Aku menghampiri Mila saat ia sedang berada di pinggit lapangan sendirian.
“Kenapa Davi bilang gitu?” tanyaku padanya.
Mila menatap sinis ke arahku, ia mengabaikan pertanyaanku.
“Jawab aku Mila!” kataku lagi meninggikan satu oktaf.
“Aku gak pernah bilang sama Davi! Puas?!” kata Mila sambil bangkit dan menatapku intens. “Aku gak akan pernah bisa.”
Serius! Jadi selama ini Mila tak pernah mengatakan perasaannya, dia bohong padaku? Kedekatan antar keduanya yang kuanggap sudah lebih dari sekedar sahabat itu, kenyataannya memang sebatas sahabat. “Kenapa?” tanyaku.
“Kamu pikirlah sendiri!” Mila melangkah pergi meninggalkanku, tapi aku tetap menahannya.
“Aku gak ngerti kenapa kamu gak bilang Davi. Kalian kan udah deket,” kataku.
“Kamu lebih seneng aku pacaran sama Davi, gitu?”
Aku bungkam.
Mila menepis pegangan tanganku, ia berbalik dan kembali menatapku nanar. “Kamu itu bodoh! Harusnya kamu gak pernah muncul di sekolah ini. Mulai sekarang jauh-jauh sana dari aku, jangan ikut campur urusanku. Aku juga gak mau ketemu atau sekedar papasan sama kamu. Kamu buat aku muak, Tasya.”
Dan setelah itu Mila benar-benar pergi dari hadapanku, dengan meninggalkan beragam kebingungan di kepalaku. Dari ucapannya, Mila seperti ada nada marah juga kecewa. Di sisi lain, aku merasa kebingungan, meski di sisi yang lain aku merasa damai.
~KALA SENJA~
“Mentemen, beres UTS foto kelas yuk!” ajak Raka. “Mia bilang mau traktir kita,” kata Raka yang langsung menerima pukulan di pergelangannya oleh Mia.
“Maneh mah, dasar gelo!” protes Mia (Kamu tuh, dasar gila!).
Mila menempelkan sebuah poster dari salah satu tempat makan. “Aku dapet kupon diskon makan lumayan banyak. Cukuplah buat sekelas, jadi beres foto kelas kita bisa makan-makan. Kita kan belum pernah kumpul bareng.”
Aku yang baru saja kembali ke kelas pun hanya bisa mengangguk menyetujui karena hampir separuh orang-orang setuju dengan usulan Mia.
Tak jauh dari tempat Mia yang berdiri di depan kelas, Davi baru saja masuk ke dalam kelas pandangan kami saling beradu diantara hiruk pikuk orang-orang. Hal yang kurindukan adalah ketenangan saat menatap Davi. Tak ada rasa bersalah, tak ada rasa sedih, semua sama seperti dulu.
Lalu, Davi tersenyum. Membuatku merona dan ingin berlari menjauh darinya untuk selanjutnya berteriak karena gembira. Tapi aku mengangkat tanganku dan melambaikan tangan padanya, aku pun ikut tersenyum. Ada dorongan tak kasat mata yang membuatku ingin melihat Davi lebih lama dari biasanya.
‘Ikut ya.’ Kulihat bibir Davi berucap namun suaranya tak terdengar jelas karena riuh yang masih mendominasi.
Aku mengangguk dan kembali tersenyum melihatnya. Begitu pula dengan Davi.
Kehadiran Davi itu memang tak pernah selamanya dalam jarak pandangku. Aku mengagumi kebaikannya, juga senyumannya. Davi itu indah tapi sesaat, seperti senja, indah tapi cuma sebatas singgah.
Setelah itu aku kembali ke bangkuku. Di sana ada Prisil dan Citra yang sedang sibuk menonton cuplikan video K-pop. Kulihat sekilas Davi ikut bergabung dengan kerumunan laki-laki yang sedang memperebutkan kupon yang dibagikan Mia dan Raka.
Tunggu!
“Sejak kapan mereka berdua dekat gitu?” tanyaku terkejut.
Prisil melihat sekilas ke depan kelas, lalu kembali melihat ponselnya. “Aku seneng Sya kamu akhirnya jatuh cinta lagi, tapi jangan lupa sahabatmu dong. Raka lagi PDKT sama Mia.”
“Apa?! Serius Sil?”
“Iyalah Sya.”
“Kapan?”
Prisil menggendikkan bahunya. “Tau-tau si Raka suka ngintilin Mia kalau pulang.”
Hari ini aku cukup banyak mendapatkan kejutan. Pertama, tak ada yang terjadi antara Davi dan Mila. Kedua, Raka sama Mia lagi dekat dan aku tidak tahu sama sekali.
Sebenarnya sejak kemarin aku kemana saja ya? Sampai tidak menyadari banyak yang berubah di sekitarku. Aku terlalu memikirkan perasaan sedihku itu, hingga lupa dan mengabaikan hal-hal kecil yang dapat memberikan efek bahagia untuk diriku sendiri.
Tak ada yang senang dengan perasaan sedih dan juga patah, tapi beberapa menikmati candu patah hati dengan sangat apik dan mengabadikannya dalam rentetan kata. Bagiku, lebih baik perasaan itu menggantung dan di bawa pulang saja oleh senja.
ka jangan lupa mampir untuk bantu vote ceritaku https://tinlit.com/view_story/1078/1256
Comment on chapter Satu Kelas