Read More >>"> Cerita Sampah
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cerita Sampah
MENU
About Us  

Terlihat dari sudut pandang tempat dudukku hari ini dia masih terlihat cantik seperti biasa, dan seterusnya pun aku rasa akan sperti itu. Meski kita dalam kelas yang sama entah kenapa mendekatinya pun aku tidak berani. Ternyata begini rasanya menjalani kehidupan putih abu-abu dengan dinaungi masa pubertas yang menggebu, atau kata mereka dengan bahasa yang lebih simplenya yaitu asmara. Padahal aku hanya ingin menjalani masa sekolah ini dengan damai, tapi karena suatu kecelakaan akhirnya aku tertular virus sperti ini juga. Namanya virus cinta, kata mereka lagi. Walaupun kenyataannya aku tak mengerti esensi dari makna cinta untuk anak seusiaku. Hahaha, rasanya memang menyenangkan mempunyai sebuah cerita romansa yang normal di SMA. Tapi aku tidak seberuntung itu. Dengarlah ceritaku ini !

 

“Siapa tak kenal dia, Boy anak orang kaya

Punya teman segudang

Karena pergaulannya.... “

Sepenggal lirik lagu yang sudah tidak asing lagi ditelingaku ini seperti mencerminkan sesosok makhluk yang ku kenal di sekolah, berasal dari negeri nan jauh di sana mirip tokoh pangeran sempurna dalam dongeng, saya sebut saja namanya Boy. Atau tambahkan saja belakangnya dengan huruf O jadi bisa juga disebut Boy O. Seorang siswa SMA sempurna yang juga sebagai sosok paling populer di sekolahku, setelah sang kepala sekolah tentunya. Mengingat dia adalah sosok pangeran negeri dongeng yang populer, maka sudah bukan menjadi hal yang tabu jika Boy O menjadi salah satu bahan perbincangan populer para siswi putri yang pada dasarnya memang lebih senang gosip daripada siswa laki-laki.

“Denger-denger Boy O baru aja putus sama pacarnya lho “ Suara pembukaan obrolan kaum hawa pagi hari terdengar dari sudut lain ruangan kelas ini.

“Yang bener nih ? haha “ jawab si Eneng.

“Kayaknya seneng banget nih dengernya ? Pasti ada makna terselubung nih “ jawab Mbakyu.

“Mau tau aja, emangnya kamu gak seneng ?” Eneng membalas.

“Mau tau aja, hehe”

Obrolan gosip biasa yang tak sengaja terdengar...., walau sebenernya aku memang sengaja mendengarkannya di pagi hari ini terdiri dari 3 orang di dalamnya sebut saja Eneng, Mbakyu, dan Roro. Tentunya dalam kelas ini terdiri dari beberapa siswa dan siswi seperti pada umumnya namun sayangnya tidak bisa kompak sebagai satu kesatuan kelas. Masing-masing dari mereka membentuk suatu perkumpulan organsisasi kecil sendiri alias sebuah geng dengan peraturan yang mengikat didalamnya yaitu tentang gaya dan penampilan. Intinya yang pertama kali terlihat perbedaan mencolok diantara masing-masing adalah gaya dan penampilan mereka. Dan disinilah menjadi terlihat jelas garis pemisah antara label anak gaul dan anak  culun.

Sementara para anak gaul asik bergaul, para anak culun sekaligus kuper hanya sibuk dengan kesibukan mereka masing-masing. Ada yang membaca, tiduran, dan ada yang merenung atau berdoa entahlah... bahkan yang asik bermain dengan upil juga ada, seolah mereka tidak peduli dengan para gunjingan anak gaul di dekat mereka. (Lantas kenapa aku peduli ?)

“Wah, orang pintar memang hebat ya selalu cari muka ke para guru jam segini aja udah sibuk belajar “ cetus Mbakyu.

 “Ya, jelaslah supaya nanti klok ada soal di papan dan di suruh angkat tangan untuk menjawab dia yg pertama “ lanjut Eneng. Sindiran itu mereka tujukan kepada seorang gadis culun dengan kacamata kutu buku ciri khasnya yang sedang asik membaca buku di bangku paling depan dekat pintu. Dia bernama Cindy Candy

 “Hei, sudahlah lebih baik kita cari topik pembicaraan lain. “ Roro mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Oh iya Roro , sudah sampai sejauh mana kedekatan mu mas Boy O ? hehe” tanya Eneng yang seolah merasa tidak berdosa atas perkataan sebelumnya.

“Mau bertanding siapa yang bisa jadi pacarnya ?”

“Apa sih maksudmu, aku gk ngrti deh. “ jawab Roro.

“Udah kita semua hampir tau loh tentang gosip itu, bahkan bukan cuma kita hampir satu sekolah tau lho ? “ Mbakyu menimpali.

“Ah, itu kan cuma gosip. Kayak gk ngrti gosip aja. Haha” aneh nya meski terlihat mengelak tpi Roro terlihat senang dan puas.

Meskipun seperti ini aku cukup kenal dengan Roro dan si Boy pakai O, bahkan bisa dibilang kami ini berteman, dan aku sering ngobrol maupun nongkrong dengan mereka. Aku akui Roro adalah cewek yang cantik dan cukup baik, hampir sempurna. Dimana selain cantik dia juga multitalenta. Tidak heran jika Roro merupakan salah satu siswi populer di sekolah dan tak bisa dipungkiri aku pun sebagai laki-laki normal merasa menyukainya. Menyukainya ?? tapi sebagai apa ? aku tak pernah paham istilah “suka” dan “cinta” mungkin karena pengalaman hidupku masih hanya sebatas siswa SMA. Yah, setidaknya Roro sering muncul di dalam mimpi basahku. (Jadi yang bener suka, cinta, atau nafsu ?)

Bisa dibilang Roro adalah tokoh utama wanita di kisah sekolah kali ini. Sama seperti halnya pementasan drama, dimana terdapat seorang pangeran dan putri yang sering menjadi inti ceritanya. Apabila Boy O adalah pengeran maka Roro cocok sebagai putri yang mendampinginya. Seperti itulah sesosok Roro dimataku dan kupikir aku terlalu naif apabila menganggap sudah mengetahui segala hal tentang Roro saat itu.

“Hei, sedang belajar apa nih ?” Roro mencoba mendekat, mengajak bicara si cewek culun Cindy Candy.

Cindy Candy pun tertegun, “Eh, emm ini Cuma baca-baca buku sejarah” menjawab seperlunya.

“Sejarah ? Wah, kayaknya asik tuh, boleh gabung gak? Kebetulan aku juga suka sejarah loh. Mungkin mulai saat ini aku mesti minta belajar bareng kamu nih, klok kamu gk keberatan sih. Hehe”

Dengan menunjukan wajah yang sedikit malu Cindy menjawab “Eh, a a aku gk keberatan kok. Tapi kamu yakin mau belajar bareng aku ? Orang seperti aku ?”

“Kenapa nggak ? Soalnya aku sadar klok aku ini lebih bodoh dari kamu. Maka dari itu mohon bantuannya ya?”

“Tentu saja aku mau bgt bantu kamu, tapi tolong jangan bicara merendahkan dirimu seprti itu lagi “

“Haha, oke oke “
Oh, kupikir penilaianku yang menganggap Roro anak yang baik tidak sepenuhnya salah. Dan aku mendapat sedikit pengetahuan menarik tentang Cindy bahwa dia tidak begitu tertutup seperti yang aku pikirkan.

Kemudian ku alihkan pandanganku, penasaran dengan reaksi dua anak gaul yang sebelumnya menyindir Cindy, aku pikir mereka akan meresa jengkel karena dikhianati teman kebanggaannya itu. Namun anehnya melihat hal tersebut, wajah mereka terlihat seperti menunjukan wajah seseorang yang mendapatkan mainan baru.

 

Hari demi hari terus silih berganti semenjak obrolan pertama si cewek populer Roro dengan si cewek cupu Cindy itu terjadi. Bahkan mereka berdua sering terlihat bersama di lingkungan sekolah. Kupikir asalkan itu baik-baik saja untuk mereka maka tidak masalah. Tidak terkecuali hari ini, dimana saat jam istirahat aku dan para siwsa lainnya menuju kantin untuk makan siang. Setelah tiba di kantin, lagi-lagi aku melihat sosok anggun seorang Roro berjalan melewati kumpulan siswa di kantin, dengan dibarengi seorang Cindy dibelakangnya. “Cindy lagi ?” Pikirku. Apakah Roro benar-benar sudah mengubah cara hidup geng gaul di sekolah ini ? Tapi kenyataannya berkata lain, dimana anak-anak yang disebut geng gaul ini benar-benar anti dengan anak-anak yang dianggap culun, bahkan sudah menjadi kegiatan pokok mereka menjahili dan menyiksa anak-anak yang dianggap culun tersebut.Anehnya aksi pembulian tersebut tidak hilang dan tidak bisa hilang. Seperti sebuah tradisi yang sudah diturunkan turun temurun dari generasi sebelumnya. Mungkin bisa kukatakan ini adalah sekolah calon para mafia. Dimana pemegang kendali di sini adalah orang kaya yang pandai berkonspirasi. Masalah peraturan di sekolah ini hanya seperti sebuah mainan. Tidak heran masalah perkelahian, penyebaran kunci jawaban ulangan, pembulian, hingga yang paling parah adalah sebagian siwa yang menjadi kurir narkotika bisa dengan leluasa muncul di sekolah ini. Tak terkecuali perilaku kenakalan itu juga dilakukan oleh Boy O yang merupakan kiblat cowok populer di sekolah ini.

Aku berniat mengikuti ajakan Boy O ke tempat biasa kita nongkrong. Tapi ternyata salah, Boy O spertinya berniat mengajak ku untuk mengikuti kegiatan gila geng mereka. Tepatnya berada di suatu ruang kelas kosong yang rencanya aka digunakan sebagai gudang. Meski ini bukan pertama kalinya bagi ku untuk mengikuti kegiatan gila mereka ini, tapi ada perasaan cemas dan gusar padaku hari ini. Aku pun bertanya-tanya karena kupikir ini sudah kesekian kalinya aku diajak melihat pembulian yang dilakukan mereka, maka apakah ini tandanya aku sudah dianggap sebagai komplotan mereka ?

“Lihat nih Boy O, adik kamu yang lucu ini udah mulai berani nolak perintah kita, mau kita apain hari ini ?” Kata Kangmas yang merupakan salah satu anggota geng gaul Boy O sekaligus preman dan tangan kanan dalam geng ini.

“Enak aja klok ngomong, yang ada dia itu adik kamu, buktinya kalian sedang bermain bersama di sini. Haha” ditanggapi santai oleh Boy O sambil melihat bocah culun itu yang habis dipukuli oleh Kangmas.

“Kampret, enaknya dikasih pelajaran apa nih bos ?  Supaya ngerti sopan santun “

“Hei, apa tujuanmu cupes ? “ Cupes adalah panggilan ciri khas untuk anak culun itu.
Entah untuk ke berapa kalinya aku selalu melihat hal ini, dan entah kenapa setiap permasalahan dengan si Cupes ini aku selalu ikut andil di dalamnya, walaupun hanya sekedar menonton.

Banyak hal-hal  menyakitkan terjadi kepada si Cupes yang disebabkan oleh pembulian geng ini. Mulai dari penganiyaan, pelecehan, hingga dijadikan sebagai budak dalam geng ini. Dan seakan mereka tidak pernah bosan melakukan hal tersebut walau hari demi hari terus mereka lakukan. Tapi yang paling parah dari semua itu adalah aku yang hanya diam, selalu mengikuti dan melihat kejadian itu setiap kali terjadi.

“......” Dia tidak menjawab

“Wah main-main ini anak, mau aku pukul lagi  ? Hah ? “ Gertak Kangmas.

“Santai bro, ngadepin bocah bandel kayak dia harus dengan lembut, benar kan Cupes ?

“Pfft, maksudnya lembut apa Boy O ? kok bahasamu ngeri juga. Wkekekek” jawab salah seorang lagi dari kelompok itu.

“ Hahaha “ dibarengi dengan tawa ke lima orang komplotan tersebut.

“......”  Dengan pandangan menunduk anak itu kembali tidak menjawab.

Aku yang hanya melihat kejadian itu tidak paham mendengar maksud perkataan si Boy pakai O barusan. Sambil melihat ke 5 orang itu , aku menerka-nerka tujuan dari Boy O dan apa yang akan selanjutnya dilakukannya. “Tunggu dulu, bukankah jika seperti ini menandakan bahwa aku tertarik dengan hal seperti ini ?” Aku menggumam.

Tak berselang lama dia mulai mengangkat pandangannya dan melihat kami semua dengan tatapan marah dan benci, dia menatapku. Seketika ku palingkan pandanganku. Aku terkejut melihat pandangan seperti itu, karena baru kali ini aku melihat tatapannya seperti itu. Yang terlintas dipikiranku kemudian hanyalah tentang persepsi orang itu kepadaku. Apakah dengan begini aku dianggap musuh olehnya ? Oh sial, sebenarnya aku tidak mau berurusan dengan hal seperti ini. Yang kuinginkan hanyalah menjalai kehidupan sekolah dengan tenang.

“Hmm, jadi begini ya Cupes...”  Boy O mendekati anak itu sambil melingkarkan tangan nya ke belakang leher anak itu.

“Kamu pasti tau kan konsekuensinya apabila mencoba menantangku ?” rupanya Boy O mencoba mengintimidasi.

Anak itu masih terdiam menunduk kembali, seolah mencoba mendengarkan perkataan Boy O.

“Di sini kita semua tau siapa aku ini, lalu dengan mempertimbangkan siapa aku ini kamu yakin mau berurusan denganku ?

“ Tidak ingatkah kau pada teman-temanmu sebelumnya yang pernah berurusan dengan ku ? Bahwa tak lama kemudian mereka lenyap dari sekolah ini.” terlihat sedikit aura sang diktator muncul dari Boy O.
Sebagai orang paling populer di sekolah ini secara otomatis para siswa dan siswi di sini ingin mencoba membangun relasi dengan Boy O, termasuk para anak cupu yang seperti mengadu nasib pada memberikan laporan kepada Boy O apabila dia melihat bentuk pembangkangan atau perlawanan kepada Boy O dengan iming-iming akan direkrut menjadi anggota geng gaul. Pantaslah para anak yang dianggap culun itu tak pernah berani berteman satu sama lain, dikarenakan masing-masing dari mereka menyimpan perasaan curiga dengan asumsi bahwa salah satu dari mereka akan ada yang berkhianat dengan melapor kepada Boy O. Maka kesimpulannya siapapun yang menjadi musuh Boy O  maka dia sama saja menjadi musuh para siswa dan siswi di sini yang kemudian kebanyakan dari mereka menjadi dikucilkan di sekolah ini hingga berujung pada keluar dari sekolah ini.

“Lalu apa maumu Boy O ?” Sepertinya dia mulai terusik.

“Minta maaf lah, dan berjanji akan menjadi budak kita selama masih berada di sekolah ini.”

Diluar perkiraanku anak itu memberikan sebuah jawaban yang terdengar seperti menantang.

 “Hanya itu ?”

“Uwooo” Suara sorakan diselingi beberapa tepuk tangan dari ke lima komplotan itu.

“Hehe, dasar tolol, tentu saja tidak semudah itu “ Kangmas menimpali.

“Oke bro, urus sisanya ! “ perintah Boy O kepada Kangmas.

“Beres bosku “ jawab Kangmas.
Firasatku mengatakan bahwa mereka belum puas menghajarnya, mungkin setelah ini..... entahlah. Seharusnya aku tak berhak melihat ini, aku harus pergi.

Ku balikan badan untuk pergi namun tiba-tiba Boy O memanggil dan menghampiri ku, dengan wajah tersenyum dia berkata. “Lihatlah selanjutnya, ini akan sangat menyenangkan.“

 

 

Lamunanku berhenti, ketika tersadar melihat sesosok anggun tesebut mendakati ku sembari menyapa.

“Oi, jangan melamun gitu dong. Lagi mikirin siapa ? Aku ya ? hehe”

“Haha, klok memang beneran mikirin kamu, kenapa ?

“Berarti bagus dong, klok kata orang berrti aku panjang umur “

“Tapi mikirin kamunya agak ke hal jorok tuh, gimana ? “

“Udah pernah ngerasain dicolok sepatu belum matanya ?”

“Bercanda-bercanda, hehe “

Dengan asiknya aku dan Roro bergurau tanpa sadar jika dia bersama seseorang ke sini. Merasa canggung, aku mencoba berinisiatif mengajaknya bicara walaupun mungkin akan terkesan kaku tapi aku lebih tidak suka melihat seseorang menjadi sebuah hiasan diantara sebuah perbincangan.

“Oh, ngomong-ngomong kamu Cindy kan ? Emm, Mau makan ?”
Ngomong apaan sih aku ? Sudah jelas ini kantin. Basa-basi yang sangat basi pikirku.

“Ya jelas makanlah , emangnya kamu ke kantin cuma ngeliatin makanan doang ” Ejek Roro kepadaku.

“Iya deh, sorry. Btw kalian terlihat akrab ya ?”
Mendengar perkataanku barusan, Cindy terlihat kaget dan bingung. Bukannya supaya lebih santai malah menambah semakin canggung. Apakah pertanyaanku menyinggungnya ?

“Begitukah ? Kita ini memang berteman. Apakah terlihat aneh ?” cetus Roro. Dan pernyataan tersebut tampaknya membuat Cindy semakin tidak nyaman.

“Eh, sebenernya bukan seperti itu maksudku. Duh, gmana ya menjelaskannya ?”

“Aku paham kok,” jawab Roro “Tentang geng gaul dan culun kan ?”

“Tradisi pengelempokan ini memuakkan ! Dan asal kau tau saja Cindy ini lebih pintar darimu dalam pelajaran. Jadi apakah ada yang salah apabila kita bersahabat ?”

“Hei, aku tidak pernah berkata hubungan kalian ini salah dan asal kau tau juga aku tidak berniat membahas masalah pengelompokan itu di sini. “ Aku berusaha mencegah suasana tetap nyaman.

“iya iya aku paham. Aku hanya ingin mengenalkan Cindy kepadamu “

“Tentu dengan senang hati bisa berkenalan denganmu Cindy. Hehe”
Namun sampai mendekati akhir basa-basi ini Cindy tetap tidak mau mengeluarkan suaranya, hanya jawaban anggukan yang ku peroleh dari perkenalan tersebut.

“Oh iya , nanti sepulang sekolah ada acara gak ?” Pertanyaan yang tak terduga muncul dari mulut Roro. Mendengar pertanyaan ambigu seperti ini membuatku berpikir keras mengenai apa maksudnya. Apabila dugaan dan harapanku benar maka ini adalah sebuah pertanyaan yang aku yakin ingin didengar oleh mayoritas laki-laki di sini. “Tapi kenapa aku ? Gak salah nih kalau aku ? haha.  Saat ini beli lotre pasti menang nih, haha” ocehku dalam hati.

“Jelas gak ada acara dong” (Gak ada acara aku malah bangga?) “Eh, maksudku gak ada kok, emang ada apa ?

Roro mendekatkan wajah cantiknya ke hadapanku. Tak bisa dipungkiri aku menjadi sedikit gugup. “Wah gak salah lagi nih, hehehe” batinku.

Kemudian Roro berbisik “Sudah kubilang kan untuk mengenalkan Cindy kepadamu.”

“Lho berarti bukan ngajak jalan nih ?

Roro pun tertawa dengan menjengkelkan kemudian meledek “Makanya jangan kebanyakan nonton FTV “

“Enak aja, siapa juga yang suka nonton FTV ?” Sial pikirku, mungkin ini efek dari membaca cerita roman picisan kemarin.

“Oi, bro lagi asik ngobrol apa nih ?” Seseorang tiba-tiba menepuk bahuku yang kedatangannya selalu membuat orang terkejut, dia adalah sang aktor utama di sini, siapa lagi kalau bukan si Boy pakai O. Reaksi ke dua anak perempuan di depanku pun berubah, terutama Roro yang entah mengapa menjadi terlihat lebih menggoda dari sebelumnya. Mungkin inilah yang dinamakan Mode Kucing Garong dari seorang cewek.

“Kamu curang nih bro masak ngobrol sama dua cewek cantik ini gak ajak-ajak” Seperti biasa si Boy O pun mengeluarkan metode basa-basinya sendiri sebagai cowok terpopuler di sini. Tapi apakah aku gak salah denger ? Tadi dia bilang dua cewek cantik. Dia bilang dua ?

“Roro boleh aku tanya sesuatu ?”

“iya , memang mau tanya apa Boy O ?” jawaban lembut dari Roro.

“Kamu makan gula ya setiap hari ? Kok selalu kelihatan tambah manis.”
Seperti yang sudah terduga. Sebuah basa-basi dari seorang cowok populer.Membuat seorang Roro tersipu malu dan aku pun tak mendapat kesempatan bicara.

“Dan, hai Cindy”

“Eh, iya” jawab Cindy sambil tersenyum.
Aku sangat terkejut mendengar apa yang barusan diucapkan Boy O. Sebuah ucapan untuk seorang Cindy ? Dan yang lebih membuatku terkejut adalah bahwa Cindy menjawabnya.

“Kalian sudah sering ketemu ya?” tanyaku heran.

Dengan senyuman khasnya dia kemudian menjawab “Bicara apa kau ini ? Malahan kita hampir ngobrol setiap hari”

“Yap, klok begitu kita berempat makan bareng-bareng aja yuk !” cetus Roro menyarankan.

“Tentu. Lebih rame, lebih asik kan ?” jawab Boy O menyetujui.

Kami berempat pun makan bersama di kantin itu seperti yang sudah direncanakan sembari mengobrol dengan asiknya. Lebih tepatnya bukan kita, tetapi antara Roro dan Boy O yang terlihat sangat menikmati kebersamaan ini.Layaknya seorang tokoh figuran, Cindy terkadang ikut andil dalam obrolan tersebut hanya sebagai penopang supaya adegan dialog ini tetap berjalan. Anehnya hanya karena kehadiran satu orang Boy O, perkumpulan ini menjadi lebih terlihat luwes seperti pertemanan semestinya. Bahkan yang paling membuatku heran adalah seorang Cindy yang mau ikut mengobrol di dalamnya. Jadi seperti inilah yang membuat Boy O disegani di sini. Dia memang sosok sempurna layaknya pangeran yang berperan sebagai tuan rumah dalam sebuah acara makan malam. Namun ada sesuatu yang janggal, dan entah kenapa aku yakin itu. Karena apabila untuk seorang Roro yang kuanggap memiliki sifat baik ini mau bergaul dengan Cindy itu merupakan hal yang wajar, tapi tidak untuk seorang Boy O. Kalaupun ini memang wajar berarti ada dua kemungkinan. Antara apakah kejadian pembulian beserta penganiyayaan kemarin merupakan guyonan belaka atau obrolan kali ini yang merupakan guyonan ? Omong kosong macam apa lagi ini ? Aku tak mengerti. Hanya berbagai pertanyaan yang terus muncul dalam benakku. Sepertinya aku tidak bernafsu makan siang kali ini.

 

Bel pertanda istirahat pun berbunyi, sebuah suara yang memang sangat dinantikan para siswa pada umumnya sebagai pelepas rasa jenuh para pemalas. Namun jeratan dalam pikiran ini belum terlepas, jeratan mengenai suatu hal yang belum aku mengerti. Tentang sifat, ucapan, dan sandiwara. Tapi dari semua itu yang kutakutkan adalah hilangnya rasa peka dalam diriku. Hari ini aku menginginkan sesuatu yang nyata, benar-benar nyata. Maka obrolan ku dengan Boy O kali ini akan memperjelas semuanya.

 

 

 “Hei, bisakah di sini saja bicaranya. Ku pikir karena ini hanya antara kita berdua jadi lebih baik menghindari suatu hal hal yang memicu suatu kesalah pahaman” kata ku.

“Tenang saja, ini tak akan menjadi suatu kesalah pahaman, tidak akan lagi “ Roro menjawab dengan nada datar.

Pembicaraan yang kujanjikan dengan Roro saat di kantin itu aku turuti saat ini.

“Jadi ini masalah apa ?” Jujur saja jika melihat sikap Roro yang dingin ini, membuatku sadar bahwa ada kalanya sebuah basa-basi itu tidak diperlukan.

“Ini menyangkut soal kebohongan” kata Roro

“Kebohongan ? Aku gak paham maksudmu”

“Kebohongan tentang sebuah kesan bahwa aku dan si jelek Cindy adalah teman”

 

 

Dengan santai kami berjalan di halaman belakang sekolah. Meski keadaan di depan sekolah menunjukan cerminan dari sebuah sekolah alit, tapi berbanding terbalik dengan pemandangan dibelakang sekolah ini. Pagar dinding penuh dengan vandalisme seakan menjadi sebuah hiasan yang khas menunjukan esensi dari sekolah ini. “Yang terpenting adalah apa yang dilihat orang luar” mungkin seperti itulah motto dari sekolah ini.
“Mau rokok ?” sambil menyodorkan rokok kepadaku.

“Oh, terimakasih tapi aku nggak ngerokok” jawabku menolak tawaran Boy O

“Haha, tentu saja. Kenapa aku bisa lupa hehe”
Aku hanya menatapnya sebagai pengganti untuk mengatakan bahwa itu tidak lucu.

“Kau tau, sebenernya aku iri kepadamu”

“Kau bercanda” dengan tawa kecil aku menggelengkan kepala tak mengerti.

“Kau pasti paham maksudku. Bukankah kau termasuk menjadi anggotaku?” Boy O memberikan pertanyaan yang seakan bertele-tele.

“Aku tak paham maksudmu, dan sejak kapan aku menjadi anggotamu ?”

“Jika aku mengganggap dirimu sekarang menjadi bagian dari kelompokku. Apa tanggapanmu ?”

“Kupikir itu tidak mungkin”

“Kenapa tidak ? Bukankah setelah segala permainan selama ini, kita bisa dikatakan bersahabat ?”

“Sahabat ? Ku kira kau melihat semua temanmu itu seperti sebuah pion yang bisa kau kendalikan sesuka hatimu” entah kenapa emosiku sedikit terpacu.

“Hahaha, sudah ku duga kau memang menarik. Itulah yang meyebabkan aku berniat menjadi sahabatmu”

Aku masih tak mengerti tentang semuanya. Tak mengerti tentang maksud ucapan Boy O, dan arah pembicaraan ini.

“Sejujurnya jika kau tau, aku sebenarnya tak pandai berbasa-basi. Aku hanya ingin bertanya pendapatmu tentang situasi sekolah kita kepadamu. Karena kau adalah panutan kaum laki-laki di sini, jadi kupikir aku bisa mendapatkan sesuatu”

“Maksudmu tentang para sampah culun yang selalu kita jadikan mainan itu ?” mendengar perkataan itu membuatkku seolah ingin memukulnya, dan aku tak mengerti mengapa aku menjadi marah.

“Apakah kau percaya takdir ?” Tanya Boy O kepadaku.

“Kupikir begitu, yah aku percaya. Dan sepertinya takdirmu sangat menguntungkan.” Jawabku

“Jika kau percaya, maka janganlah  bertanya. Ini semua hanyalah takdir, seperti seekor semut yang meskipun tidak sengaja akan selalu terinjak oleh manusia. Karena mereka kecil dan sampai kapanpun tetap kecil” Kata Boy O dengan angkuh.

“Menarik” jawabku seolah tidak merasakan apapun. “Berarti saat semua wanita tergila-gila padamu itu apakah merupakan suatu takdir juga ? Jujur aku sangat iri akan hala itu. Hehe” aku bertanya seolah dengan nada bercanda.

 “Kau ingin tahu kuncinya ?” Dengan wajah menyeringai Boy O melanjutkan. “Jangan libatkan perasaan. Ini semua hanya masalah penampilan dan yang terpenting agar kau selalu terlihat baik didepan semua orang terutama wanita.  Jujur saja aku tak pernah paham dengan istilah kesetiaan sebuah hubungan. Yang ku tahu karena para gadis senang berpacaran denganku maka aku akan menolong mereka dengan memacari semua gadis-gadis itu.”

Sudah kuduga , seperti ciri khas para bajingan pada umumnya. “Jadi bisa dikatakan dalam kebaikan yang kau lakukan setiap harinya itu, adalah sebuah sandiwara ?” tanyaku.

“Bukan aku, tapi semua orang populer memang seperti itu.”

Aku terkejut mendengarnya. “Ya, kupikir kau memang termasuk orang populer”

“ Kau bodoh jika mengaggap mereka itu bersih tanpa mempunyai sisi gelap. Mereka semua pada dasarnya muak dengan kebaikan, maka mereka menghancurkannya dengan sebuah sandiwara. Dengan satu tujuan yaitu sebuah pengakuan.” Boy O berhenti sejenak sambil memperlihatkan sebuah foto dari akun sosial media miliknya yang ditanggapi ribuan pujian dari para pengikutnya.

Kemudian dia melanjutkan “Dengan menggunakan topeng keramahan sebagai penutup identitas penjahat yang paling sombong. Menganggap diri sendiri adalah satu-satunya tokoh utama dalam kehidupan ini”

“Dan kau melakukan semua itu atas kemauanmu atau suatu takdir yang kau bicarakan ?”

“Tapi kau tahu ? Aku suka menjadi penjahat, hahaha” Boy O tertawa puas.

“Haha, kupikir kau bukan hanya sekedar populer. Kau spesial.”

“Hahaha basi, itu bukan suatu hal yang baru didengar lagi olehku.” “Itu adalah takdir” Boy O menyeringai.

Aku pun tersenyum, mengingat perkataan orang tentang “kita semua adalah orang spesial.”  Namun bagiku jika semuanya adalah spesial lantas apanya yang spesial ?

Kepalaku semakin panas, aku berniat menghentikan pembicaraan dan pergi. Tanpa mengucapkan perpisahan aku melangkahkan kaki untuk meninggalkan orang yang gila akan pegakuan ini.

“Jika kejadian ini semua adalah sebuah pementasan drama, peran apa yang ingin kau pilih ?” Tanya Boy O sebelum aku pergi menjauh.

Ku hentikan langkahku tanpa menoleh aku pun menjawab. “Aku hanya ingin sebagai penonton yang menikmati pertunjukan”

“Haha, itulah yang membuatku iri kepadamu. Kau adalah orang yang bebas.”

Kemudian aku melanjutkan langkahku untuk pergi menjauh dari bayang-bayang pandangan Boy O.

 

 

Hari sudah mulai sore. Suara celoteh dan gurauan para siswa gaul kelas ini sedikit demi sedikit mulai sirna , bertepatan dengan jam dinding yang menunjukan waktu pulang sekolah. Seperti biasa para anak culun bergegas untuk meninggalkan kelas tanpa mengucap satu patah kata pun. Aku masih belum beranjak dari tempat duduk ku hanya diam mengamati mereka semua, sibuk sekali diriku ini. Dan pandanganku saat ini tertuju pada dua gadis yang terlihat sangat akrab namun terlihat palsu. Siapa lagi jika bukan Roro dan Cindy. Masih terngiang dibenakku mengenai pengakuan yang diucapkan Roro bahwa persahabatan mereka tak lebih dari sebuah kebohongan belaka.

“Asal kau tau saja, aku masih waras. Mana mungkin aku beneran bersahabat dangan gadis menjijikan seperti dia.” Begitulah kata yang keluar dari bibir Roro pada percakapan saat itu.

Peran yang dimainkannya sangat sempurna, dimana tujuan sebenernya dari Roro adalah menarik hati Boy O, supaya terkesan akan kepribadiannya yang baik kepada siapapun. Seperti halnya Boy O dalam pandangan Roro  yang baik kepada siapapun. Sepertinya tradisi di sini memang sangat rigid. Kaum culun akan tetap seprti ini, ditindas, dicaci, dan digunakan sebagai alat oleh mereka para pencari muka. Kupikir mereka berdua memang sangat serasi, Boy O dan Roro. Sang raja dan ratu yang sangat bersinar dalam dongeng ini. Orang seperti merekalah yang biasanya menjadi tokoh utama. Dan yang lainnya hanya sosok figuran semata. Lalu aku hanya melihatnya, ibarat penonton yang sedang menikmati hiburan pertunjukan....... Omong kosong !

Karena jika seperti itu keadaannya, berarti aku adalah tokoh antagonis di sini. Mengetahui semuanya namun hanya diam membiarkan seolah mengalir apa adanya adalah jalan terbaik. Atau karena aku memang pengcut. Ya, aku akui, aku anak yang pengecut. Tidak berani mengambil suatu tindakan apapun. Tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi diri sendiri. Bahkan aku terlalu pengecut untuk mengakui bahwa aku mengagumi Cindy. Taukah kau Cindy bahwa selama ini aku mengagumi mu ? dan bisa dibilang aku menyukaimu. Tapi menolongmu pun aku tidak berani. Karena aku takut akan menghapus senyuman yang saat ini masih menghiasimu. Memiliki sahabat sang ratu sekolah ini, siapapun pasti akan senang. Meskipun ini hanya sebatas ilusi. Iya... sebuah ilusi. Bahkan kamu yang sedang mendengarkan ceritaku ini adalah sebuah ilusi. Karena sebenarnya aku hanyalah orang yang selalu berteman dengan kesendirian. Dan seperti yang kau tahu, aku terlalu pengecut mengakuinya.

 

 

Duaaagg !!! Sebuah pukulan ini menyadarkanku dari lamunan. Rasa sakit mulai terasa diwajahku. Ku mulai menengadah memandang sekitar. Sebuah kelompok yang terdiri dari lima orang anak dengan tawa bahagianya mulai tampak dalam pandangan sadarku.

“Oi Cupes, kami masih menunggu permintaab maaf mu.” Kata Boy O kepadaku.

“Kita telanjangi lalu kita hajar dia sambil kita rekam. Lalu kita sebarkan video nya ke internet. Hahaha” Suara Kangmas menimpali.

Kupikir kamu pasti mengenal mereka karena telah kuceritakan kepadamu sebelumnya. Ini waktunya untuk membritahu dan membangunkanmu bahwa selama ini yang kau lakukan hanyalah melihat dan diam. Di kelas, di kantin, di sekolah ini yang kau lakukan hanya diam dan melihat. Kupikir ini mulai memuakkan dan kupikir kamu akan sedikit bingung dengan yang sebenarnya terjadi.

Tapi tenang saja, tak usah bingung. Karena aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Apa yang ku tahu, kau juga tahu. Sudah ku bilang kan, ini semua hanya ilusi. Kau adalah cerminan dari perasaan takut, sakit, depresi dari jiwaku. Jiwa yang terbentuk dari pembulian dan hancurnya suasana dalam rumah. Dimana tak ada seseorang bagimu untukmu mengadu, maka janganlah bersedih karena ada aku yaitu dirimu sendiri di sini.

Ya kau benar, sebenarnya kita lah si anak Cupes yang selalu dibully itu. Tidak ada yang lain, hanya kita yang disebut Si Cupes. Akuilah bahwa kau memang si anak culun yang selalu dibully dimanapun kau berada. Lalu kenapa ? Bukankah itu menunjukan bahwa kau adalah spesial, aku sepesial. Karena kau adalah aku. 5 tahun pahitnya hidup yang kau alami selama ini adalah tanda bahwa kau adalah orang spesial yang sesungguhnya. Aku adalah sang spesial yang sesungguhnya. Tidak ada perasaan menyalahkan Tuhan.

Kupikir kita berdua tau, bahwa kita mulai bosan dengan tugas kita masing-masing. Setiap hari tugasku hanya untuk bercerita kepadamu sebagai penghibur. Sedangkan kau sudah menanggung rasa sakit yang harus ku derita selama ini. Maka dari itu, ini waktunya kita bertukar tugas. Biarkan aku yang mengambil alih. Akan ku tunjukan kepadamu cerita omong kosong yang selama ini ku ceritakan adalah suatu kenyataan yang tertunda. Terimakasih karena kau telah terluka karena ku. Dan sekali lagi terimakasih karena kau telah mendengar cerita ku.

“Hei Cupes, apa kau lihat – lihat ? Yang sopan dong. Ngomong ! Punya mulut kok gak pernah dipakai, idiot.”

“Hei, Boy O “

“Widih, ternyata bisa ngomong guys hahaha. Oi Boy O, Dipanggil adik mu nih.”

“Huh ? Apa mau mu ?”

“Kau tau Boy O, Aku pernah bermimpi bahwa kita semua bisa menjadi sahabat baik, tertawa bersama, bercerita tentang kekonyolan hidup. Tapi aku sadar ini bukanlah sebuah mimpi ataupun dongeng. Kau tau kan untuk saat ini kata-kata akan percuma. ?Jadi aku hanya mau bilang....”

“ Aku bosan bangsat!!!”  Dengan berlari ku layangkan tinju yang ku pendam selama ini kepada Boy O.

“Sialan, si Cupes kerasukan !”

 

 

Aku pun terbangun, dengan mata yang masih berkunang-kunang aku mencoba menyadarkan diri ku sendiri.

“Ah sial, kepalaku sakit sekali”

“Kau tidak apa-apa ?”

Aku terkejut mendengar suara itu. Ku lihat sekeliling, ternyata aku berada di halaman timur sekolah dekat dengan bank pembuangan sampah sekolah. Lalu ku lihat sesosok siluet seorang gadis yang berdiri dihadapanku menutupi cahaya matahari. Kemudian dia berkata.

“Kupikir kau harus ke UKS, lihatlah wajahmu penuh dengan luka lebam. Ayo biar aku antar” sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

“Kenapa kau di sini ?” Tanyaku

“Oh, aku hanya sedang membuang sampah karena aku selalu piket setiap hari. Bukankah kita ini satu kelas ?” Dia tersenyum.

“Benarkah ? Kalau begitu coba sebutkan siapa nama ku ?”

“Tentu saja aku tau namamu, kau adalah........”

 

 

Aku terbangun.... lagi. Yang kulihat pertama kali saat ini adalah langit- langit atap ruang kelas kosong ini.  Mungkin wajahku saat ini telah hancur penuh dengan luka lebam. Terlihat dari pandanganku yang sedikit kabur. Ya, aku sadar tadi adalah hal terkonyol yang aku lakukaan dengan menantang ke lima kelompok sosiopat itu. Tapi entah kenapa terasa lega dan menyenangkan.

Saat ini telintas dipikiranku adalah kenangan yang barusan muncul dalam mimipi ku. Pertemuan ku dengan gadis itu. Meskipun itu bukan yang pertama kalinya aku bertemu dengannya tapi di situ lah pertama kali aku merasa mengenalnya. Saat dimana aku terbangun dari pingsan ku yang terlihat adalah sesosok siluet bidadari berkacamata itu. Meskipun mimpi barusan hanya sesaat, namun aku senang sesaat kenangan itu muncul. Munculnya kenangan yang terbingkai rapi dalam bawah sadarku. Sebuah percakapan pertama kali aku dengan gadis itu. Pertama kalinya yang mengubahku menjadi pemuja rahasianya, dan pertama kalinya ada yang menyebut namaku dengan benar.

Taukah kau Cindy, bahwa kau sangat berharga bagiku ? Sangat berharga, hingga menyentuhmu aku tak mampu. Biasanya aku hidup dengan bersembunyi dari kenyataan. Tapi satu-satu nya sebuah kenyataan di sini yang tidak ku benci, yaitu kenyataan bahwa aku jatuh hati padamu. Tapi aku sadar aku bukanlah orang yang layak. Ada sisi gelap dariku yang merasa cemburu melihat mu dekat dengan gadis populer seperti Roro, karena aku takut kau semakin jauh untuk ku gapai.

Terimakasih, berkat dirimu aku kembali dalam sadarku. Mungkin suatu saat nanti , bila waktunya tepat, aku ingin saling berbagi cerita denganmu. Kau tidak harus mengerti atau menanggapi. Yang ku ingin hanyalah supaya didengar. Meski cerita ku adalah cerita sampah. Berisi timbunan sampah yang membludak.

 

 

 

 

Tags: Bullying

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Suara Kala
6301      1998     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
Metanoia
2644      808     2     
True Story
âťťYou, the one who always have a special place in my heart.âťž
How Precious You're in My Life
11906      2007     2     
Romance
[Based on true story Author 6 tahun] "Ini bukanlah kisah cinta remaja pada umumnya." - Bu Ratu, guru BK. "Gak pernah nemuin yang kayak gini." -Friends. "Gua gak ngerti kenapa lu kayak gini sama gua." -Him. "I don't even know how can I be like this cause I don't care at all. Just run it such the God's plan." -Me.
Bittersweet My Betty La Fea
2841      1018     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Bullying
533      322     4     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...
Bilang Pada Lou, Aku Ingin Dia Mati
894      482     4     
Horror
Lou harus mati. Pokoknya Lou harus mati. Kalo bisa secepatnya!! Aku benci Lou Gara-gara Lou, aku dikucilkan Gara-gara Lou, aku dianggap sampah Gara-gara Lou, aku gagal Gara-gara Lou, aku depression Gara-gara Lou, aku nyaris bunuh diri Semua gara-gara Lou. Dan... Doaku cuma satu: Aku Ingin Lou mati dengan cara mengenaskan; kelindas truk, dibacok orang, terkena peluru nyasar, ketimp...
Mengejar Cinta Amanda
1292      882     0     
Romance
Amanda, gadis yang masih bersekolah di SMA Garuda yang merupakan anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai karyawan pabrik dan mempunyai ibu yang merupakan seorang penjual asinan buah. Semasa bersekolah memang kerap dibully oleh teman-teman yang tidak menyukai dirinya. Namun, Amanda mempunyai sahabat yang selalu membela dirinya yang bernama Lina. Selang beberapa lama, lalu kedatangan seora...