Aku tidak menyadari kehadiran Mila saat tengah menunggu angkot pulang. Kukira ia masih harus latihan lagi sepulang sekolah kini. Wajahnya memang selalu terlihat tidak bersahabat jika berpapasan denganku, tapi yang cukup menarik adalah sejak kapan ‘Ratu’ ini menunggu angkot sama sepertiku?
“Aku mau ngomong sama kamu,” katanya ketus seperti biasanya.
Saat itu memang ada beberapa siswa yang sedang menunggu angkot sepertiku, tapi aku tidak mengenal mereka.
“Jangan di sini,” kataku.
“Ikut aku,” kata Mila mendahului pergi dan aku mengikutinya dari belakang.
Jika ini adegan dalam drama remaja, aku seperti akan di bully tak lama lagi. Tapi nyatanya, Mila mengajakku ke belakang gedung sekolah, tempatnya memang cukup sepi. Kulihat Mila berhenti dan menatap ke arahku dengan kedua tangan yang ia lipat ke depan tubuhnya. Mungkin agar terlihat bahwa ia mendominasi percakapan kami kini.
“Ada apa?” tanyaku pasrah. Berbicara dengan Mila selalu memberi efek yang cukup menyedihkan bagi diriku sendiri.
“Aku pacaran sama Davi,” katanya.
“Hah?!” Aku tidak percaya.
“Aku mau ngomong baik-baik sama kamu sekarang. Entah siapa yang memulai, tapi aku keganggu kalau kamu deket-deket sama Davi, apapun alasannya. Kamu harus tau Tasya, orang-orang justru anggap kamu itu pengganggu hubungan aku sama Davi,” terang Mila. “Kamu pasti keganggu kan kalau orang-orang ngecap kamu kayak gitu?”
Semua ucapan Mila tak ada satupun yang jelas aku mengerti, yang ada hanya kalimat pertama yang diucapkan Mila tadi. Katanya ia sudah pacaran sama Davi, sejak kapan? Kenapa aku tidak sadar.
Aku seperti terhantam petir yang sangat kencang, dan hebatnya, ia langsung menghancurkan hatiku menjadi puing-puing kecil. Fikiranku menerawang jauh akan kenangan-kenangan saat aku bersama Davi, aku tak memungkiri bahwa semua itu indah, juga fana. Aku lupa bahwa tak mungkin ada pertemanan yang murni antara laki-laki dan perempuan, hal itu juga berlaku terhadap Davi dan Ratu.
Cinta itu memang dibuktikan dengan tindakan, tapi poin pentingnya, kita harus mengatakan bahwa kita juga mencintainya, dan aku lagi-lagi lupa akan hal itu. Sebanyak apapun dan seindah apapun kenanganku bersama Davi, pada akhirnya cintaku hanya berada satu pihak saja, dan itu pihakku.
Aku pun mengerti bahwa akhirnya cinta diam-diamku ini hanya menjadi duri, aku tak menyangka saja jika itu bisa semenyakitkan ini.
~KALA SENJA~
Setelah hari itu, jelaslah aku menangis. Sangat. Bahkan sahabat-sahabatku pun tak sanggup menghentikan rasa perihku. Semua yang jelas terlihat itu justru membutakanku, bahwa Davi hanya teman, tidak lebih. Hatinya sudah dimiliki orang lain, dan itulah yang membuatku merasa miris.
“Kalau gitu kamu harus jauhin Davi, ngehindar dari dia, Sya,” kata Prisil menepuk pelan bahuku. “Bukan soal hubungan Davi sama Mila, tapi kamu juga harus ngobatin perasaan kamu.”
“Iya, Sya. Lagipula kita juga tahu Davi deketnya bukan sama kamu terus kan? Emang dia mah dasarnya supel, dia juga pernah kok ke kelas bareng sama aku,” tambah Mia.
“Udah jangan nangis lagi, kita juga ikut sedih, Sya,” tambah Citra.
Ucapan mereka justru membuat air mataku tak kunjung berhenti, di samping aku yang sedang rapuh karena patah hati, mereka datang menguatkanku membuatku terharu bahwa aku tidak sendiri sekarang.
Memang jalan terbaik adalah menghindar dari Davi. Aku tidak peduli orang-orang mengataiku sebagai pengganggu hubungan orang, kenyataannya justru ketika aku mendengar hubungan Davi dan Mila, aku justru ingin pindah ke planet lain. Menjauh sejauh-jauhnya dan tak ingin bertemu dengan Davi atau tahu kabar tentangnya.
Dan hal terberat yang kurasakan adalah harus terlihat baik-baik saja ketika enam hari dalam seminggu aku harus berpapasan dengan Davi. Sosok yang penah membuatku jatuh cinta dan kini aku harus rela meninggalkannya, untuk memulihkan hatiku yang sudah menjadi puing-puing kecil itu.
ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256
Comment on chapter Satu Kelas