” Rasanya ingin kembali,” aku hampir mengatakannya. Beruntug masih tertahan ditenggorokanku. Bukannya aku tidak konsisten. Hanya khawatir tentang besok, tentang biaya semester bulan Januari, tentang tagihan ayah, tentang Kiriski. Aku selalu khawatir dengan apa yang aku lakukan, dengan apa yang ingin aku lakukan. Mengulang kata adalah pilihan teraman. Saat ini, aku sedang tidak ingin membaca apa yang sudah ku tulis, dan memikirkan kekhawatiran. Tidak peduli ini baik atau benar. Aku hanya ingin mengatakannya.
“Awannya tidak bagus akhir-akhir ini” semuanya bilang begitu saat mereka mengarahkan kamera ke langit.
“Karena ini Desember” kataku,
Dua tahun terakhir aku sangat perhatian pada setiap baris tanggal dan urutan harinya, tidak akan tertukar. Hari sabtu benar-benar wujud dari hari libur, rasanya banyak waktu untuk melakukan semuanya. Tidak masalah mencuci selama dua jam, menjemur pakaian selama tigapuluh menit. Toh, ini hari libur. Hanya, warna merah dibaris ke tujuh, satu hari sebelum besok, semuanya terlalu cepat berjalan dihari itu. Aku hanya mengkhawatirkan besok. Hari minggu sudah tidak bisa lagi disebut hari libur. Kalau-kalau diijinkan, aku akan langsung ke hari Selasa saja.
Tidak ada yang terbenam dilembar ini atau sesuatu yang dalam tapi tolong pergilah denganku, sampai aku bisa meunjukan sesuatu yang terbenam, bulan Oktober sampai sesuatu yang deras dibulan November.
Menyesakan saat semuanya hanya kita yang tahu dan dirasakan sendiri. Tapi, terlalu takut untuk dikatakan. Memang saat ini aku terlalu seperti oranglain. Bukannya kejam. Hanya ku pikir oranglain sangat tak berkepentingan untuk tahu hidupku. Tolong lebih perhatian saja pada hidupmu. Aku akan sangat berterimakasih jika saja oranglain ini tidak repot-repot dengan hari kamisku. Semuanya sangat sulit saat kita tidak bisa bicara dengan orang lain. Yah, memang susah berbicara dengan oranglain. Bukannya terlalu berisiko untuk membaginya dengan mereka. Aku hanya berbica tentang makanan apa yang disuka, dimana aku tinggal, nama ibu, ayah dan kelas berapa adikku pada oranglain. Hal-hal seperti, seperti apa tetanggaku, bagaimana sebenarnya orang-orang terlihat dan bagaimana hari ini dan dua tahun lalu terasa, semuanya itu hanya dibicarakan dengan seorang teman. Buatku teman adalah orang yang bisa diajak bicara, dia boleh marah atau memaki tapi aku tidak toleran dengan seorang yang mengatakah hanya semudah merebus mi instan. Karakter ini sangat ditolak diriku, sangat tidak bisa pokoknya.
Aku percaya ini berharga, aku tahu seorang ingin dianggap istimewa. Tapi semuanya menjadi menyebalkan saat mereka terlalu ingin didengar. Aku ini sangat kesusahan untuk bicara dengan orang lain. Sungguh. Karena itu, dua tahun terakhir ini aku hanya dapat adegan numpang lewat dan seorang figuran yang mengiyakan protagonis dalam sebuah episode.
Tidak berarah, karena aku memang tak bermaksud membawamu kemanapun. Rasanya aku hampir ingin berterimakasih. Ini yang coba ingin aku katakan.