Pernah Ku berkelana di bumi.
Diantara langit Ku bersemayam.
Namun tak pernah dalam masaku melihat sepercik nestapa.
Mengambil hidupnya sebanyak yang dia bisa.
Memohon dan bertanya mengapa.
Kuputuskan untuk singgah dan memberitahu kalau belum saatnya.
Seberapa jauh pun itu.
Tak adil katanya.
Ku tanya mengapa.
Dia memohon padaku memberinya kesempatan, dia tak sudi melanjutkan.
Maka dari itu kuberikan padanya.
Ku katakan padanya bukan hanya kematian di luar sana.
Ku perlihatkan lautan, langit, bahkan bintang-bintang.
Namun dia bersikeras.
Ku tanya lagi mengapa.
Dia memintaku membiarkannya bertemu dengan mereka.
Namun tak dapat kupenuhi.
Karena bukanlah kuasa.
Lalu dia memintaku tinggal.
Ku beritahu kalau aku bisa tinggal, namun bukan untuk waktu yang lama.
Aku terpaut urusan sendiri.
Dia tak keberatan, selama aku bisa tinggal.
Kuturuti pintanya.
Ku luangkan waktu untuknya.
Kuberi tahu semua.
Tentang ranah ini.
Tentang apa yang ada di dalam dan dibaliknya.
Kehidupan mulai dihargai.
Hingga dia memohon padaku kembali.
Memintaku hal yang sempat dia miliki.
Sebuah keluarga.
Ku kutakan padanya itu tabu.
Itu tak mungkin dilakukan.
Dia mulai menangis.
Kembali menjadi dirinya yang dulu.
Tak ada pilihan untukku selain membiarkannya.
Berulang kali Ku hadir disana.
Untuk membawanya kembali.
Meskipun Ku pintanya untuk berhenti, dia tetap tak sudi.
Memberitahuku kalau ku tak 'kan mengerti.
Kalau ku tak tahu rasanya.
Kalau sia-sia bila ampunan tak dapat dipinta.
Maka kubiarkan dia memanduku.
Senyumnya pun kembali.
Tapi tidak untuk waktu yang lama.
Seseorang di atas sana membawaku pergi.
Meninggalkannya sendiri dengan janji.
Janji untuk bertemu kembali.
Janji untuk kembali bersama.
Janji melindungi apa yang ada diantara kami berdua.