Kota Pesisir Aqoastal
Bertempatkan di ujung sebuah negeri nan indah di sana. Tempat yang dipenuhi dengan berbagai macam sumber daya laut yang melimpah. Laut biru yang begitu jernih seakan tak dapat bercermin dihadapannya. Ikan-ikan yang melimpah dan siap untuk ditangkap para nelayan dan bagaikan beribu-ribu pulau kecil yang terpampang di ujung cakrawala kota ini menambah indahnya terik sinar sang raja pagi yang terlihat di ujung dunia sana. Itulah kota Aqoastal, merupakan kota yang berbatasan langsung dengan laut lepas. Para penduduk kota mayoritasnya bekerja sebagai nelayan, pengangkat barang kapal dan pelaut. Ada keunikan tersendiri dari kota ini yaitu kehebatan dari bangsa Aqoas. Mereka memiliki kekuatan dan daya tahan tubuh yang luar biasa hebatnya. Mereka dapat mengangkat benda-benda yang bahkan tidak mungkin bisa diangkat oleh manusia pada umumnya. Jika sudah dewasa biasanya mereka dengan mudahnya mengangkat kapal-kapal kayu yang dibuat di sana hanya dengan satu orang, mengangkat kayu-kayu potongan pohon besar dengan mudahnya bahkan, saat kapal karam mereka dengan mudahnya menarik kapal tersebut ke pesisir pantai dan dengan daya tahan tubuh yang hebat pula mereka tidak mudah terluka. Kemampuan menyelam mereka dalam waktu yang lama pun tidak diragukan lagi dan walaupun orang-orang seperti mereka dikroyok oleh puluhan orang mereka tak akan mengalami luka yang berat. Setengah dari populasi warga di kota ini adalah bangsa Aqoas. Populasi dari bangsa Aqoas mulai berkurang karena sekarang bangsa asli Aqoas murni sudah tidak ada dan punah dikarenakan era modern dan bercampurnya darah dari berbagai ras dan suku. Bahkan ada mitos yang mengatakan bahwa bangsa asli Aqoas murni tidak akan mati dengan mudah walaupun tubuh mereka sudah terpenggal atau terpotong. Meskipun begitu, para penduduk yang masih memiliki darah bangsa Aqoas tetap memiliki kekuatan dan daya tahan yang tak kalah dengan suku yang dulu. Di sisi lain walaupun mereka memiliki daya tahan tubuh yang luar bisa hebatnya tetapi tetap saja daya tahan tubuh bagian dalam mereka sama seperti manusia pada umumnya jadi mereka pun masih bisa terserang penyakit. Sialnya para penduduk di sini sangat mudah terserang penyakit dikarenakan mereka yang hidup dan beraktivitas dekat dengan laut dimana laut adalah tempat yang penuh dengan virus-virus dan bakteri yang belum banyak diketahui oleh orang-orang sehingga membuat mereka terserang berbagai macam penyakit bahkan penyakit yang belum diketahui. Namun, sekitar dua tahun yang lalu telah berdiri sebuah rumah sakit di kota ini dan rumah sakit ini termasuk rumah sakit terbesar di negeri ini. Banyak dokter dan professor yang bekerja untuk meneliti berbagai penyakit baru yang ada di sini, jadi kesehatan para penduduk kota sekarang menjadi lebih terjamin.
Sekolah
Akhirnya semester baru telah tiba, banyak pelajar yang berantusias untuk kembali ke kehidupan sebagai pelajar dan banyak juga yang enggan menunggu masa sekolah kembali, terutama seorang anak laki-laki di salah satu sekolah yang ada di kota Aqoastal. Seorang anak dengan rambut acak-acakan sedang tidur dengan nyenyaknya tak bangun-bangun sehabis dari begadangnya dengan Console Gamenya tadi malam sampai-sampai membuat ibunya kesal melihat kelakuan anaknya itu.
“Surya! Bangun nanti Kamu telat sekolah lo...”
“Ah berisik, lagi war nih bhahahahha zzzzzzzz....zzzzzz....”
Badan Surya kesana-kemari sampai tangannya menampar wajah ibunya sendiri dan akhirnya ibu Surya pun marah akan kelakuannya itu.
“ Haduh ini Anak! Woi Surya! Mau sampai kapan Kamu tidur?! Sampai kucing bisa bertelur? Sampai mama bisa jadi muda lagi?! Atau sampai mama bisa kawin sama Justin Bieber Hah?! Bangun!”
“Zzzzzzzzzzz......Zzzzzzzzzzzzz..........Zzzzzzzzzzzz........”
“Ni Anak ngoroknya luar biasa amat! Ini hari pertama ayo bangun.”
“Zzzzzzzzzzz......Zzzzzzzzzzzzz..........Zzzzzzzzzzzz........”
“Bangun!!!!!!!”
Kesabaran ibu Surya pun telah mencapai batasnya dan akhirnya menendang Surya sampai melayang menabrak dinding kamarnya, hal itu jelas saja membuat Surya bangun dari tidurnya akibat dari rasa rakit yang dirasakan.
“Mama apa-apaan sih keterlaluan amat nendang aku sampai nabrak dinding! Mama pikir ngga sakit apa?! Ini orang Mah bukan bola kali.”
“Elu jadi anak kurang ajar! Dibangunin ngga bangun-bangun gimana ngga marah coba!”
“Maklumin aja Mah soalnya kan aku tadi lagi bermimpi sesuatu yang sangat indah hehe.”
“Kamu mimpi jorok ya?”
“Eh.... ih... hmmmmm... mana ada aku mimpi kayak gitu dasar mama tuh yang mikir jorok. Mana ada anakmu yang masih suci tak tersentuh dunia ini dapat bermimpi busuk seperti itu.”
“Tapi..... hidung Kamu mimisan tuh.”
Tingkah Surya pun menjadi tidak karuan. Ibunya pun memandangnya dengan menjijikan, tapi Surya pun akhirnya mengerti mengapa hidung dia bisa sampai mimisan.
“Oh iya kalau dipikir lagi ini kan gara-gara Mama juga!”
“Apanya mama? Oh Kamu mimpi jorok tentang mama ya?! Ya kan dasar Anak kurang ajar”
“Fantasi mu itu terlalu berlebihan. Ini mimisan terjadi karena Mama nendang aku tadi sampai muka ku nabrak tembok! Makanya jangan asal-asal ngayal dong. Udah tua mikir jorok.”
“Apa kata Kamu tadi?!”
“ngga papa! Ngga papa! Ada cicak tadi jatuh dari plapon rumah.”
“iya bercanda bercanda santai dikit napa. Sudah ah Kamu telat tuh sekolah cepat mandi makan pergi.”
“Eh telattttttt!!!!!!!!!!!!!! Kenapa ngga bangunin aku dari tadi!!!!!!!!!!!”
“Sudah dari tadi dodol!!!!!!!!!!!! Kamu nya aja ngga bangun-bangun!!!!”
Dengan tergesa-gesa Surya mengambil handuknya kemudian mandi, makan dan berangkat ke sekolah untuk mengawali paginya dengan penuh kesialan.
Surya adalah seorang anak semata wayang dari pasangan suami istri yang begitu tergila-gila dengan game. Surya juga lelaki yang menyukai olahraga. Sekarang Surya berumur 15 tahun dan akan menjadi siswa baru di SMA. Sebenarnya, jarak rumah Surya cukup dekat dengan sekolah jadi ia tinggal berjalan kaki saja ke sekolahnya, tapi karena kesiangan bangun ia pun berlari sekuat tenaga agar sampai sebelum gerbang sekolah ditutup. Alhasil, kehidupan SMA-nya pun dimulai dengan kedatangannya yang hampir saja terlambat. Upacara serta pengenalan sekolah kepada siswa-siswi baru pun dimulai. Setelah selesai upacara para siswa-siswi disuruh untuk memasuki kelas mereka masing-masing. Ternyata dua teman akrab Surya saat SMP dulu Wahyu dan Yahya sekelas dengannya lagi di SMA. Mereka bertiga senang sekali akan hal itu sampai melakukan pelukan persahabatan. Surya pun sudah merasa kehidupan SMAnya akan mudah kerena sudah memiliki teman yang bisa diajak bicara di sekolah. Seorang guru pun memasuki kelas, pengenalan sekolah dan sebagainya diterangkan oleh guru yang akan jadi wali kelasnya itu. Waktu demi waktu pun berlalu, akhirnya kegiatan di sekolah usai. Ada yang pulang ke rumah mereka masing-masing, banyak juga yang memilih bersantai-santai dengan jalan-jalan ke tempat makan atau karaoke bersama teman baru maupun teman lama mereka, ada juga yang berkeliling kota ataupun berkeliling di sekolah agar lebih mengenal sekolah yang akan mereka jalani selama 3 tahun nanti. Tentu saja Surya bersama Wahyu dan Yahya memilih untuk berkeliling di sekolah sambil berbincang-bincang.
“Eh Sur, Lo mau ikut ekskul apa nanti? Mau masuk ekskul selam? Lo kan ahlinya tuh menyelam tuh... dan juga Lo lumayan mahir kan berenang apalagi Lo dari Aqoas bisa banget tuh nahan nafas di dalam air dalam waktu yang lama, pasti mudah tuh buat Lo. ”
“Hmmmm ngga ah.... nanti waktu bermain game gue jadi kurang. Game adalah hidup hahahha ngomong-ngomong kalau Lo Yu mau masuk ekskul apa?”
“Hmmm... kayaknya gue mau melanjutkan ekskul yang dulu aja, Volly.”
“Iya juga ya... itu sudah pasti kenapa juga gue harus bertanya... Kalau Lo Yahya?”
“Hmmmm.. emangnya masuk esksul buat apa?”
“Ah bener juga tampaknya gue salah bertanya sama Lo... pasti ngga mau masuk ekskul apapun kan?”
“Tepat sekali. Gue ngga perlu masuk ekskul apapun agar populer seperti Wahyu yang cupu dan dekil itu. Gue nan tampan dan kece ini sudah banyak punya penggemar. Kalau nanti gue sibuk dengan kegiatan ekskul gue nanti ngga punya waktu buat ngurusin para penggemar gue dong.”
“Ggggrrrrrrrr! Surya gue benar-benar ingin memukul wajah sombongnya itu!”
“Sini pukul aku kalau kau bisa.”
“Kemari Lo Ya!” jangan lari-lari ngehindar gitu dong!”
“Ngga mau ngga mau, coba aja pukul sampai kena sini ayo!”
“Awas saja ya!”
“Hahaha sudah sudah kalian berdua tenang tenang... Oh iya nngomong-ngomong Yahya sudah dapat banyak surat cinta lo hari ini bahkan sudah ada yang berani nembak Dia hari ini.”
“APA!? Lo bercanda kan?!”
“Iya tampaknya penggemarnya sedari SMP yang bukan dari SMP kita banyak masuk ke sini supaya bisa dekat dengan Yahya. Oh iya banyak juga loh kaka kelas yang tertarik dengannya.”
“Ya benar saja!!! habis lah sudah!!! Semua popularitas ku sudah diambil oleh Yahya.”
“Hihihi.”
“Hahahahahahahaha Wahyu Kau putus asa sekali.”
Mereka pun berbincang-bincang segala hal yang menarik, tentang masa lalu mereka, kenangan indah, hal lucu yang tak jelas, dan berbagainya sampai mereka tertawa dan bergembira. Hari sudah semakin senja mereka pun memutuskan untuk pulang. Mereka melewati kantin sekolah yang saat itu masih buka walaupun sudah mau senja. Nafsu makan Surya pun menjadi goyah dan mengingatkannya bahwa tadi ia hanya sarapan sedikit karena telat bangun sekolah. Surya memutuskan untuk membeli makanan dan menyuruh temannya untuk pulang. Mereka berdua pun pulang sementara itu Surya membeli makanan.
“Bu ada jualan apa aja?”
“Oh Cuma ini aja lagi Dek. Sisa Roti isi aja lagi soalnya ini ibu mau beres-beres.”
“Ya sudah deh aku beli semua rotinya ya.”
“Emang Kamu kuat makan semua ini?”
“kuat dong! Aku mulai tadi pagi hanya makan sedikit dan juga lupa bawa bekal (tertawa kecil). ”
“kasihannya Kamu ini, ya sudah ambil semuanya ibu kasih setengah harga.”
“beneran ni Bu! wah terima kasih banyak Bu.”
“Pelan-pelan ya makannya.”
Surya membawa banyak roti isi sisa jualan kantin tadi sampai ia pun tak kuasa untuk membawa plastik berisi roti-roti itu dipelukannya sehingga akhirnya jatuh berserakan. Dipungutlah kumpulan roti yang jatuh tadi. Tiba-tiba, matanya teralihkan oleh hal yang tak disangka, membuat Surya diam dan membisu. Dia melihat sesuatu yang ia tak percaya akan melihatnya lagi setelah sekian lama. Surya mulai berdiri untuk memastikan apakah hal itu nyata atau tidak. Itu adalah sebuah kenyataan, sesosok wanita yang sangat dirindukannya telah kembali ke kehidupannya lagi. Wajah dengan tatapan dingin seolah waspada dengan semua yang ada dihadapannya, mata yang selalu berhati-hati akan apa yang dilihat di sekitarnya, rambut perak mengkilap diikat poni bagaikan benang halus yang mengkilap diterbangkan angin dan terang disinari mentari senja, sosok yang sudah terpisah lama dengan surya. Wanita yang duduk di kantin sekolah sembari memandang cahaya senja itu ialah wanita yang selalu bersama surya saat kecil dan selalu bermain dengannya dulu telah kembali ke sini, ke kota Aqoastal ini. Surya dapat bertemu kembali dengan Silva teman masa kecilnya.
Maukah Kau Berteman Denganku
5 tahun yang lalu, saat libur panjang banyak orang-orang dari kota pergi berlibur ke luar kota untuk bersenang-senang kecuali, keluarga Surya. Dia hanya bisa menikmati hari demi harinya yang membosankan di rumah, karena ibunya yang sedang sakit dan ayahnya yang mendapat banyak pekerjaan di saat seperti ini. Pada suatu sore, setelah selesai memberikan obat pada ibunya tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahnya. Surya pun membukakan pintu. Rupanya ada tetangga baru yang pindah ke daerah rumah Surya.
“Selamat siang.”
“Iya selamat siang, wahhhhh.... dengan siapa ini?”
Mata Surya begitu berbinar-binar, terpana akan sosok yang mendatangi rumahnya kala itu. Seorang wanita dengan mata biru dan rambut pirang seketika membuat Surya diam seribu bahasa.
“Bibi tetangga baru disini Dek, Bibi baru pindah tadi malam dan hari ini Bibi mau berkeliling sekalian menyapa tetangga disini. Oh iya ini oleh-oleh untuk Adek.”
“Wah terima kasih banyak Bibi.... Bibi ini bule ya? Rambutnya pirang... apa lagi waktu kena cahaya matahari tadi jadi mengkilap banget.”
“Makasih... tapi Bibi bukan bule kok... Bibi orang asli negeri ini cuman Bibi ada keturunan dari Rusia aja makanya rambut Bibi Pirang....... Adek sendiri aja di rumah?”
“Ngga, Surya sama mama. Mama lagi sakit makanya Surya yang ngebukain pintu.”
“Jadi gitu. Adek yang ngerawat ibu Adek sendiri dong?! Hebat.”
“Iya iyalah, mau bagaimana lagi ayah kerja dan Surya anak satu-satunya jadi Surya saja yang bisa merawat ibu. Surya jadi harus merelakan libur panjang ini, menyebalkan sekali.”
Tiba tiba seorang anak perempuan mendekat dan memeluk bibi itu dengan penuh rasa ketakutan. Sambil menatap Surya dengan penuh rasa takut namun juga penasaran. Gadis kecil nan cantik dengan rambut panjang yang lebih pirang daripada bibi itu sendiri bahkan tak pantas disebut pirang lagi tetapi perak. Rambut peraknya nan panjang tergerai oleh tiupan angin dan terkena pantulan cahaya matahari menambah pesona gadis kecil itu bagaikan bidadari kecil yang jatuh dari surga.
“Wahhhhh keren sekaliiii ini rambutnya bukan pirang lagi tapi silver, perak bersinar terang... Bibi itu siapa?”
“Oh perkenalkan ini anak Bibi namanya Silva Cahaya Amelia. Panggil aja Silva, Dia ikut dengan Bibi pindah kesini.”
“Aku Surya, salam kenal Silva.”
Surya menjulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan sekaligus pertemanan dengan Silva. Namun, Silva malah membalas sebaliknya. Ia semakin bersembunyi di belakang ibunya.
“Maaf ya Surya ini salah Bibi, Kami selalu berpindah-pindah karena pekerjaan Bibi, jadi Silva tidak punya kesempatan untuk berteman makanya Dia jadi pemalu dan penakut seperti ini....... Silva ayo nak tidak apa-apa coba kamu berbicara sedikit denganya, dia bukan orang jahat kok.”
“Ngga mau! Bau! Kotor! Jijik! Wajahnya juga kaya penjahat -penjahat yang ada di film.”
Perkataan Silva membuat Surya jengkel dan kecewa. Ibu Silva marah dan membentak Silva namun, Surya menyuruh untuk tidak memarahinya karena nyatanya memang Suryalah yang salah. Dia belum mandi seharian ini sehingga penampilannya begitu berantakan. Silva melepaskan pelukan dari Ibunya, Surya mulai mendekatinya. Akan tetapi, Silva menghindar dan didekatilah lagi oleh Surya dan Silva menghindar lagi dan hal itu terjadi berkali-kali sampai membuat Surya marah. Melihat Surya marah Silva menjadi ketakutan dan akhirnya lari menjauh dan Surya pun mengejarnya. Mereka berlari kesana-kemari tanpa arah. Silva sangat lincah berlari membuat Surya kocar-kacir mengejarnya dan membuat Surya terkena sial. Surya menabrak tembok, jatuh dalam genangan air kotor, hampir dijatuhi barang-barang. Namun, Surya tak berputus asa dan terus mengejar Silva. Entah kenapa mereka sangat menikmati hal itu hingga senyum riang pun terpancar dari wajah mereka berdua.
“Hei Kau tunggu!”
“Ngga mau! Kamu menjijikan! Bau lagi.... ishhhhhhh..”
“Ehhhhhhh!!! Awas saja ya aku pasti akan menangkapmu!.”
“Coba saja!!!!!!!”
“Silva Berhentiiiiiiiiiii!!!!!!!!!!!!!!!”
“Ngga akannnnn!”
“AWWAAASSSS!!!!!!!.....”
Silva yang sangat kencang berlari sudah tak sadar lagi telah berlari di tepian pesisir yang tinggi dan akhirnya menemui jalan buntu. Silva mencoba menghindar namun ia malah tergelincir dan terjatuh ke laut. Surya terkejut dan mulai panik. Matanya kesana-kemari mencari Silva namun tetap tidak dapat menemukannya. Tak lama, Ibu Silva datang dan betapa paniknya mengetahui kejadian itu. Ibunya sangat takut dan histeris karena tahu bahwa gadis kecilnya itu tidak bisa berenang.
Silva merasa seluruh tubuhnya dipenuhi dengan air. Dadanya mulai sesak, air memasuki kerongkongannya serasa ingin berteriak namun tak berdaya. Silva mulai mati rasa, Ia merasakan dingin di sekujur tubuhnya. Kesadarannya mulai pudar, penglihatannya mulai gelap dan Silva semakin tenggelam ke dalam lautan hingga ia hanya bisa melihat kegelapan saja.
Mengetahui Silva tak bisa berenang Surya pun langsung lombat ke dalam laut. Pada saat itu merupakan saat-saat pergantian musim dimana air laut disana akan mengalami keruh musiman. Ketika cuaca mengalami perubahan suhu saat pergantian dari musim ke musim fitoplankton di dalam air berkembang biak secara drastis dan membuat air laut menjadi keruh. Air laut menjadi hilang kejernihannya dan penglihatan menjadi kurang sehingga sulit untuk melihat. Namun, Surya tetap tak berputus asa, karena ia orang dari suku Aqoas dimana ia dapat bertahan lama di dalam air. Begitu kabur pandangan Surya, begitu susah ia melihat kesana kemari, apalagi hari sudah mulai gelap. Waktupun semakin berlalu dan Surya mulai merasakan sesak di dadanya. Padangannya mulai kabur membuat Surya sudah merasa tak sanggup berlama-lama di dalam air. Tiba-tiba Surya melihat ada kumpulan gelembung kecil yang sangat sulit sekali dilihat dihadapannya. Sadar akan sesuatu yang terjadi Surya bergegas menyelam ke bawah dengan cepat menuju sumber gelembung tersebut dengan sekuat tenaga dan akhirnya Surya berhasil menemukan Silva yang sudah sekarat tak sadarkan diri. Surya dengan sigap memegang tangan Silva dengan erat dan membawanya ke dalam pelukannya. Surya pun secepatnya membawa Silva ke permukaan.
Syukurlah mereka sampai di permukaan dengan selamat. Saat Surya dan Silva sudah sampai di permukaan laut sudah banyak terlihat warga-warga yang berkumpul ingin menyelamatkan mereka berdua. Karena belum ada rumah sakit saat itu warga pun membawa mereka berdua ke balai kesehatan setempat. Surya tak mengalami cedera atau luka sama sekali namun tidak pada Silva. Ia begitu pucat bagaikan mayat membuat ibunya benar-benar panik. Perawat dengan sigap melakukan penanganan dan pengobatan terhadap Silva. Alhasil berkat penanganan yang cepat dan sigap nyawa Silva dapat diselamatkan. Beberapa saat kemudian Silva pun sadar, Ibunya langsung memeluknya dengan penuh kasih sayang membuat Silva mengingat hal yang sudah terjadi tadi padanya ia pun mulai menangis sekencang-kencangnya. Setelah Silva mulai berhenti menangis ibunya langsung memarahinya habis-habisan membuat Silva mulai menangis lagi bagaikan anak yang sangat sensitif dan cengeng. Melihat hal itu Surya tiba-tiba saja tertawa yang membuat Silva pun ikut tertawa.
“Hahahaha Silva Kau ini lucu banget ya baru aja nangis udah langsung ketawa. Padahal juga baru tenggelam tadi hahahahha.”
“Habis Kamu ketawa aku jadi ikutan ketawa juga hahahaha.”
“Jadi Silva, apa sekarang Kau masih jijik sama Aku?”
“Hmmmmmm.... karena segala kejadian ini kayaknya lagi deh atau mungkin masih sedikit hehe. Lagi pula aku juga jadi ikut-ikutan bau kan karena udah kamu selamatkan tadi hihii.”
“Kata-katamu begitu menyakitkan di hatiku. Tapi ya sudahlah.... kalau begitu, maukah Kau berteman denganku?”
“hmmmm.... iya.”
Akhirnya Surya dan Silva pun bersalaman menandakan pertemanan mereka berdua. Wajah Silva menunjukkan senyum yang begitu menawan membuat Surya salah tingkah terpesona melihatnya. Surya langsung membalikkan mukanya dan orang-orang disana sadar akan hal itu membuat mereka tertawa. Surya pun ikut tertawa sembari melihat wajah cantik Silva saat tertawa. Surya merasakan betapa hangat dan lembutnya rasa yang ia rasakan saat ini. Hatinya merasa mendapatkan begitu banyak rasa yang membuatnya menjadi sangat bahagia. Surya bersyukur dapat bertemu dan berteman dengan Silva.
Hari tragedi itupun berlalu, mereka berdua mulai akrab. Silva mulai sering datang ke rumah Surya untuk bermain. Saat ibu Surya sudah sembuh Surya pun bisa dengan bebas main bersama Silva di luar rumah. Mereka pun bermain di taman bermain kecil di kota. Karena taman itu sekarang sangat sunyi karena banyak yang liburan keluar kota mereka berdua pun merasa menguasai taman bermain itu. Hari demi hari mereka lalui dan hubungan mereka semakin erat. Surya sudah merasa tak bosan lagi meskipun ia hanya berlibur di tempat tinggalnya sendiri. Mereka terkadang bermain di taman, kadang di rumah Surya, kadang di rumah Silva dan sesekali mereka berkeliling kota terutama berkeliling di pesisir pantai sampai ke dermaga kapal sembari melihat orang-orang melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Silva begitu kagum melihat akan hal itu. Melihat orang-orang dengan mudah mengangkat barang-barang besar dan berat ke dalam kapal, melihat para pedagang sedang menjual bebagai macam barang kepada para pelancong atau dengan penduduk kota ini di dekat dermaga kapal, melihat banyak nelayan yang memancing di tepian maupun di tengah laut dengan kapal ataupun rakit kecil bahkan sampai ada yang menyelam dan menombak ikan dengan gagahnya dan ada juga kumpulan anak yang tak dikenal mereka bedua bermain di pantai. Melihat hal itu membuat Silva bersemangat dan tak mau kalah dengan segala kesenangan yang dilihatnya itu. Silva meminta Surya untuk pergi memancing bersama. Surya pun mengiyakan keinginan Silva dan pergi mengambil pancingan dan segala persedian yang diperlukan ke rumahnya. Saat hari sudah menjelang sore mereka pun pergi ke tempat yang dekat dengan Mercusuar dan mulai memancing sambil berbincang-bincang.
“Begini Surya.... Kenapa Kita mancing disini? bukannya Kita bisa mancing di papan titian pantai yang ada orang bermain tadi?”
“Hmmmmmmmm.... tempat itu ngga ada ikannya.”
“loh kok bisa?”
“Itu kan masih di pantai dekat dengan daratan jadi ikan -ikan disana pasti sedikit. Dan juga air laut disini kan sangat jernih disanapun tinggi papan dengan air laut ngga sejauh yang di tempat kita ini jadi kalau kita memancing disitu kita dapat mudah melihat ikan-ikan itu begitipun ikan-ikan itu akan mudah melihat kita. Mereka akan merasakan pergerakan di atasnya dan pergi sehingga kita pun tak akan dapat memancing ikan disana. Tapi kalau disini ombak nya sedikit dan ngga ada orang bermain dan juga tempat Mercusuar ini cukup tinggi sehingga mendukung untuk memancing. Lihat aja deh! ngga hanya kita kan yang memancing disini.”
“Wah Kamu benar! Wah paman itu baru aja ngelempar pancingannya sudah dapat ikan! Hebat sekali.”
“Hmm Itu masih biasa.... Babe Ku tiap habis dari berlayarnya selalu membawa ikan yang besar lo! Kami di rumah selalu mendapat makan yang cukup bahkan berlebihan jadinya. Dulu ada babe membawa ikan yang sangat besar dan ibu lagi sakit Aku pun memakan jatah ibu membuat perutku penuh dan sakit. Aku pun jadi males gerak gara-gara kekenyangan hahahaha”
“Ahhhhhh Aku jadi ikutan lapar nihhhhhh.”
“hahahaha..... Oh iya ngomong-ngomong Silva... apa Kau ngga takut jatuh? Dulu kan pernah tenggelam.”
“Hmmmm.... takut sih. Rasanya sangat mengerikan. Sekujur tubuhku dingin dan dada begitu sesak. Tapi, kan ada Surya jadi aku ngga perlu cemas. Karena Kamu pasti menolongku kan hihi.”
Wajah Surya tersipu malu dengan perkataan yang didengarnya tadi sehingga dia menunuduk diam dengan wajah yang memerah. Tiba-tiba, ada salah satu kapal nelayan yang lewat disana dan ada yang berteriak menuju mereka berdua. Ternyata itu adalah ayahnya Surya yang pulang habis menangkap ikan di laut.
“Surya! Surya! Woiiiii Surya!”
“Babe! Apa Kau mendapat ikan yang banyak hari ini?”
“Sudah pasti! lihat ini! Ikan ini akan babe bawa pulang.”
“Ehhhhh hanya itu yang kau dapat? Ngga ada yang lain.”
“Oh kau meremehkan Babe ya. Coba lihat yang satu ini hehe!”
“Kau pasti bercanda! Itu Ikan hiu.... bukan kah itu melanggar peraturan nelayan disini.”
“Hahahaha.... Babe akan membawa ikan untuk kita makan jadi cepat pulang ya.”
“Baiklah setelah Aku memancing ikan yang besar juga Aku akan segera pulang. Aku ngga akan kalah dari Babe.”
Surya begitu bersemangat memancing setelah melihat Ayahnya tadi menangkap banyak ikan. Silva pun tampak begitu kagum dengan Ayah Surya tadi. Dia pun ikut-ikutan bersemangat.
“hahahahahha.... Keren juga ya Ayah kamu... aku juga ngga mau kalah ah... aku pasti akan mendapat ikan yang sangat besar lebih besar daripada yang didapatn Ayah kamu Surya!”
“Hahaha itu ngga akan mungkin bisa.... ikan-ikan yang besar itu hanya ada di tengah laut kau ngga akan mungkin bisa mendapat kan yang besar disini hahahahaha.”
“yahhhhhhhhh.... payah sekali.... hmmmmm tapi ngga papa deh hihi.”
Tiba-tiba kail pancing surya mulai bergerak. Surya pun menariknya dengan cepat dan ia berhasil mendapatkan ikan laut yang segar.
“Wahhhhh surya Kamu hebat banget..... Aku malah belum dapat sama sekali.”
“Hihi Surya gituloh”
“Ngomong-ngomong Surya berapa umurmu?”
“Hmmmm.... 10 tahun.”
“Wah Aku juga lo. Berarti kita seumuran.... pantas saja kita bisa akrab hihi.”
“Bagus dong mungkin aja kita nanti bisa sekolah di SMP atau bahkan SMA yang sama nanti.”
“ide bagus...... ahhhhh Aku tidak sabar menunggunya hihi.”
Silva tersenyum manis menghadap Surya membuat Surya tersipu malu melihat wajah Silva. Tiba-tiba, kail pancing Silva bergerak. Silva pun mulai menarik pancingannya. Begitu kuat tarikan dari si ikan membuat Silva tak kuasa memegang pancingannya. Tak tega melihat hal itu Surya pun membantu Silva memegang pancingan namun tetap saja mereka berdua kesulitan menarik ikan itu keluar. Ikan itu benar-benar kuat mereka pun tak dapat berkutik akan hal itu. Karena sudah tak kuat menahan tarikan ikan itu Surya meminta tolong kepada salah satu orang yang ikut memancing disana. Mereka pun bertiga menarik pancingan dengan penuh semangat. Akan tetapi, mereka bertiga pun masih tak berkutik dengan tenaga ikan itu. Lalu ada dua orang yang juga memancing ikut membantu menarik pancing. Dengan sekali tarikan yang penuh tenaga akhirnya mereka dapat menarik ikan tersebut. Dan yang benar saja ikan yang didapat dari pancingan Silva adalah ikan besar yang sering ada di tengah laut sama seperti ayah Surya sering bawa pulang sehabis berlayar. Mereka pun mendapat tangkapan yang sangat besar. Silva memberikan ikan itu kepada Surya sebagai ucapan terima kasih kepada Surya. Lagi pula Shiena hanya mencari kesenangannya saja bukan hasilnya. Akhirnya haripun berakhir mereka pulang ke rumah masing-masing dengan badan yang penuh keringat. Surya langsung menunjukkan ikan besar hasil tangkapan tadi kepada ayahnya sehingga membuat ayahnya terkejut. Karena ada dua ikan yang besar mereka merasa hanya dengan bertiga saja takkan mungkin bisa menghabiskannya jadi ayah Surya mengundang dua temannya untuk makan di rumah dan ibu Surya mengundang ibu Silva dan Silva makan di rumah meraka. Mereka pun berpesta makan besar dengan meriah hingga hari itu berakhir. Hari demi hari Surya dan Shiena lewati membuat mereka semakin akrab lagi bagaikan sahabat yang tak pernah terpisahkan. Setiap saat setiap waktu mereka selalu bersama. Akan tetapi kesenangan itu tak bertahan lama, Ibu Silva mendapat perintah dari kantornya untuk dipindah kerjakaan. Karena hal itu membuat mereka berdua untuk pindah dari kota Aqoastal ini. Surya pun menemani mereka berdua berkemas barang-barang. Surya melihat wajah sedih yang ditunjukkan Silva dengan sangat jelas. Sejak Akhirnya saat itu Surya dan Silva pun berpisah dan tak penah bertemu lagi.
Dia Kembali
Setelah sekian lama menunggu sampai Surya sudah kehilangan harapan bahkan hampir saja melupakan Silva akhirnya Silva datang kembali ke kehidupannya. Surya pun ingin menghampiri Silva dengan sesegeranya namun ia malah terpeleset jatuh oleh roti isi yang masih berserakan membuat wajahnya menabrak lantai sampai terdengar suara jatuhnya tadi oleh Silva. Dengan rasa yang penuh malu Surya berusaha berdiri dan menghampiri Silva dan menyapanya.
“Wah sekarang rambutmu pendek ya?”
“Hmm...?”
“Hei Silva.... Lama ngga ketemu ya.”
Dengan senyuman manisnya Surya menyapa Silva. Surya hampir menangis karena rasa rindu yang sudah dipendamnya itu. Detak jantungnya begitu kencang sampai dia berpikir apakah detak jantungnya terdengar oleh Silva. Silva kemudian menatap Surya dengan tajam.
“Siapa!?”
“Ee... ini gue, gue Surya!”
“Siapa itu aku tak pernah mendengar nama itu.”
“Ehhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!...... ini gue Surya. Surya loh?! Masa ngga tau?!”
“Hah! Ngga tau! Lagi pula bagaimana Lo bisa tahu namaku... Oh Jangan-jangan kau stalker ya. Lo stalker yang selama ini ngikuti Aku kan?! Lo mau macam-macamin aku kan!? Jujur aja!”
“Mana ada! Ini gue Surya teman loh Kamu dulu. Kita pernah bermain besama di sini! di kota ini!”
“Dengar ya aku ngga pernah kenal dengan orang yang bernama Surya satupun di dunia ini. Dan juga aku baru pertama kali ini pindah ke kota ini! mana mungkin aku sudah pernah kesini dan mengenal Lo... Sudahlah ngaku saja kalau Lo itu stalker yang ngapa-ngapain aku kan.”
“Yang benar saja. Mana mungkin gue melakukan hal semacam itu.”
“Bohong! hidung Lo mimisan tuh!”
“Eh??........................................”
“Tu kan pasti sekarang Lo mikir jorok kan!? Mau apa-apain Aku kan?! Dasar bejat!!!! Ku panggil Polisi!”
”Eh jangan salah paham.... ini mimisan gara-gara gue jatuh tadi.”
“Aku ngga percaya!”
Silva pun pergi menjauh meninggalkan Surya yang mimisan dengan wajah konyolnya. Surya benar-benar bingung saat itu sampai terjadi banyak pertanyaan di dalam benaknya.
“Itu benar Silva kan? Atau memang guenya aja yang salah orang. Tidak tidak tidak! tidak mungkin... gue benar-benar yakin itu Silva. Wajahnya tak banyak berubah hanya gaya rambutnya saja yang berubah. Lagi pula katanya tadi itu namanya. Berarti itu benar Silva kan?! Tapi kenapa dia ngga kenal gue? Apakah gue yang ngga penting baginya?! Ah itu menyakitkan sekali. Tapi tidak mungkin juga, Dia bahkan lupa kalau dulu pernah ke sini. Atau mungkin itu karena Dia banyak berpindah kota jadi lupa. Aduh kepala gue pusing sekaliiiiiii..... Aahhhh lebih baik gue ngikutin Dia aja dulu.”
Surya pun mengikuti Silva yang membuat ia menjadi stalker seperti yang Silva katakan tadi. Silva melewati lorong-lorong di sekolah dan akhirnya sampai di gerbang sekolah. Surya terus mengawasinya dan tiba-tiba ada mobil yang datang. Dalam benak Surya mungkin itu ibu Silva yang datang menjemputnya hingga keluarlah seorang wanita dalam mobil itu. Namun wanita itu bukanlah ibunya Silva. Silva terlihat begitu dekat dengannya bahkan Surya mendengar bahwa Silva tadi menyebut wanita itu dengan sebutan ibu. Silva dan wanita itupun masuk ke dalam mobil dan pergi. Melihat hal tadi akhirnya Surya pun mendapatkan sebuah kesimpulan.
“Hmmmm ternyata bukan Silva ya... padahal muka dan nama mereka benar-benar mirip......... Hhmmmmmm... Aaaggghhhhhh!!!!!!!.... ya sudahlah segala kebetulan selalu terjadi di dunia ini. Dan mungkin gue juga terlalu banyak berharap akan hal ini.... Give deh.”
Keraguan Surya pun mulai memudar dan ia berpikir bahwa itu memang bukanlah Silva. Akhirnya Surya pulang ke rumah dengan perasaan kecewa dan sakit hati sambil memakan roti isi yang dibelinya tadi.
Yang Sebenarnya
Akhirnya Surya pun sampai di rumahnya saat hari hampir malam. Setelah Surya masuk rumah ibunya meminta tolong kepada Surya untuk menemaninya memeriksa kesehatan ke rumah sakit karena merasa kurang enak badan. Surya pun segera mandi dan makan lalu mereka berdua pergi ke rumah sakit dengan jalan kaki kerena rumah sakitnya cukup dekat. Saat perjalanan mereka berbincang-bincang tentang kabar sekolah Surya harini.
“Jadi gimana hari pertama kamu jadi siswa SMA yang sok keren?”
“Hmmmmm... sok keren dimana coba.... huh entahlah... Surya juga bingung... banyak hal yang terjadi harini, entah itu baik maupun buruk semuanya bercampur aduk.”
“Jadi Kamu sudah dapat teman baru ngga?”
“Hmmmm belum sih, tapi Wahyu dan Yahya sekelas sama Surya jadi Surya santai aja.”
“Haduh teman kamu jangan yang itu-itu mulu dong! Coba cari teman yang baru. Kalau bisa teman cewek.... kan bisa juga jadinya kamu incar.”
“Jangan teman cewek lah. Tadi Surya ketemu sama cewek dan disangkanya Surya mesum.”
“Hah apa-apaan itu?! Kamu pasti emang mikir mesum ke Dia kan hahahhaha mengaku saja.”
“Mana ada! Surya tadi hanya terjatuh lalu wajah menabrak lantai jadinya mimisan bekas nendang pagi tadi kebuka lagi.”
“Hahahhahahaa Sorry ya... dont mind dont mind. Mungkin belum rezeki kamu kali belum bisa punya teman cewek. Mungkin aja takkan pernah selamanya sampai kamu jomblo selamanya hihihihi.”
“Untuk seorang Mama kau sangat keterlaluan ya kepada anak.”
“Biarin! Mama kan bilang gitu supaya kamu punya temen cewek, masa cowok mulu kapan nanti kamu punya pacarnya. Ya kan setidaknya kamu punya teman cewek dulu.”
“Ahhhh hati ini belum siap gara-gara hal yang menimpas tadi di sekolah.”
“Trus kapan mau punya temen cewek?!”
“ Ngomong-ngomong soal cewek. Sebenarnya cewek yang ngira Surya mesum tadi itu.....”
“Sudah sampai! Mama ambil nomor antrian dulu ya.”
Mereka pun sampai di rumah sakit. Ibu Surya mengambil nomor urut pemeriksaan dan menunggu di ruang tunggu sembari melanjutkan pembicaarn di jalan tadi.
“Maaf mama memotong permbicaraan mu. Kamu mau ngomong apa tadi Sur?”
“Jadi sebenarnya begini. Aku tadi bertemu denganseorang wanita dan dikira mesum kan.”
“Iya trus?”
“Sepertinya wanita itu Silva.”
“Silva?! Maksudmu Silva yang sering main bersamamu saat kecil dulu. Yang orangnya keliatan kayak bule-bule gituh?!”
“Iya. Tapi entahlah Ia itu benar Silva atau tidak itulah yang membuat Surya bingung.”
“lah kenapa lagi sih? Kalau itu Silva atau bukan kan tinggal kamu pastikan. Tinggal sapa saja kalau salah orang ya sudah ajak saja berteman. Oh tidak mungkin ya, Dia kan mengira kamu mesum pasti langsung kabur hihi.”
“Hmmmmmm ibu bisa saja tau kejadian yang sebenarnya terjadi. Ya walaupun itu benar. Aku memastikan apakah itu Silva atau bukan saat itu. Aku menyapanya ternyata benar namanya Silva namun....”
“Namun kenapa?”
“Ia tidak mengenal Surya sama sekali. Katanya Ia tak pernah berteman dengan orang yang bernama Surya atau pernah bermain di kota ini. Ini baru kali pertama Ia datang ke kota. makanya Surya berpikir bahwa Surya salah orang... tapi Ia benar-benart mirip dengan Silva bahkan Ia mengakui bahwa Ia Silva. Tapi kenapa Ia tidak mengenal Surya itu yang membuat Surya bingung. Apakah itu Silva yang Surya kenal atau Hanya orang yang kebetulan nama dan wajahnya mirip aja.”
“Ngomong-ngomong soal Silva yang agak kebule-bulean itu Ia itu beramput pirang kan? Eh buka malahan rambutnya perak ya kan?!”
“Iya.”
“Berarti bukan kah itu Dia! wah mirip banget dengan Silva.”
Terlintaslah wanita yang mirip dengan Silva itu dihadapan Surya dan ibunya. Wanita yang mirip Silva itu bersama dengan wanita yang menjemuptnya di sekolah tadi masuk ke dalam ruang pemeriksaan di rumah sakit. Wanita itu hanya menunggu di ruang tunggu sembari duduk-duduk dan memainkan smartphonenya. Wanita itu tampak mengenakan jaz dokter membuat Surya semakin penasaran siapa sebenarnya wanita itu. Rasa penasaran Surya pun semakin menjadi yang akhirnya membuat Surya mendatangi wanita itu.
“Permisi Nona, eh Nyonya, Ibu, eh Tante, Bibi...... ahhh saya bingung harus manggil apa? hmmmm...”
“ Oh perkenalkan dulu nama saya Nina. Panggil aja Dokter Nina. Saya salah satu dokter disini.”
“Oh jadi Anda dokter.... Eemmm.. Jadi gini Dok saya mau nanya?”
“Silakan mau nanya apa akan Saya jawab sebisa Saya?”
“hmmmm... Apakah? Apakah Dokter mengenal Shiena?!”
“Eh tunggu Kamu kenal Silva?! Kamu kenal Dia?! Silva yang baru masuk tadi Kamu kenal?!”
“Jadi itu benar Shiena Dok?!”
“iya Dia Silva, Silva Cahaya Amelia.”
“Kalau itu benar Silva kenapa Dia tidak mengenal saya sama sekali? Trus apa hubungan Dokter Nina dengan Silva?”
“Silva mengalami Amnesia.”
“Hah kenapa bisa? Apa yang sebenarnya terjadi?!”
“3 tahun yang lalu Silva mengalami kecelakaan besar yang membuatnya hilang ingatan.”
“Hah! Kecelakaan apa?! Dimana Ibunya? Apakah Ibunya tidak apa-apa.”
“3 tahun yang lalu saat Saya sedang melakukan penyuluhan di salah satu desa. Saya menemukan Silva terkapar di tepi sungai. Tampaknya Ia terbawa arus sungai. Kepalanya mengalami pendarahan yang cukup besar jadi Saya langsung membawanya ke rumah sakit terdekat. Namun rumah sakit itu tak bisa menangani masalah Silva karena kurangnya fasilitas disana. Jadi Saya meminta rekan kerja Saya untuk membawa Silva ke rumah sakit yang lebih berkualitas. Setelah itu Saya kembali ke desa tersebut menelusuri kembali sungai tempat saya menemukan Silva. Saya menemukan ada satu Bus yang cukup hancur dan satu mobil taksi yang sudah terbakar habis di samping sungai yang juga dekat dengan tebing. Tampaknya telah terjadi kecelakaan di jalan yang ada di atas tebing dan kedua kendaraan itu akhirnya terjatuh ke bawah tebing. Saya langsung menghubungi ambulan sebanyak banyaknya untuk melakukan evakuasi. Saya pun mencoba mencari informasi tentang anak yang saya tolong tadi. Dari informasi yang didapat bahwa anak-anak yang ada di dalam Bus itu lengkap walaupun sebagian sudah luka berat bahkan ada yang tewas.“
“Jika seperti itu SIlva bukan penumpang bus itu tapi penumpang dari taksi kan?”
“Tampaknya begitu. Jadi saat mencoba mencari informasi tentang Silva di taksi tersebut. Di dalam taksi ditemukan 2 korban tewas. satu supir taksi dan satunya lagi tampaknya....
“Ibunya Silva!”
“Iya.... Kami menemukan mereka dalam keadaan yang mengenaskan. Dua jasad itu terbakar habis sampai tak dapat dikenali sama sekalii. Saya mencoba mencari segala informasi tentang Silva di taksi itu namun tidak ada tertinggal satupun informasi. Segala bukti dan informasi ikut terbakar habis tak tersisa. Identitas dari ibunya pun tak bisa saya temukan. Setelah tidak mendapat informasi apapun saya berpikir untuk langsung mencari informasi dari Silva saja. Saya langsung pergi menuju rumah sakit tempat Silva dirawat. Silva mengalami geger otak yang parah dari kecelakaan yang tersebut. Untungnya saja Ia mendapatkan dua keajaiban saat itu. Pertama entah kenapa Ia dapat selamat dari mobil yang terbakar tersebut dan kedua beruntung sekali nyawanya dapat diselamatkan.”
“Lalu bagaimana keadaan Silva selanjutnya?”
“Akhirnya Silva dirawat di rumah sakit itu. Dia tak sadarkan diri cukup lama. Disaat itupun Saya berusaha mencari orang yang berkaitan dengannya, namun tetap saja hasilnya nihil. Setelah satu minggu lamanya akhirnya Silva sadar. Saya sangat senang saat itu namun, saat Silva sadar Ia bahkan tidak mengenal dirinya sendiri. Tampaknya kepalanya terbentur benda keras sampai berdarah makanya Ia mengalami Amnesia. Sampai sekarang Saya berusaha mencoba membantu Silva mengingat kembali ingatannya namun tetap saja tidak mendapat kemajuan. Saya pun akhinrya memutuskan untuk mengasuhnya sebagai anak Saya sendiri sambil mencari informasi siapa jadi diri Silva dan dimana kerabatnya sampai saat ini. namun sangat sulit menemukan petunjuk. petunjuk yang Saya punya hanya liontin yang dipakai Silva saat kecelakaan itu. Diliontin itu hanya berisi nama Dan Foto Silva sewaktu kecil. Makanya Saya bisa tahu namanya walaupun Ia sudah hilang ingatan. ”
“Jadi begitu.... Terima kasih banyak sudah menjaga Silva selama ini Dok. Saya benar-benar berterima kasih, seandainya Anda tdak ada mungkin saya tidak akan bertemu dengan Silva lagi. Saya benar-benar berterima kasih Dok.”
“Iya sudah-sudah... sama-sama... saya juga ngga tega ninggalin Silva. Dan sekarang saya sudah benar-benar menyayanginya.... Dia pun manggil saya dengan kata Ibu dan itu membuat saya senang. Terima kasih juga ya Nak telah menjadi teman yang baik Silva.”
“Ah tidak juga, lagi pula hal itu tidak Ia ingat sama sekali hehe.”
“Walaupun ingatannya hilang bukan berarti perasaannya hilangkan?! Jadi kita jangan menyerah untuk mengembalikan ingatannya.”
“........... Dokter benar!”
“hmmm bagus............ Ngomong-ngomong apakah Kamu tau kerabatnya atau ya orang-orang yang kenal dengan Silva?”
“Ah mohon maaf saya pun ngga tau. Saya cuma pernah berteman sebentar dahulu denganya saat libur panjang 5 tahun lalu. Ia selalu bepindah-pindah tempat tinggal karena pekerjaan ibunya. Maka kalau Dokter mencari orang-orang atau yang kenal dengannya Saya rasa itu sulit.”
“Bagaimana kalau temannya? Apakah Silva punya teman selain Kamu?”
“Hmmmm itu juga Saya ngga tau. Tapi yang saya tau dari Ibunya dulu karena mereka sering berpindah-pindah Silva menjadi pemalu dan sulit mendapatkan teman.”
“Oh begitu... Jadi tetap saja tidak ada petunjuk menemukan orang yang kenal dekat dengan Silva.”
“Maafkan saya Dok karena tidak bisa membantu.”
“Ah tidak juga. Karena ada Kamu saya jadi menemukan cara untuk mengembalikan ingatan Silva.”
“Bagaimana caranya Dok?”
“Kamu kan bilang kalau Silva pernah tinggal di Aqoastal ini. Jadi, kita coba Dia untuk mengingat hal familiar yang ada disini mungkin saja berhasil.”
“Mungkin itu akan berhasil. Aku akan membantu sebisa mungkin Dok!”
“Hmmm. Terima kasih ya.”
“Hehe bukan apa-apa...... Ah berarti Kalian kesini untuk memeriksa tentang penyakti Amnesia Silva ya Dok?”
“Ahhhh tidak.”
“Loh? Trus apa?”
”Hmmmm... Sudah Saya duga, Kamu tidak mengetahuinya.”
“Emangnya ada apa?”
“.................................”
Dokter Nina benar-benar diam setelah itu. Surya terus saja menanyakan tentang apa yag terjadi dan penyakit apa yang sebenarnya yang telah diidap Silva. Namun Dokter Nina tetap diam seribu bahasa. Walaupun begitu surya tetap saja memaksa-memaksa dan memaksa Dokter Nina untuk bicara dan akhirnya Dokter Nina mau angkat bicara.
“Silva tidak hanya mengidap penyakit Amnesia. Tapi Ia sejak lahir sudah memiliki penyakit jantung yang kronis.”
“Hah! Penyakit jantung?! Lalu apakah Silva akan baik-baik saja Dok?!”
“................”
Dokter Nina kembali diam membuat Surya menjadi khawatir. Surya kembali menekan Dokter Nina dengan berbagai pertanyaan untuk memojokkan Dokter Nina. Hingga akhirnya Dokter Nina mengatakan kenyataan yang sebenarnya terjadi.
“Sebenarnya pada saat kecelakaan yang menimpa Silva dulu. Para Dokter telah memeriksa Silva dan menemukan bahwa Silva tidak hanya menderita penyakit Amnesia namun juga kelihatannya sejak lahir sudah memiliki riwayat penyakit jantung yang kronis.”
“Hah.... Saya tidak pernah mengetahui itu.”
“Mungkin saja saat Kamu berteman dengannya Silva tidak mau Kamu tahu tentang penyakitnya ini.”
“Trus apakah penyakit jantungnya ini bisa disembuhkan.”
“Terus terang saja karena penyakit ini hidup Silva tak bisa ditolong.”
“Hah! Apa maksud Dokter?! Apa!?”
“Saya bahkan sudah membawanya ke berbagai rumah sakit bahkan Kami sudah sampai pergi ke jerman untuk menyembuhkan penyakitnya namun tidak menemukan hasil yang memuaskan. Hanya bisa menahan penyakitnya saja tapi tetap saja umurnya tak dapat diselamatkan.”
“Maksud Dokter hidup Silva tinggal sebentar lagi!?”
“Karena penyakit jantungnya ini, kemungkinan kecil Silva bisa bertahan hanya sekitar 3 tahun lagi. Sampai Ia lulus SMA.”
“Hah 3 tahun saja sisa umurnya lagi!”
“Itu hanya kemungkinan kecilnya. Kemungkinan besarnya Ia hanya bisa bertahan 1 tahun saja.”
“1 tahun!”
“Hmm.. Dan itulah alasan utama Saya mau merawatnya dengan sungguh-sungguh.”
“Apakah tidak ada yang bisa kita lakukan?”
“Sudah Saya katakan kan.... Saya pun sudah berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya namun tidak ada kemajuan.... maka dari itu.... maka dari itu... maka... Saya berharap sekali Kamu mau menjadi temannya kembali dan membantunya mengisi hari-harinya dengan kebahagian hingga Dia bisa hidup dengan bahagia tanpa ada rasa putus asa.”
“Apakah aku bisa?”
“Silva yang sekarang benar-benar pendiam dan pemurung. Dia sangat berputus asa dan hanya diam menunggu ajal menjemputnya. Kamu yang sudah pernah membuat kenangan yang indah bersamanya pasti bisa. Kamu kenal dengannya dan sekarang kamu sudah tahu masa lalunya. Maka dari itu, Kamu pasti berhasil.”
“Akan saya Coba! Tidak! Harus saya lakukan! Saya akan berusaha untuk mengembalikan ingatannya kembali dan akan mengisi sisa-sisa harinya yang singkat ini hingga Silva kembali bahagia dan tak berputus asa!”
”Terima kasih banyak sudah mau menjadi teman Silva.”
“Hehe sama-sama Dok.”
“Eh saya hampir lupa, saya belum kenal sama Kamu.”
“Eh iya lupa.... perkenalkan nama Saya Didit Surya Putra. Panggil aja Surya.”
“Salam kenal ya Surya.”
Dari wajah dokter Nina benar-benar terlihat bahwa dokter Nina sangat menyayangi Silva bagaikan anaknya sendiri. Ia benar-benar tak tega Silva harus berumur pendek seperti ini yang akhirnya membuat dokter Nina meneteskan air matanya karena pembicaraan itu. Surya yang tadinya terlihat sangat putus asa kembali bersemangat sambil menahan tangisnya melihat dokter Nina yang menangis kecil.
Tak selang lama Silva datang menghampiri dokter Nina. Silva langsung khawatir melihat dokter Nina yang terlihat menangis. Dia langsung memeluk dokter Nina dengan penuh kasih sayang sekiranya bisa menenangkan dokter Nina. Saat Silva sadar disana ada Surya, wajahnya tiba-tiba menjadi masam dan menuduh-nuduh Surya yang tidak-tidak.
“Eh! Lo buat Ibuku nangis ya!?”
“Ngga kok! Nggaaaa jugaaa sih.... Eh tapi secara teknis emang gue yang buat nangis sih. Tapi....”
“Bodoh! dasar penjahat! Stalker!”
“Ehhhhhhhhhhhhhh......”
“Ibu kenapa nangis?! Ibu ngga papa kan? Pasti Dia kan yang buat Ibu nangis? Dia itu penjahat jangan mau Ibu dekat dengan Dia!”
“Ngga papa kok Nak. Dia juga bukan orang jahat kok. Dia bukan stalker kok. Dia juga baru di sekolah tadi pertama kali ketemu sama kamu masa Dia Stalker kamu.”
“Ngga percaya! Lihat aja orangnya kelihatan menjijikan gitu. Wajahnya aja kayak penjahat gitu masa bisa dipercaya!”
Kata-kata itu yang penuh dengan rasa kebencian itu mengingatkan Surya dengan Silva saat kali pertama bertemu. Membuat Surya menjadi tersenyum. Silva yang melihat Surya tersenyum malah merasa jijik dengan Surya. Mereka pun kembali bertengkar. Saling marah-marahan, saling membuat kesal satu sama lain hingga Silva sudah kesal dan mengajak dokter Nina untuk mengantarnya pulang ke rumah. Akhirnya, Silva pulang dengan wajah sangat kesal. Surya pun kembali menemui ibunya dengan wajah yang kesal pula.
“Kamu kenapa Sur? Muka mu asem bener.”
“Ngga papa!”
Akhirnya setelah tenang Surya pun mengisahkan apa yang sebenarnya terjadi saat dia bicara dengan dokter Nina tadi. Ibunya pun terkejut mendengar hal itu sampai-sampai ibunya tidak percaya bahwa ibu Silva tewas dengan cara yang mengenaskan sehingga membuatnya menangis. Akan tetapi surya tak berputus asa lagi. Dia sangat bertekad agar bisa menjadi teman Silva lagi dan membuatnya kembali tersenyum seperti yang dulu lagi. Sembari menunggu antrian pemeriksaan Ibu Surya, akhirnya hari itupun berakhir.