bukan aku yang ninggalkan kau, kau yang ninggalkan aku .. Aim ... tenanglah kau disana yah ... semoga dapatku jodoh yang baiknya kayak kau aim ...” Aku menangis histeris. Aku menangis sejadi-jadinya. “Aim ... inilah tanda perpisahan kita yah ... Aku membagi dua kain panjang. Satu bagian aku masukkan ke dalam petinya.
Mama dan bapak juga menangis sambil mengucapkan kata perpisahan. Bapak dan mama sudah menganggapnya sebagai anaknya bukan seperti kekasihku tapi sudah seperti anak. Bapak dan mama juga menyayanginya. Setelah itu aku menyalami dan memeluk keluarganya satu per satu. Aku menyalam abang-abangnya. Aku menyalam dan memeluk kakak-kakaknya. Kakaknya berpesan bahwa aku tidak boleh segan-segan datang ke rumah mereka. Aku pasti dapat jodoh yang lebih baik. Kemudian aku menyalam bapaknya. Bapaknya juga bilang kalau aku akan mendapat gantinya yang lebih baik. Terakhir aku menyalam dan memeluk mamanya, perempuan yang sangat aim sayangi. “Sabar yah namboru .. kuat yah namboru. Aku menangis tersedu-sedu. “Iya nang, dapatmu nanti yang lebih baik yah ... Jangan terus lupa datang kesini yahh ...”
Setelah itu kami pulang dan gak ikut mengantarkannya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Aku membuang satu bagian lagi dari kain panjang itu di sungai yang dekat dengan jalan besar rumah kami. Begitu banyak yang datang melihatnya untuk terakhir kali dan begitu banyak yang ikut mengantar jasadnya ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Aku mengupload videonya menyanyikan lagu haruskah ku mati karenamu di akun facebookku.
“Terimakasih buat 5 tahun 11 bulan 5 hari berarti dalam hidupku. Tuhan Yesus Cuma kasih waktu segitu untuk aku bisa bersamamu. Terlalu cepat bagiku. Terlalu singkat. Hatiku hancur. Sesakit inikah ? bulan depan aku ulang tahun dan kita anniv 6 tahun. Ini kado terburuk bagiku. Gak ada lagi kawanku ke lapangan. Gak ada lagi yang jemput aku pulang kuliah. Gak ada lagi yang rela nganter sampe Pakam sana langsung pulang pergi. Gak ada lagi yang marah kalau aku makan bakso. Gak ada lagi kawan berantem. Kawan nangis. Kawan ketawa. Siapa nanti pendamping wisudaku? Kamu balas dendam yah karena waktu kamu wisuda, aku gak datang. Kek gini caranya? Aku pasti bisa jadi wanita kuat yang mandiri. Aku bisa. Kamu lelaki yang sangat baik. Aku bahagia dan bangga dengan kamu. Tenang dan bahagialah disana sayang. Aku pasti baik-baik saja disini. Jaga aku dari sana seperti setiap hari kamu selalu menjaga dan melindungiku. Ini video yang dikirimnya sehari sebelum kejadian. Dia pergi selamanya bersama cintanya.”
29 Desember 2017
Aku, orangtuaku, dan adik-adikku pergi ke makam Aim. Aku menangis disamping makamnya. “Aim ... aku datang. Tenang disana yah ... maafkan kesalahanku yah ... kamu sangat baik. Saat aku sakit, kamu menjagaku dan saat dulu aku pernah kecelakaan, kamu yang nganter jemput aku kuliah. Kamu yang nopang aku berjalan. Tapi gak bisa ku balas saat kamu yang kecelakaan. Gak dikasih Tuhan Yesus aku kesempatan membalas semua kebaikanmu. Tapi ini mungkin cara Tuhan untuk menjadikanku wanita yang kuat. Aku pasti bisa jadi wanita mandiri yang kuat. Aku bisa supaya kamu senang dan tenang bersama Bapa di surga. Aku yakin bisa. Jaga aku dari sana seperti setiap hari kamu selalu menjaga dan melindungiku. Makasih buat semua kebaikan dan kasih sayangmu selama ini. Aku belum bisa membalasnya tapi biarkanlah aku melanjutkan hidupku agar aku suatu saat nanti dapat jodoh yang baiknya kayak kamu dan gantengnya juga.” Aku menangis. Bapak, mama, dan adik-adikku juga menangis. Kemudian kami menaburi makamnya dengan bunga. Kami berdoa dan pulang.
@Ervinadyp Hehehe makasih yahh
Comment on chapter Deskripsi Cerita