Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kala Senja
MENU
About Us  

Entah bagaimana caranya, namun kejadian kemarin saat rapat pensi menjadi konsumsi publik. Terlebih di kelasku, dari aku datang hingga istirahat tiba, hampir semuanya menggodaku.

“Serius? Edgar Pratama?” tanya Citra yang sama hebohnya dengan teman-teman sekelasku yang lain.

“Gak tau namanya siapa. Lagian kenapa sih kamu yang heboh?” protesku yang melihat Citra tidak menyentuh bekalnya.

Hari ini kami sengaja janjian membawa bekal untuk di makan saat istirahat. Tapi yang terjadi, bukannya ketenangan saat istirahat seperti biasanya, justru kegaduhan yang aku terima.

Please Sya! Edgar cuy! Siapa yang gak kenal senior kita yang satu itu. Mantan Ketua Osis, bintang tim basket sekolah, dan jangan lupa, si langganan juara umum,” jawab Citra dengan sangat fasihnya.

“Wahh! Kerjaanmu nyari gosip ada faedahnya juga ya,” kataku dengan nada mengejek.

“Hahaha. Habisnya kamu kudet banget sih, masa Kak Edgar aja gak kenal. Si Prisil aja tau,” kata Citra.

Aku menoleh ke arah Prisil yang sedang menikmati bekalnya. Ia pun menoleh padaku. “Aku juga tau kok Sya,” kata Prisil.

“Kok aku nggak?”

“Itu loh! Waktu kita nyari sharing pas ospek, dia kan yang bantuin kita cari temen sekelasnya waktu sore-sore,” jawab Prisil.

Aku mengingat-ngingat kejadian satu tahun lalu itu. “Aku gak inget.”

“Yaampun Sya! Parah banget sih memori kamu,” protes Citra.

“Makanya, otaknya jangan diisi soal Davi doang.” Kini Mia ikut-ikutan memprotesku.

“Diem aja kamu, tumben,” kata Citra pada Mia yang terlihat tenang-tenang saja.

“Pertama dapet cuy! Tau kan sakitnya kayak gimana,” kata Mia yang terlihat lesu itu. “Dan aing (aku) lupa bawa bekel. Terus beli beginian, kesel sendiri deh!” omelnya sambil melihat bekal yang Mia bawa. Sebenarnya itu paket breakfast di salah satu restoran cepat saji.

“Ya udah tinggal makan bekal kita kok,” kata Prisil menyodorkan kotak bekalnya. “Apalagi Tasya bawa kue sama skotel buatan Tante.”

“Iya, aku bawa lebih nih,” kataku menyodorkan kotak bekal yang lain. Yaitu kotak bekal yang sengaja di siapkan ibuku untuk dibagi-bagi kepada sahabat-sahabatku.

“Aku sayang Tante,” rengek Mia mengambil kue yang kubawa dan memakannya.

“Sayang aku juga gak?” Tiba-tiba Raka menghampiri Mia.

Naon sih maneh teh!” protes Mia yang artinya ‘apa sih kamu!’

“Hahaha. Kamu mah lagi dapet kayak macan,” kata Raka.

Heueuh da aing teh maung!” ‘Memangnya aku macan!’

Yang membuatku terkejut, Raka memberikan sekotak susu dan sebatang coklat pada Mia. Sambil mengelus pelan pucuk kepala Mia.

“Biar gak sakit perut terus,” kata Raka.

Percaya atau tidak, ini pertama kalinya aku mendengar Raka dengan nada seriusnya. Biasanya orang itu selalu pecicilan dan becanda melulu. Kali ini berbeda, Raka seperti menempatkan dirinya dengan benar di hadapan Mia. Pantas saja Mia tidak mempermasalahkan mengenai sifat Raka yang terlihat santai dan bercandaan itu.

“Tuh Sya, kalau PDKT sama Kak Edgar juga gak akan jauh beda di treat kayak gitu,” goda Citra.

“Yaampun Cit, gak ada capeknya ya kamu,” protesku. “Harusnya kamu hafalin tuh pantun kamu.”

“Harusnya kamu terima tuh pernyataan Kak Edgar,” kata Citra membeo.

“Ihh!”

“Hahaha…..”

~KALA SENJA~

Selesai istirahat, sekarang saatnya pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Tira datang tanpa membawa beberapa buku yang biasanya beliau pakai.

“Untuk presentasinya, lebih baik sesuai absen atau di acak?” tawar Bu Tira.

“Acak!” Untuk orang-orang dengan urutan absen teratas berteriak untuk di acak.

“Sesuai absen Bu!” ujar Mia yang termasuk urutan absen di bawah.

“Ya sudah, biar jadi kejutan, di acak aja ya,” kata Bu Tira.

“Si Mia eleh (kalah),” ujar yang lain.

Bae weh (biarin aja),” kata Mia.

Bu Tira pun menyuruh parasiswa untuk sedikit memundurkan barisan mejanya. Kurasa suasana berubah menengangkan. Meski kami sudah saling mengenal satu sama lain, rasanya selalu tegang jika diminta untuk berdiri di depan kelas. Termasuk aku yang biasanya berada di depan kelas walau sekedar mengumpulkan tugas-tugas.

“Citra,” panggil Bu Tira begitu presentasi di mulai.

“Waduh!” Citra terlihat terkejut. “Sil, hayu!”

Entah sedang tegang atau tidak, Prisil terlihat seperti biasanya, tenang dan banyak diam. Ia bahkan dengan percaya dirinya pergi ke depan kelas.

Begitu Citra dan Prisil membacakan pantun mereka, dengan ciri khas mereka sendiri tentunya, perlahan suasana terasa tenang kembali. Setelah Citra dan Prisil selesai membacakan pantun mereka, kami kembali tegang.

Satu per satu nama kami di panggil, meski kelihatannya tegang, tapi selalu ada gelak tawa di dalamnya. kebanyakan disebabkan oleh tingkah laku teman-temanku yang mengundang gelak tawa ketika membacakan tugas mereka. Apalagi ketika Raka dan Mia ke depan, percayalah aku sampai sakit perut karena banyak tertawa.

“Davi.” Kini giliran Davi, laki-laki itu sepertinya tidak terpengaruh ketegangan di kelas kami. Ia berjalan ke depan kelas seperti biasanya, dengan rasa percaya diri. Davi membacakan puisinya.

Aku berhenti menulis tentangmu

Meredakan hati yang mulai layu

Sebab semua tentangmu

Hanyalah air mata dan pilu

 

Berhentilah di situ

Jangan lagi berbalik dengan tatapan sayu

Ragaku tak lagi kuat seperti dulu

Sebelum kau berada di peluk orang baru

 

Jadi, berhentilah merayu

Dengan senyum indahmu

Biarkan aku melaju

Tanpa ada kekangan rindu

Kami semua bertepuk tangan. Bahkan tanpa sadar aku terus saja menatap Davi yang masih berdiri di depan kelas. Ia selalu bisa membuat semua orang larut dengan apapun yang ia lakukan, apalagi aku yang jelas sekali menyukainya. Aku akan selalu dibuat terpana oleh setiap perilakunya.

“Udah jangan diliat aja,” ujar Prisil menyikut pelan lenganku.

“Hah? Nggak kok,” elakku.

“Tumben Davi puisinya sedih gitu, lagi galau Nak?” tanya Bu Tira.

“Hahaha. Nggak kok Bu,” jawab Davi.

“Selanjutnya Tasya!”

“Iya?” aku reflek berdiri. Membuat semua orang di kelas menertawakanku, termasuk Davi yang masih berdiri di depan kelas.

“Semangat Tasya!” kata Raka menyemangatiku begitu aku berjalan ke depan kelas.

“Semangat.” Kata Davi begitu kami papasan.

Ucapan Davi seperti mantra, yang mengatur kadar keteganganku yang perlahan berubah menjadi perasaan semangat dan percaya diri.

“Tasya juga baca puisi?” tanya Bu Tira.

“Iya Bu,” jawabku.

“Galau juga kayak Davi?”

“Nggak Bu.”

“Iyalah nggak. Orang baru aja ditembak. Iya gak temen-temen?” tanya Raka mengompori seisi kelas yang justru menjadi riuh akan komentar mengenai kejadian kembali.

Raka benar-benar menyebalkan!

“Udah ih, aku mau baca puisi,” kataku.

“Udah, udah.” Davi membantuku melerai riuh tidak jelas itu.

Aku menarik nafas pelan sebelum membacakan puisiku. Well, tidak memungkiri bahwa puisi biasaku ini terinspirasi atas perasaanku pada si ketua kelasku.

Mari tersesat bersamaku

Menikmati empat musim dunia

Mengelilingi alam semesta

Untuk mencari tahu apakah aku benar cinta

 “Ciee….”

Belum aku menyelesaikan puisiku, suara riuh itu sudah santer terdengar. Sesekali teman-teman sekelasku menyebut nama Kak Edgar diantaranya. Mereka tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Puisiku tercipta oleh sebab sang ketua kelas yang kini hanya diam sambil melihat ke arahku, tidak terpengaruh dengan ocehan teman-teman sekelas. Yang entah berapa lama, rasanya satu detik bertatapan dengan Davi bagai putaran waktu tengah berhenti.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • zufniviandhany24

    ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256

    Comment on chapter Satu Kelas
Similar Tags
Matchmaker's Scenario
1349      711     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Venus & Mars
6104      1571     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
Navia and Magical Planet
581      400     2     
Fantasy
Navia terbangun di tempat asing tak berpenghuni. Pikirnya sebelum dia dikejar oleh sekelompok orang bersenjata dan kemudian diselamatkan oleh pemuda kapal terbang tak terlihat bernama Wilton. Ah, jangan lupa juga burung kecil penuh warna yang mengikutinya dan amat berisik. Navia kaget ketika katanya dia adalah orang terpilih. Pasalnya Navia harus berurusan dengan raja kejam dan licik negeri ters...
FAKE NERD AND BLIND ALPHA
2972      1110     4     
Fantasy
Seorang Alpha buta berjuang menjaga matenya dari garis taqdir yang berkali-kali menggores kebahagian mereka. Jika jarum runcing taqdir mengkhianati mereka, antara cinta ataukah kekuatan yang akan menang?
Let it go on
1145      817     1     
Short Story
Everything has changed. Relakan saja semuanya~
(Un)perfect Marriage
701      478     0     
Romance
Karina Tessa Ananda : Tak tau bagaimana, tiba-tiba aku merasakan cinta begitu dalam pada pria yang sama sekali tak menginginkanku. Aku tau, mungkin saja pernikahanku dan dia akan berakhir buruk. Tetapi--entah kenapa, aku selalu ingin memperjuangkan dan mempertahankannya. Semoga semua tak sia-sia, dan semoga waktu bisa membalik perasaannya kepadaku sehingga aku tak merasakan sakitnya berjuang da...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
497      345     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
Teman Khayalan
1715      745     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
The Alter Ego of The Ocean
539      377     0     
Short Story
\"She always thought that the world is a big fat unsolved puzzles, little did she knew that he thought its not the world\'s puzzles that is uncrackable. It\'s hers.\" Wolfgang Klein just got his novel adapted for a hyped, anticipated upcoming movie. But, it wasn\'t the hype that made him sweats...
fall
4683      1397     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?