Mata merah menyala kuncup kemudian terbuka kembali—memandangi sekeliling dengan sayu, sinar rembulan pelan membanjiri merahnya dalam bayang—menyingkap sosok pria tinggi putih berbalut busana. Bibir tipis pelan terbuka—dari balik runcingnya taring hembusan napas keluar membentuk kepulan asap putih. Suara kokang senjata mengalihkan tatapannya yang sayu dan sekejap hilang dari pandangan, tembakan terlepas—nyaring terdengar bersamaan dengan jeritan pria malang yang tengah memegangi senapan—tubuhnya seketika ambruk, terbujur kaku di lantai.
Apa yang nampak jelas di depan mata kini terhalang sebagian oleh rambut hitam legam yang terurai melewati bahu, helaan napas terdengar—berhembus dingin lewati telinga.
"Katakan, apa yang membuat jantungmu berdegup kencang?" Tanyanya—menaruh tangannya di pundak.
"Bukan apa-apa." Jawab seorang wanita dengan nafasnya yang sedikit tersentak—peluh menetes pelan dari dahi.
"Benarkah? Bagaimana jika kutancapkan taringku untuk mencicipi apa yang mengalir dalam nadimu?” Tanyanya—mengendus lalu menjilat leher wanita itu pelan.
"Kau tak akan melakukannya.”
"Kau yakin?" Tanyanya dengan sedikit menyeringai—taringnya nampak keluar.
"Aku yakin."
Pria itu terkekeh, tangannya mencengkram pundak si wanita—menggeram dengan nafas memburu, mulutnya kini terbuka lebar—siap menerkam.
"Dia pernah kembali." Ujar si wanita menghentikkan kedua taring yang hampir menusuk lehernya.
"Siapa?" Tanya si pria dengan nafas yang masih memburu.
"Dia yang telah memberikan karunianya padamu."
Nafas si pria yang memburu perlahan hilang, dia menjauhkan wajahnya dari leher si wanita lalu menatapnya dingin.
"Dan mengapa aku harus percaya ucapanmu?"
Tangannya yang sedari tadi berada di pundak si wanita nampak memerah, asap putih mengepul dan api kecil pun berkobar. Dengan pelan ia menarik tangannya dari pundak wanita itu—kedua matanya melekat pada kepalan tangan yang terbakar menyala—kulit melepuh berbalut api menetes jatuh ke lantai.
"Karena Ku sama halnya denganmu." Jawab wanita itu—menoleh lalu menatap api yang ada pada tangan si pria dan perlahan api itu pun padam tak tersisa.
"Siapa kau?" Tanya si pria.
"Aku Maria." Jawabnya—mengalihkan pandangan pada pria di depannya.
"Akhir dari penantian panjangmu."